Lama tidak meninggalkan jejak di sini. Sudah hampir satu
bulan terakhir bergulat dengan rutinitas yang cukup melelahkan. Yup, mbak Ani pulang.
Daan.. tampaknya tak ada gejala mau
kembali lagi. Ya sudah diikhlaskan saja. Satu tahun sudah dibantu sama mbak Ani,
sudah sangat bersyukur. Tanpa ART, pastinya ada suka duka. Sukanya tentu
privasi di rumah lebih terjaga. Anak-anak bisa dilatih disiplin
sedikit-sedikit. Abhi sudah mulai bisa bersiap sekolah sendiri, mulai bangun
tidur, mandi, berpakaian sampai siap berangkat. Alhamdulillah. Berbagi peran
bersama suami pun juga sudah biasa kami lakukan. Saya sibuk di dapur, suami
menemani anak-anak bermain. Atau saya beres mencuci, suami menjemur pakaian.
Tidak ada yang tabu dalam hal ini. Maklum saja, kami berdua kan sama-sama
bekerja. Kalau semua urusan rumah tangga mengandalkan istri, tentunya akan
sangat berat jadinya. Thanks to my husband yang tanpa malu dan sungkan mengulurkan tangan
menyingsingkan lengan, halah…, demi membantu meringankan beban istrinya ini J
Naaah duka tanpa adanya asisten rumah tangga itu tentu juga
ada. Bangun subuh, dengan mata masih setengah watt sudah harus masuk dapur.
List pekerjaan pagi sudah menunggu, mulai dari masak air mandi anak-anak, masak
menu untuk sarapan merangkap makan malam hari itu, menyiapkan bekal sekolah kakak,
nyuci ompol sachi, ditutup dengan mencuci piring dan merapihkan dapur. Lalu mandi,
siap-siap ke kantor dan memandikan sachi. Semua harus dilakukan multitasking
kalau mau semua beres. Oh ya semau harus selesai pukul setengah 7 pagi, karena
waktunya untuk mengantar kakak sekolah dan berangkat ke kantor. Pulang kantor,
setumpuk pekerjaan rumah tangga masih menunggu. Mulai menyiapkan makan malam,
mandi anak-anak, nyuci baju. Jemur pakaian, terakhir mencuci piring bekas makan
malam itu. Setelah menemani anak-anak sikat gigi, biasanya kami akan masuk
kamar tidur. Sering kali aku tertidur saat menemani mereka tidur. Namun di
tengah malam biasanya aku tetap bangun untuk menyiapkan perlengkapan sekolah
Abhi, pakaian dan barang-barang Sachi. Sabtu minggu ditambah lagi menyelesaikan
tumpukan setrikaan pakaian. Hmm lelah? Tentunya. Apalagi dalam kondisi hamil
tua yang kini sudah memasuki 9 bulan di kandungan. Tak hanya fisik danmun juga
emosi kadang tersita. Namun yang paling berasa adalah quality time bersama anak-anak dan suami yang
terasa berkurang. Terkadang quality time aku manfaatkan dengan mengajak Sachi
mencuci piring berdua, atau mengajak anak-anak melipati pakaian bersama-sama
sebelum disetrika. Namun, sering juga aku melarang mereka menggangguku di
dapur. Karena tubuhku rasanya begitu lelah untuk sekadar mengeringkan lantai
yang basah karena piring yang dicuci anak-anak. Atau melarang mereka bermain
kotor-kotoran karena malas untuk merapihkan rumah dan memandikan mereka yang
kacau balau. Well, salah tentunya, namun apa daya terkadang lelah tak sanggup
dilawan lagi.
Yang paling berat dalam kondisi tanpa ART adalah tidak ada
yang menjaga Sachi L
Sementara untuk mendaftar daycare apalagi daycare incidental sekarang tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Waiting listnya panjaaaaang. Kalaupun ada,
terkadang tidak sesuai dengan harapan saya. Kasihan juga Sachi harus dilepas di
lingkungan yang tentunya dia belum nyaman. Di saat-saat seperti ini dilema
sebagai ibu bekerja selalu diuji. I’m sorry kids, wish I can do more L Sementara ini Sachi
sering kami bawa ke kantor papanya. Disana terdapat ruangan anak yang tidak
digunakan. Ruangan ini kami fungsikan sebagai daycare buatan. Diboyonglah kasur
dan mainan Sachi. Sebagai pengasuh, pegawai fotokopi kami alih fungsikan
sebagai pengasuh incidental. Toko ditutup dulu sementara. Oh ya walaupun pegawai
ini tentunya asing juga buat Sachi, namun setidaknya Papa dan aku bisa bergantian
mengontrol Sachi sepanjang hari. Terkadang juga bila nenek sedang ada di
Bandung, Sachi kami titipkan pada neneknya. Hanya saja sekarang nenek lebih
betah di Jawa nampaknya. Aku pribadi ingin sekali mendatangkan Opa dan Oma ke
Bandung. Namun sayangnya Opa dalam kondisi kurang sehat sekarang, jadi aku pun
tak sampai hati merepotkan beliau. Hiks hiks…
Nampaknya perjuangan mencari ART akan terus berlanjut. Hari
ini saja sudah mencoba menghubungi beberapa penyalur. Juga titip dicarikan pada
beberapa rekan kerja, titip pada ART teman dan seterusnya. Hasilnya masih
Nihil.
Yang meresahkanku tentunya menjelang due date lahiranku
nanti. Harus ada yang menjaga anak-anak ketika suamiku nanti mendampingiku
melahirkan. Atau aku harus melahirkan tanpa didampingi suami? Huhuhu sedihnyaaa….
Semoga segera dikasih rejeki ART yang baik hati sebagai rejeki adik bayi, ya
Nak.
So… Ganbatte Mama, Abhi, Sachi dan Papa. Perjuangan belum
berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar