Catatan Lydia

Catatan Lydia
Blog ini didedikasikan untuk anak-anakku tercinta, Abhi Sachi dan Samy yang mewarnai hidupku dengan kebahagiaan. Tulisan-tulisan di blog ini menjadi saksi, betapa berartinya kalian untuk mama. Kelak ketika kalian besar nanti, memori indah yang tertulis di blog ini akan selalu kita kenang bersama. I love U Nak..


Senin, Oktober 07, 2013

Sachi dan Gargantuar

Hari minggu kemarin belum genap seminggu papa meninggalkan kami ke negeri Sakura, tempat kelahiran Sachi, untuk kembali melanjutkan studinya. Neng Sachi adalah yang paling terpengaruh dengan berangkatnya papa. Kelihatan sekali setelah papa pergi, Sachi jadi lebih sensitif. Terkadang tiba-tiba menangis, kadang terdiam. Apalagi di hari-hari pertama ditinggal papa, tidur malamnya gelisah, sering terbangun dan menangis tersedu. Selain itu mendengar kata "papa" saja, air mukanya langsung berubah. Bibirnya membentuk garis lengkung ke bawah. Ah sedih sekali melihatnya.

Minggu pagi, Mama, Abhi, Sachi dan Samy seperti biasa ngariung di ruang tengah. Tidak ada agenda khusus hari itu. Kami hanya bersantai sambil ngobrol apa saja. Mama memangku Samy, sambil memperhatikan kakak Abhi dan Sachi yang sedang bermain lego. Sebenarnya dari pagi Sachi sudah bilang, bahwa ia ingin sekali menelpon papa. Tetapi karena internet rumah sedang problem, jadi terpaksa rencana skype-an pun gagal total. Alternatif lain via modem 3G kok ya putus sambung. Skype drop connection berkali-kali sampai akhirnya mama menyerah. Sachi menuruti penjelasan mama, walaupun nampak gurat kecewa di wajahnya. “Sabar ya neng, mudah-mudahan internetnya cepet bener ya.” Ia pun mengangguk kecewa.

Tak lama, Abhi bosan dengan legonya. Ia pun menuju laptop danmenyalakannya.
“Mama, aku main game boleh ya.” Aku mengangguk. 
“Sebentar saja ya kakak.”

Kuperhatikan Abhi memainkan games plant vs zombie. Game yang ia suka dahulu, tetapi akhir-akhir ini sudah lama sekali tidak ia mainkan lagi.Tiba-tiba Sachi mendekat.

“Kakak, Sachi mau Gantuay.”
“Ga bisa Chi” jawab Abhi sekenanya. Sachi mulai merengek.

“Kakak, coba dibantu dulu Sachi kepengen apa. Apa sih chi Gantuay itu?” tanya mama.
“Kakak… Gantuay.. Sachi mau Gantuay.. Sachi suka GANTUAY.” 

Kali ini Sachi setengah menjerit. Kembali ia merengek-rengek. Abhi mulai kesal.

“Apa sih Kak, Gantuay itu?”
“Itu lho mama maksud Sachi itu GARGANTUAR, itu nama zombie. Tapi ga bisa muncul otomatis. Kan sudah diatur gamesnya. Biasanya kalau zombienya sudah banyak, baru GARGANTUAR muncul.”

Belum sempat aku berkomentar, tiba-tiba Abhi berteriak.. “Chi…ini GARGANTUAR nya munculll. Sini Chi liatt cepeettt, ” Kak Abhi memanggil Sachi.

Jujur, aku tak begitu memperhatikan sosok si GARGANTUAR. Yang kulihat, Sachi sudah kembali tersenyum dan tampak senang memperhatikan Abhi bermain. Ya sudahlah pikirku. Fokusku kembali pada Samy.

Tapi tak lama kemudian, Sachi merengek-rengek lagi. Minta sosok Gargantuar kembali muncul. Kali ini ia mulai menangis menjerit-jerit. Mama bingung lalu menghampiri Sachi.

“Kenapa Sachi? Maaf ya. kata kakak, Gargantuarnya munculnya ga bisa otomatis. Sachi suka banget ya sama Gargantuar ?” tanyaku.
“Sachi suka Gantuay, Mama. Sachi suka. sukaa. Kayak Papa.”

Haaaah.. Apa hubungannya Gargantuar dengan Papa. Aku mulai penasaran. 
Masa iya sih ada Zombie mirip Papa. atau Papa mirip Zombie. xixixi..

“Kak Abhi, coba mana mama lihat Zombie GARGANTUAR. Apanya yang kayak Papa?” aku mendekat menghampiri Kak Abhi di depan laptopnya.

Daaaaan, mama pun diam. 
Aku terperangah melihat sosok si Zombie GARGANTUAR. 

