Tiba-tiba hari ini kaki ingin melangkah ke panti itu. Tempat dimana adik-adikku bernaung. Sudah lama sekali aku tidak pernah lagi menjenguk adik-adikku, mungkin sudah dua tahun sejak kunjungan terakhirku. Kunjungan kali ini berbeda dengan biasanya, kali ini aku pergi sendiri tanpa suami tersayang.
Pertama melangkah masuk, hati ini dag dig dug. bagaimana kabar mereka sekarang ya. Alhamdulillah ternyata kedatanganku disambut ramah oleh bapak penjaga. Banyak obrolan yang kami perbincangkan siang itu. Anak-anak panti khususnya bayi tetap banyak. Malah baru ada yang berusia 5 hari. Duhhh miris hati ini. Si adik kehilangan ibunya yang meninggal karena sakit. Sementara si bapak telah mendahului ibunya sewaktu si adik dalam kandungan. Selain itu, ada juga anak panti yang menderita stres karena tak kuat menghadapi kenyataan yang tak kunjung mempertemukannya dengan orang tua kandungnya. Duhai Allah, semoga kau senantiasa memberkahi jalannya adik-adikku ini.
Setelah cukup lama berbincang, aku pamit ke atas. Sudah tidak sabar untuk menengok adik-adikku, ingin sekali bisa mengajak mereka bermain. Mungkin bagi sebagian orang sedikit perhatianku ini tidak akan ada artinya. Tapi bagiku ini moment besar untuk selalu bersyukur atas karunia Allah terhadap aku dan keluarga.
Lantai 1 aku lewati, tempat dimana adik-adik putri yang berusia di atas 2 tahun berada. Sepi.. mungkin adik-adikku masih sekolah. Lantai 2 pun kulewati, tempat dimana adik-adik putra di atas 2 tahun berada. Tujuanku adalah lantai 3, lantai dimana para bayi mulai dari 0 hingga 2 tahun berada.
Disana terdapat dua buah pintu yang mengapit sebuah lorong. Aku coba buka pintu sebelah kanan. Ah… pemandangan yang selalu sama. Rasa gembira dan haru menyeruak di kalbuku. Adik-adikku sayang, adik-adikku yang diusianya yang masih sangat belia harus mengalami ujian dariNya. Di ruang kanan ini terdapat 15 bayi. Sebagian besar sedang tertidur. Alhamdulillah beberapa tempat tidur bayi sudah kosong, artinya adik-adikku sudah dijemput tangan-tangan suci untuk dijadikan anak asuh. Alhamdulillah… Aku mulai menghampiri satu per satu box bayinya. Ada dua bayi yang sepertinya seusia abhi, 1.5 tahun. Mereka sedang bermain didalam boxnya.
“Ciluk… baaaaaaaa…” Mereka mulai merespon kedatanganku. “Aaaa…” teriak mereka senang. wah mulai antusias nih pikirku. “weweweweeew” kataku sambil memeletkan lidah. Hihihi ternyata tingkah kekanak-kanakanku ada gunanya juga ya.. Rupanya tak cukup sampai disitu, si adik mengulurkan tangannya padaku, ahh dia ingin merasakan digendong rupanya. Huppp langsung aku gendong ia. kubelai sayang rambutnya. Celotehnya semakin banyak saja. “Lucu deh kamu sayang” ujarku sambil mengusap ringan keningnya.
Sambil menggendongnya, aku menghampiri box lainnya. Ada bayi yang sangat mungil disana. Tebakku ini pasti bayi berusia 5 hari yang tadi diceritakan si bapak. Mungil sekali dia. Hmm tidurnya begitu lelap, indah sekali mimpimu nak. Kau bahkan belum mengerti fananya dunia ini. Kembali aku hampiri box lainnya. Kali ini adikku tertidur lelap. Wah hidungnya hampir tertutup selimut. Kasihan, nafasmu pasti sesak dik.. Kusingkap sedikit selimutnya. Di dua bos selanjutnya ada dua adikku yang sedang minum susu botol. Ahh di usiamu yang paling masih 3-4 bulan, harus menyusu sendiri. Selimut diposisikan sedemikian rupa sehingga bisa menyangga dot bayi ke mulutmu. Ahhh abhiku untuk menyusu selalu bisa merasakan hangatnya pelukku. Begitu banyak kasih sayang untuk abhi dari eyang, tante, pakde, dan keluarga besar lainnya. Betapa mirisnya aku melihat adikku.
Di box selanjutnya adikku menangis. Rupanya dia buang air besar. Ingin hati ini membantu menggantikan popoknya, tapi tak kujumpai popok disana. Satu menit.. dua menit.. jeritanmu tak jua menghadirkan pengasuh keruangan ini. Aduhh dik, padahal kamu menangis hanya karena ini popokmu diganti. Bukan tangis manja, bukan pula tangis keluh. Alhamdulillah tak lama kemudian dibalik pintu, seorang pengasuh datang, mengganti popokmu. Wah adikku kali ini tersenyum senang. Ahh sayangku, sungguh kau anak baik. Si adik dalam gendonganku kuturunkan, rupanya dia ingin bermain di lantai. Hmm sudah pintar jalan kau rupanya dik. Hebat.. adik adikku sungguh hebat. Mereka bangun sendiri, main sendiri, belajar tengkurap sendiri, duduk sendiri, hingga belajar berdiri dengan menggapai sandaran box pun sendiri. Dalam kesunyian, cukuplah bagi kalian bermain sendiri. Hebat pikirku.