Hoalaah Naak.... mama bingung ingin tersenyum atau menangis melihatnya. Sachi dengan air mata berderai di pipinya menghampiriku.

Tersedu-sedu ia berkata, “Mama, Sachi mau digendong Papa seperti itu lagi. Seperti Gantuay. Gantuay gendong anaknya. Tapi papa ga ada. Huwaaaaaa. Sachi mau telpon Papa, Maamaaa” jeritnya tambah kencang, kali ini ditambah pula drama guling-guling di matras.

Kupandangi sosok Gargantuar di laptop itu. Sosok Zombie besar yang tengah menggendong anak zombie di punggungnya. Pantas saja Gargantuar mengingatkan ia pada papanya. Gendong-gendongan seperti itu menjadi keseharian di rumah kami. Antara Sachi dan Papa, ya mereka memang sedang mesra-mesranya di minggu-minggu terakhir sebelum papa berangkat.




Segera kusimpan Samy sementara dimatras. Kuraih dan kupeluk anak gadisku. Kuciumi keningnya.

“Sini, mama aja ya yang gendong Sachi. Mama bisa juga kok jadi Gargantuar. ”

Air matanya masih berlinangan. Kudengar lirihan dari mulut kecilnya menyebut Papa. Kuseka air mata itu. Ah gadis kecilku, sabar ya Nak. Doakan, semoga kita bisa segera menyusul cinta pertamamu, papamu tersayang.

Paapaa, she misses u soooo much.

Rabu, Juli 31, 2013

Gombalan petang

WARNING: Sebagian pendengar dengan kadar telinga normal mendadak mual dan nyaris pingsan mendadak. Termasuk saya hahaha...
---------
Matahari telah terbenam di sudut malam. Petang tampak semakin jelas. Hampir saja mata ini terpejam terbuai sepoi-sepoi angin malam. Dalam perjalanan pulang kantor, percakapan sepasang ABG berseragam SMP di sebuah angkot yang tak sengaja terdengar olehku membuyarkan kantuk seketika.

Pr : Yang.. aku haus niiy
Lk : Tapi aku ga punya minum say, ga ada yg jual juga disini
Pr : Aahh ayang kok gitu, pokoknya aku hauuss..
Lk : Ya udh say, minum aja dari hatiku.. semuanya untukmu

Percakapan diakhiri dengan senyuman dua ABG di tengah sesaknya angkot malam itu. Dunia milik berdua, sampai lupa tempatnya.

Dunia oh dunia... %&*@$... BTW Emak jaman SMP dulu ngapain yak.. ooh iya inget, aku masih sibuk maen dakocan kayanya hahahaha. Hallooooo ABHI, SACHI, SAMY You've Got My Eye on You yaa Kids.. 

Kamis, Mei 23, 2013

Sharing Fototerapi Bayi Kuning di RS Al Islam Bandung


Sesuai janji saya sebelumnya, kali ini saya mau sharing pengalaman fototerapi di RS Al Islam Bandung untuk penanganan jaundice atau bayi lahir kuning. Bermula dari hasil cek bilirubin Samy di hari ke-7 setelah kelahirannya, bilirubinnya tinggi mencapai 17 mg/dl. Tidak mau gegabah dan overtreatment seperti pada Abhi dulu di RS lain, maka saya sangat berhati-hati dengan memeriksa table AAP untuk rekomendasi fototerapi. Sesuai tabel ini, dengan asumsi Samy memiliki faktor resiko (kondisi ABO Incompatibility dimana gol darah saya O, sementara Samy B), maka hasil bilirubin 17mg/dl itu sudah berada di batas atas/maksimum antara dapat diberikan fototerapi dan belum perlu fototerapi. Deg.. gundahlah emaknyaa, sinar jangan ya Alloh..

Berat bagi saya memutuskan ini, walau sejatinya fototerapi itu sendiri belum diketahui menimbulkan efek negatif bagi bayi, namun efek psikologis bagi ibu yang baru saja melahirkan akan sangat besar. Dengan kondisi fisik yang belum pulih sepenuhnya, harus berpisah dengan bayi, harus mensupply ASI dengan jumlah yang lebih besar (karena sinar membutuhkan cairan lebih) sementara tidak semua ibu memproduksi ASI dengan lancar. Kondisi ini tidak sekali dua kali membuat ASIX gagal diwujudkan. Lagipula saya tidak mau overtreatment pada anak saya, seminim apapun efek sampingnya.

Singkat cerita setelah mengobservasi behaviour Samy dan mempertimbangkan segala faktor, akhirnya saya putuskan diberikan fototerapi. 



Daaan surprisingly, pengalaman fototerapi kali ini jauh lebih mudah dibanding pengalaman sebelumnya. Alhamdulillah. Saya coba list ya kemudahannya.

(+) Detail fototerapi diberikan dengan jelas. Paramedis mampu memberikan penjelasan cukup lengkap mengenai rencana terapi yang diberikan, sinar 1 lampu saja, periode 2x24 jam kecuali istirahat menyusui, ambil darah setiap 2x24 jam.

(+) Dalam kondisi fototerapi, rumah sakit tetap mendukung ASIX. Paramedis membantu meyakinkan ibu melalui sugesti kecukupan ASI, membantu mengajarkan memijat payudara, cara memerah ASI, dan mengizinkan menyusui langsung.

Bagi saya hal ini LUAR BIASA. Karena pengalaman yang sudah-sudah di RS lain, Ibu lebih ‘ditekan’ untuk memberikan tambahan cairan tanpa dukungan upaya lebih dari pihak rumah sakit. Terlebih dengan boleh disusui langsung walaupun katanya dapat memperlambat penurunan kadar bilirubin namun adanya kemudahan ini dapat menjadi alternatif solusi bagi ibu-ibu yang kesulitan memompa atau memiliki stok asi terbatas. Alhamdulillah kemarin beberapa rekan seperjuangan yang menyusui langsung, penurunan kadar bilirubin bayinya semua terbilang cepat, 2x24jam sudah diperbolehkan pulang. Artinya solusi menyusui langsung sesuai jadwal untuk kondisi hiperbilirubin seharusnya tidak perlu dipermasalahkan.

(+) Tersedia ruang menyusui sekaligus ruang pompa ASI. Jadi saya serasa punya basecamp baru ^_^. Ruang ini letaknya persis disamping ruang fototerapi. Jadi biasanya jika jam menyusui tiba, akan banyak ibu -ibu senasib seperjuangan menunggu giliran menyusui disini atau bersama-sama memerah ASI untuk stok cadangan. Disini kami biasa berbagi beban, saling menguatkan dan saling berbagi tips memperbanyak asi, cara memompa dan tentunya saling mendoakan bayi satu sama lain.

Lagi-lagi bagi saya ini LUAR BIASA. Teringat dulu saya hanya sendiri memompa ASI di RS lain itu dimana ruang menyusuinya terpisah dengan tempat Abhi disinar. Menelan resah dan duka sendiri. Well, walaupun fototerapi bukan suatu penyakit yang berat, namun bagi seorang ibu yang baru melahirkan, anak pertama pula, berpisah dengan buah hati tercinta itu cukup menjadi beban sendiri. Yang bisa membuat air mata mengalir begitu saja. Belum lagi jika kondisi ASI belum banyak yang biasanya karena ketidaktahuan ibu, kurang pengalaman memompa, panik dan tekanan harus menyediakan cairan lebih banyak. Dulu semua sendiri, sekarang ada ruang untuk berbagi. Disini juga saya bertemu seorang ibu yang kesulitan memompa ASI, tiap memompa tampak iba melihatnya penuh deraian air mata. Ternyata putra tertuanya baru saja berpulang ke Sang Pencipta, dan lahirnya bayi kedua ini seperti menjadi pengganti putranya itu. Tatkala si bayi harus disinar dan berpisah darinya, ada rasa trauma takut kehilangan yang begitu besar dalam diri sang ibu. Dengan berbagi beban di ruang inilah semua menjadi ringan. Para ibu dapat saling melepas beban, sementara yang lain menguatkan. Juga jadi ingat saat satu diantara anak-anak kami diperbolehkan pulang, semua ibu di ruangan itu akan spontan mengucap hamdalah dan berebut memberikan selamat. Rasanya senang bagi satu menjadi bahagia pula bagi yang lain. Adanya ruang ASI RS Al Islam itu terasa sekali manfaatnya.

(+) Waktu kunjungan bebas +- 10 menit per kunjungan. Memudahkan para ayah juga turut melihat kondisi bayinya dan memudahkan kami melepas kangen pada ananda tercinta.

Biasanya para ibu disini kebanyakan memilih untuk menyusui bayinya secara langsung setiap 2-3 jam sekali. Mungkin karena tak kuasa berpisah dengan bayi tercinta yaa. Saya sendiri memilih berada di RS untuk menyusui langsung dari pukul 9 pagi hingga 9 malam. Lepas itu saya memilih pulang dan memompa ASI di rumah. Hasil pompa dibawa ke rumah sakit untuk diberikan malam berikutnya. Namun, tidak sedikit lho ibu-ibu yang memilih menginap di rumah sakit demi menyesuaikan jadwal menyusui langsung. Sebagian menginap di ruang tunggu, dekat dengan ruang kebidanan dan ICU. Namun karena sering penuh dan kenyamanan kurang, sebagian lain memilih tidur di mobil. 24 jam penuh di rumah sakit selama beberapa hari. Luar biasa pengorbanan dan kesadaran ibu-ibu ini akan ASI. Tengah malam jam 1, jam 3 dini hari pun dilakoni menyambangi ruang menyusui bertemu bayi tercinta.