Aku pun lanjut melangkah ke tiga box terakhir, ada tiga anak bayi disana. Hmm rupanya disini adalah adik-adikku yang dikaruniai ujian ketidak sempurnaan olehNya. Tatapan mereka kosong. Ada yang mengalami gangguan multi fungsi inderanya sehingga tidak bisa mendengar, melihat, hanya bisa merasakan. Ada juga yang kepalanya melebihi ukuran normal. Ada yang bahkan tidak bisa bergerak sama sekali. Kata pengasuhnya, adikku ini mengalami remuk tulang belakangnya dan gangguan pada fungsi otak sehingga membuatnya tak berdaya seperti ini, bahkan menolehpun ia tak kuasa. Padahal secara fisik, ia sempurna sekali. Menurut dokter yang merawatnya, kemungkinan besar remuknya tulang belakangnya akibat dilempar atau dihempaskan dari ketinggian ketika bayi. Dia dibuang ke pintu panti dalam keadaan yang sungguh menggenaskan. Naudzubillah.. Betapa teganya manusia terhadap dirimu nak. Apa salahmu, kenapa begitu kejam kepada engkau yang begitu lemah. Tetes air mata mulai mengalir dipipiku. Sedih dan pilu yang kini menyesak di dadaku. Allahku yang maha kuasa, berikanlah karuniamu kepada adik-adikku ini.
Dengan menghela nafas aku keluar, tujuanku menjenguk anak-anak lain yang berada diruangan sebelahnya. Kulambaikan tanganku kepada adik-adik kecilku lalu kulangkahkan kakiku ke ruangan lainnya. Hmm disini jumlah bayi pun mencapai 15 orang. Tapi sebagian besar tertidur pulas.. Hanya ada satu anak yang terjaga. Kuhampiri dia. Ahhh… aku langsung jatuh cinta padanya. Ganteng sekali dia. Kenapa gerangan kau berada disini dik. Kupandangi dia. “Ciluk.. ba…” Ahh senyumnya mengembang, Indah sekali. Kuusap-usap keningnya dengan lembut. Wah dia senang sekali. Kakinya diangkatnya menyentuh tanganku. Kulihat usianya, wah 5 bulan. Kupandangi dia. Hmm rupanya dia dikaruniai fisik yang kurang sempurna. Kaki kirinya mulai dari bawah betis seperti terpuntir. Tak ada satu pun jari disitu. Kuamati sekujur tubuhnya. Rupanya jari manis dan kelingkingnya di kedua tangannya pun tak utuh. Adikku sayang, tak mengapa. Kau tetap menawan dimataku. Tetap sempurna layaknya malaikat mungil. Di ruangan ini rasanya aku tak ingin menjauh darinya. Aku seperti sudah jatuh cinta. Kubelai dia, kucium keningnya. Ahh ingin kubagi kehangatan untukmu sayang. Biarpun waktu ini sempit, tapi semoga setitik kasihku bisa kuberikan untukmu.
Hmm kulirik jam dinding disudut sana. Sudah hampir pukul 1 rupanya. Waktunya aku kembali ke kantor. Ingin aku berjanji tapi takut sekali hati ini ingkat, semoga suatu hari nanti aku akan kembali kesini. Menemani kalian bermain lagi. 5 menit, 10 menit, 30 menit mungkin waktu yang singkat dan sering terbuang percuma. Tapi 30 menit bagi kalian merasakan kasih sayang itu luar biasa. Semoga kelak entah kapan saatnya, ingin kubangun rumah untuk adik-adikku bernaung, rumah yang hangat akan kasih sayang. Aku yakin masih banyak adik-adikku lainnya di luar sana, yang tidak bisa merasakan kasih sayang orang tuanya.
Ya Allah Tuhanku yang Maha Pemurah, Kasihilan mereka. Sayangilah mereka. Berkahilah hidupnya. Aku malu. Dalam hidupku yang jauh lebih beruntung, kadang aku melupakan adik-adikku. Terima kasih dik, kalian selalu menjadi pengingat dikala aku salah jalan, dikala hati ini berpaling dariNya, dikala aku lupa bersyukur. Dalam hening aku berdoa, Ya Allah bukakan pintu hati umatmu. Semoga semakin banyak Hati Suci yang bisa merengkuh Adik-adikku. Doakan aku ya Allah, suatu hari nanti aku bisa mampu menjadi Hati Suci pula yang bisa membawa adik-adikku ini dalam kasih sayangku, dalam utuhnya keluargaku. Suatu hari nanti.. Insya Allah.