(+) Komunikasi antara paramedis dengan orang tua bayi intens. Mulai dari kondisi bayi, jumlah susu per sekali minum, kapan perlu stok asi lagi, semua diinformasikan. Oh ya untuk keperluan ASI ini, kami bahkan diharuskan meninggalkan nomor kontak yang bisa dihubungi kepada tim paramedis. Jika nantinya waktu menyusui tiba sementara si ibu tidak ada, maka paramedis disini akan proaktif menghubungi ibu ke nomor kontak tersebut untuk mengingatkan. Beberapa rekan yang menginap di rumah sakit, seringkali tertidur khususnya untuk jam menyusui pada jam 1-3 dinihari. Jadi telpon dari paramedis ini amat sangat membantu. Juga jika stok asi mendekati habis, paramedis akan segera proaktif memberitahukan ke orang tua supaya secepatnya mengirimkan stok asi ke rumah sakit.

Kesimpulannya, dukungan rumah sakit dan paramedis untuk keberhasilan ASIX itu sangat tinggi. Dan di RS Al Islam ini saya sangat merasakan benar adanya dukungan itu.Thanks to all.

Bunda Qila, Mama Fathir, Mama Daniel, Mama Alesha, Mama Almer, dan para bunda yang belum disebutkan namanya, terima kasih atas persahabatannya. Walau sesaat insya Alloh berkesan J  

Oh ya, anakku samy pada akhirnya diperbolehkan pulang selepas 2x24 jam mendapat fototerapi. Bilirubinnya turun dari 17mg/dl menjadi 8.34mg/dl, alhamdulillah.

Review Melahirkan di RS Al Islam Bandung


Kali ini mau menulis sekaligus sharing pengalaman melahirkan di RS Al Islam Bandung. Oh ya sebelumnya sempat maju mundur juga untuk melahirkan di RS Al Islam, selain karena review yang ada sangat sedikit dan kurang informatif tapi juga karena beberapa kali pengalaman ke klinik disana seperti gigi, umum, anak hingga termasuk rawat inap sedikit kurang menyenangkan. Baru pada bulan ke 8 mengandung Samy, dengan mempertimbangkan faktor lokasi RS Al Islam yang jaraknya hanya 5 menit dari rumahku, kemudahan untuk bolak balik rumah – RS untuk suami yg nantinya harus mendampingiku termasuk menjaga anak-anak di rumah, sudah ada pengalaman melahirkan sebelumnya (ini partus ke-3), maka bismillah diputuskan untuk memilih RS Al Islam Bandung sebagai tempat kelahiran Samy.

Kontrol Kandungan

(+) Biaya kontrol relatif murah (Rp.25rb daftar, Rp 45rb periksa Obgyn +usg nonprint)
(+) Ada praktik sore, bagi yang tidak mau antri dan tidak memilih dokter sebaiknya  mempertimbangkan jadwal praktik sore, ada dokter perempuan juga kok dengan dr. Annisa. Masih muda memang, namun cukup detail menjelaskan hasil USG dan telaten mendengarkan keluhan pasien.

(-) Antrian panjang, untuk dr Delle khususnya. Antri ambil nomor dan antri menunggu giliran periksa sama panjangnya.
(-) Privasi kurang (sekali masuk 2-3 orang, terkesan tergesa-gesa)
(-) USG ga bisa diprint (kalau mau print, harus usg di lab yang ada di RS Al Islam juga. Nanti hasilnya dibawa ke dsog baru dibacakan. Ribet yaaa..)

Melahirkan

(+) Sangat mendukung ASI Eksklusif, IMD dan Rooming in. Ini point yang paling penting bagi saya sehingga memilih melahirkan disini. Label RS Al Islam sebagai Rumah Sakit Sayang Ibu Bayi (tingkat nasional ato jabar ya.. lupa) memang terbukti dan sangat terasa sekali disini. Alhamdulillah berhasil IMD dengan sempurna selama 3 jam penuh berdua adik bayi. Sempurna disini karena sesuai tata cara IMD yang seharusnya, tidak hanya ditempelkan begitu saja di puting susu Ibu dengan waktu yang dibatasi, syaratnya tentu saja selama kondisi Ibu dan bayi sehat ya.
(+) Penanganan cepat dan didahulukan, administrasi dapat diurus belakangan.
(+) Bidannya sabar, telaten dan cekatan (Peluk Bidan Nia, makasih ya Bu. Bu bidan ini sangat membantu menenangkan ibu, mengusap-usap saat kontraksi, cekatan membantu proses persalinan. Top deh, hampir sama telatennya dengan Bidan Yobuki di Hiroshima Jepang yang membantu persalinan Sachi dulu)
(+) Sangat islami, menjelang melahirkan dan setelah melahirkan Ibu selalu dituntun tak lepas dari doa. Adik bayi juga didoakan. Oh ya di Al Islam ini bahkan setiap pergantian shift perawat selalu diawali dengan lantunan asmaul husna dan tilawah lhoo…
(+) Biaya melahirkan relatif murah. Dari pricelist yang tertera di kasir, perkiraan biaya lahir normal dengan bantuan Dokter untuk 3 hari di kelas VIP/Utama adalah di kisaran 8jt. Namun di lembar penagihan saat keluar rumah sakit, biaya di kisaran 5-6jt saja, dengan waktu rawat 2 hari. Oh ya di Al Islam ini selama ibu dalam kondisi baik, hari ini melahirkan, besok sudah diperbolehkan pulang ^_^

(-) Ruang observasi dan ruang bersalin ‘kurang’ modern. Masih ala rumah sakit jaman dulu rasanya. Tapi dengan penanganan yang maksimal, soal tampilan ruang jadi tidak masalah. Tapi bagi yang kurang nyaman, mungkin bisa dipertimbangkan kembali. Oh ya untuk ruang rawat, saya di Ruang Utama (hanya ada 1 saja kamar utama dipoli kebidanan, jadi siapa cepat dia dapat. And I am sooo lucky to get this room as soon as delivery). Ruang Utama ini menurut saya sudah cukup nyaman, walaupun pastinya beda dibanding RS Her**** atau RS San****.  Ruang Utama 1 Kamar 1 pasien, dilengkapi AC, air panas, TV dan Sofa Bed. Makanan standar, tapi abis terus tuh sama saya hehehe.

Oh ya ini ada penampakan dari Ruang Utama Kebidanan di RS Al Islam Bandung : 





(-) Imunisasi HEP-B tidak bisa langsung diberikan segera setelah lahir, karena sistem di RS Al islam ini, imunisasi dilakukan di poli anak pada waktu kontrol pertama. Hmm sedikit kurang puas.
(-) Ada larangan untuk anak di bawah 12 tahun menjenguk. Satpamnya cukup ketat menjaga aturan ini. Awalnya sempat ragu memilih RS ini salah satunya karena faktor ini, karena kakak-kakaknya dede bayi sudah wanti-wanti ingin menjenguk ke RS saat lahiran nanti. Kemarin anak-anak berhasil menjenguk ke ruang rawat, caranya  dengan bilang ke satpam kalau kita dirawat di kamar utama/VIP yang hanya untuk 1 pasien, jadi tidak akan mengganggu pasien lain dan juga mengurangi resiko anak kita tertular penyakit dari pasien lain. Cara ini pernah berhasil, pernah juga tidak. Bila tidak berhasil di satpam bawah, coba pilih jalur memutar melewati ruang VIP umum (bukan khusus kebidanan). Namun yang perlu dipertimbangkan adalah resiko terpapar virus anak anak saat menjenguk. 


 wajah-wajah bahagia berhasil nengok adik dan mama ^_^


Kesimpulan, So far saya yang sebelumnya sering tidak puas dengan pelayanan RS Al Islam di poli lain, namun kali ini khusus di Poli Kebidanan (melahirkan) saya sangat puas dengan pelayanan dari RS Al Islam Bandung karena impian saya untuk bisa full IMD, rooming-in, ASIX dan pastinya partus normal semua terpenuhi. Alhamdulillah insya Alloh pilihan saya melahirkan disini sudah sangat tepat. So, ibu-ibu jangan ragu lagi ya kalau mau bersalin disini. Ohya cerita lain mengenai pengalaman fototerapi di RSAI untuk penangana Jaundice (Bayi Kuning) akan saya share next ya..

Oh iya sampai lupa posting foto si bayi Samy hehehe




Sabtu, Februari 16, 2013

Welcome, Samy

 

Panggil ia Samy. Lahir di RS Al Islam Bandung melalui proses persalinan normal di sabtu siang 16 Februari 2013 pukul 12.24 WIB dengan berat lahir 3040 gram dan tinggi 49 cm. Proses kelahiran Samy  terbilang berjalan lancar. Mama dan Samy sehat dan Alhamdulillah tidak kekurangan suatu apapun.

Mama dan Papa sepakat memilihkan 'Juang Samudra Bintang' sebagai nama untukmu, Samy.

***

JUANG

Nama sederhana dengan arti yang sangat dalam. Karena hakikat hidup seluruh insan di dunia, tak peduli ia berpunya ataupun tak ada, tua ataupun muda adalah sama, berusaha berjuang meraih apa-apa yang menjadi ridhoNya. Juang bagi kami nama itu sangat lelaki. Di dalamnya ada makna kekuatan, ketangguhan dan semangat, seperti harapan kami pada Samy.

SAMUDRA

Samudra adalah lautan luas, besar. Samudra itu ciptaanNya yang indah sekaligus kokoh. Semoga sang pejuang kami nantinya memiliki ketulusan hati yang maha luas selaksa samudra, berjiwa besar, kokoh dan sekaligus indah. Samy sendiri diambil sebagai kependekan dari kata Samudra.

BINTANG

Seperti makna bintang, Samy hadir sebagai cahaya yang melengkapi keluarga kami. Kelak berharap Samy selalu mampu menghadirkan seberkas cahaya indah di antara kegelapan, memberi terang dalam kesulitan, membawa kebahagiaan dan kehangatan, bagi kami, bagi orang-orang di sekitarnya dan bagi ummat tentunya.

 ***

Maka, Juang Samudra Bintang namamu Nak. Nama yang akhirnya kami sepakati di detik-detik akhir menjelang kelahiranmu. Nama yang kelak mengingatkan kedua orang tuamu akan riwayat mengandungmu yang tak mudah. Tapi kita berdua menang ya Nak. Alhamdulillah engkau kuat, sehat dan sempurna, ksatria pejuangku.

Maka, Juang Samudra Bintang namamu Nak. Orang bebas memanggilmu Juang, Samudra ataupun Bintang. Tapi biarkan mama dan papa memanggilmu Samy. Tidak hanya agar panggilanmu berakhiran –i atau –y seperti mama Lily, papa Adi, Kakak Abhi dan Ayuk Sachi, tapi lebih dari itu. Sami atau Samy dalam bahasa arab bermakna supreme. Berharap engkau menjadi insan yang memiliki kedudukan tinggi di hadapanNya.

Maka, Juang Samudra Bintang namamu Nak. Nama yang sangat Indonesia ini kami pilihkan sebagai untaian doa kami padaNya. Karena lahirmu telah menghadirkan lautan bintang di hati kami, bahagia dan sempurna. Papa Adi bilang, keluarga kami sudah dianugerahi Matahari, Bulan dan Bintang. Abhi ibarat matahari penyemangat kami, Sachi sang bulan penyejuk hati dan Samy sang bintang penyempurna. Lengkap sudah. Semoga Allah memberkahi kalian selalu ya Nak.

Then, here he is. Juang Samudra Bintang aka Samy



Senin, Januari 28, 2013

Memilih RS dan SPOG Bandung


Usia kandunganku minggu ini sudah memasuki minggu ke 36. Dalam hitungan minggu, mungkin dua atau tiga minggu lagi adik bayi akan segera hadir mewarnai rumah tangga kami. Beberapa hal sudah kami, aku dan papanya putuskan di bulan ini, antara lain tempat melahirkan dan dokter kandungan yang menangani. 

Selama hamil, saya lebih sering control ke dr. Anna Fachruriyah, SPOG di RS Hermina Pasteur Bandung. Nyaman saja rasanya berkomunikasi dengan si dokter yang ceria dan enerjik ini. Juga encourage beliau yang selalu positif membawa energy positif untukku, terlebih di saat-saat berat seperti ketika aku mengalami Abortus Imminens maupun campak. Namun menjelang melahirkan dalam kondisi tanpa ART dan tidak dapat mengandalkan bantuan mertua lagi, maka saya memilih untuk melahirkan di RS Al Islam saja. Pertimbangannya tentunya lokasi yang sangat dekat dari rumah. Jadi nanti Abhi dan Sachi bisa menjenguk mama dan adik bayi kapan pun. Dan kalaupun nanti terpaksa melahirkan tanpa didampingi suami karena harus menjaga anak-anak, setidaknya bolak balik antara rumah sakit dan rumah tinggal kami tidak jauh. Yaaa walaupun tentunya harus menurunkan level kenyamanan, karena SPOG pilihan, ruang rawat dan service antara Hermina dan Al Islam belum seluruhnya setara. Ya maklum saja, tariff persalinannya saja sudah cukup berbeda jauh, jadi wajar bila servicenya juga berbeda. Tapi bismillah sajalah. Yang aku harapkan dalam persalinan ini hanyalah kemudahan bagi semua pihak, agar prosesnya tidak merepotkan banyak orang.

Kembali lagi, setelah menentukan RS tempat melahirkan nanti, aku memilih dokter kandungan yang akan membantu persalinan nanti. Di RS Al Islam terdapat 6 Dokter Kandungan, dr. Sunardi, SPOG, dr Rustama SPOG, dr Aldi SPOG, dr. Delle SPOG, dr. Ani SPOG, dan dr. Annisa, SPOG. Berhubung aku lebih nyaman dengan dokter perempuan, jadi opsinya tinggal 3 dokter saja.  Dan aku memilih dr. Delle SPOG karena faktor pengalaman dan kredibilitas beliau. Namun, dr. Delle jadwal praktek dan antriannya menyulitkan aku untuk control yakni di hari Senin, Rabu, Jumat pkl 09.00-12.00. Artinya untuk control ke dr. Delle aku harus masuk setengah hari saja karena untuk mendaftar, antri dan diperiksa menyita setengah hari sendiri. Sempat beberapa kali mengunjungi beliau, aku menyerah juga. Lagi-lagi atas nama kemudahan, aku memutuskan untuk control rutin ke dr. Annisa, SPOG saja.  Beliau praktek setiap Jumat dan Sabtu sore pkl 14.00-16.00. Sabtu kemarin adalah yang pertama kalinya kami berkunjung ke dr. Annisa, SPOG. Ternyata beliau seorang dokter muda. Kalau aku taksir, usianya mungkin sebaya denganku. Tak apalah. Toh aku bisa control sambil membawa serta kedua buah hatiku sekalian. Pemeriksaan oleh dr. Annisa juga cukup detail, tidak terburu-buru. Ia menjelaskan kondisi calon buah hatiku mulai dari kepala, kondisi mata, otak, Jantung, tulang belakang, posisi tangan, kaki, jenis kelamin, letak plasenta, volume ketuban dan seterusnya. Cukup detail menurutku. Beberapa pertanyaan yang kuajukan pun dijawab cukup memuaskan. Well, so far so good.

Bismillah, semoga nanti proses kelahiran adik bayi lancar dan bisa dibantu oleh dr. Delle Heliani SPOG atau sebagai 2nd option bersama dr. Annisa SPOG. Amiiin.

Doakan ya...

Ganbatte Tanpa ART


Lama tidak meninggalkan jejak di sini. Sudah hampir satu bulan terakhir bergulat dengan rutinitas yang cukup melelahkan. Yup, mbak Ani pulang. Daan..  tampaknya tak ada gejala mau kembali lagi. Ya sudah diikhlaskan saja. Satu tahun sudah dibantu sama mbak Ani, sudah sangat bersyukur. Tanpa ART, pastinya ada suka duka. Sukanya tentu privasi di rumah lebih terjaga. Anak-anak bisa dilatih disiplin sedikit-sedikit. Abhi sudah mulai bisa bersiap sekolah sendiri, mulai bangun tidur, mandi, berpakaian sampai siap berangkat. Alhamdulillah. Berbagi peran bersama suami pun juga sudah biasa kami lakukan. Saya sibuk di dapur, suami menemani anak-anak bermain. Atau saya beres mencuci, suami menjemur pakaian. Tidak ada yang tabu dalam hal ini. Maklum saja, kami berdua kan sama-sama bekerja. Kalau semua urusan rumah tangga mengandalkan istri, tentunya akan sangat berat jadinya. Thanks to my husband  yang tanpa malu dan sungkan mengulurkan tangan menyingsingkan lengan, halah…, demi membantu meringankan beban istrinya ini J   

Naaah duka tanpa adanya asisten rumah tangga itu tentu juga ada. Bangun subuh, dengan mata masih setengah watt sudah harus masuk dapur. List pekerjaan pagi sudah menunggu, mulai dari masak air mandi anak-anak, masak menu untuk sarapan merangkap makan malam hari itu, menyiapkan bekal sekolah kakak, nyuci ompol sachi, ditutup dengan mencuci piring dan merapihkan dapur. Lalu mandi, siap-siap ke kantor dan memandikan sachi. Semua harus dilakukan multitasking kalau mau semua beres. Oh ya semau harus selesai pukul setengah 7 pagi, karena waktunya untuk mengantar kakak sekolah dan berangkat ke kantor. Pulang kantor, setumpuk pekerjaan rumah tangga masih menunggu. Mulai menyiapkan makan malam, mandi anak-anak, nyuci baju. Jemur pakaian, terakhir mencuci piring bekas makan malam itu. Setelah menemani anak-anak sikat gigi, biasanya kami akan masuk kamar tidur. Sering kali aku tertidur saat menemani mereka tidur. Namun di tengah malam biasanya aku tetap bangun untuk menyiapkan perlengkapan sekolah Abhi, pakaian dan barang-barang Sachi. Sabtu minggu ditambah lagi menyelesaikan tumpukan setrikaan pakaian. Hmm lelah? Tentunya. Apalagi dalam kondisi hamil tua yang kini sudah memasuki 9 bulan di kandungan. Tak hanya fisik danmun juga emosi kadang tersita. Namun yang paling berasa adalah  quality time bersama anak-anak dan suami yang terasa berkurang. Terkadang quality time aku manfaatkan dengan mengajak Sachi mencuci piring berdua, atau mengajak anak-anak melipati pakaian bersama-sama sebelum disetrika. Namun, sering juga aku melarang mereka menggangguku di dapur. Karena tubuhku rasanya begitu lelah untuk sekadar mengeringkan lantai yang basah karena piring yang dicuci anak-anak. Atau melarang mereka bermain kotor-kotoran karena malas untuk merapihkan rumah dan memandikan mereka yang kacau balau. Well, salah tentunya, namun apa daya terkadang lelah tak sanggup dilawan lagi. 

Yang paling berat dalam kondisi tanpa ART adalah tidak ada yang menjaga Sachi L Sementara untuk mendaftar daycare apalagi daycare incidental sekarang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Waiting listnya panjaaaaang. Kalaupun ada, terkadang tidak sesuai dengan harapan saya. Kasihan juga Sachi harus dilepas di lingkungan yang tentunya dia belum nyaman. Di saat-saat seperti ini dilema sebagai ibu bekerja selalu diuji. I’m sorry kids, wish I can do more L Sementara ini Sachi sering kami bawa ke kantor papanya. Disana terdapat ruangan anak yang tidak digunakan. Ruangan ini kami fungsikan sebagai daycare buatan. Diboyonglah kasur dan mainan Sachi. Sebagai pengasuh, pegawai fotokopi kami alih fungsikan sebagai pengasuh incidental. Toko ditutup dulu sementara. Oh ya walaupun pegawai ini tentunya asing juga buat Sachi, namun setidaknya Papa dan aku bisa bergantian mengontrol Sachi sepanjang hari. Terkadang juga bila nenek sedang ada di Bandung, Sachi kami titipkan pada neneknya. Hanya saja sekarang nenek lebih betah di Jawa nampaknya. Aku pribadi ingin sekali mendatangkan Opa dan Oma ke Bandung. Namun sayangnya Opa dalam kondisi kurang sehat sekarang, jadi aku pun tak sampai hati merepotkan beliau. Hiks hiks…

Nampaknya perjuangan mencari ART akan terus berlanjut. Hari ini saja sudah mencoba menghubungi beberapa penyalur. Juga titip dicarikan pada beberapa rekan kerja, titip pada ART teman dan seterusnya. Hasilnya masih Nihil.

Yang meresahkanku tentunya menjelang due date lahiranku nanti. Harus ada yang menjaga anak-anak ketika suamiku nanti mendampingiku melahirkan. Atau aku harus melahirkan tanpa didampingi suami? Huhuhu sedihnyaaa…. Semoga segera dikasih rejeki ART yang baik hati sebagai rejeki adik bayi, ya Nak.

So… Ganbatte Mama, Abhi, Sachi dan Papa. Perjuangan belum berakhir.

Apalah Arti Sebuah Nama


Nama adalah doa. Mau tak mau memaksa aku dan papanya anak-anak berargumen panjang mengenai nama yang akan kami berikan untuk si calon bayi. Dulu sewaktu Abhi lahir, rasanya tak sesulit ini mencari sebuah nama. Mungkin karena dulu belum ada pagar-pagar yang membatasi, jadi bebas sesuka hati.

Abhi Ahmad Alizachrei, nama putra pertama kami. Kalau namanya diartikan, maka panjaaang sekali doa mama papanya. Maklum anak pertama. Biasanya yang mendengar pun akan tersenyum dan mengucapkan “Amiiiiiiin” saking panjangnya itu doa. Abhi artinya lelaki tangguh. Ahmad artinya terpuji, kependekan dari Muhammad, Nabi kami. Ali artinya mulia. Zach artinya selalu mengingatNya, dan Rei artinya pandai bersyukur. Tuuh kan panjang kan doanya hihihi.

Sakura Aisha Sachiara, nama putri cantik anak kedua kami. Secara arti lebih singkat dibanding kakaknya. Sakura karena ia lahir di negeri sakura. Kata papanya, juga supaya anak perempuan kami pun bernama bunga seperti mamanya, Lily. Aisha dari istri nabi yang sholeha, cerdas dan berani, Siti Aisyah. Sachi dalam bahasa Jepang artinya bahagia, dan Chiara dalam bahasa Itali artinya selalu bersinar. Intinya mendoakan putri cantik kami selalu bahagia dan bersinar dalam hidupnya.

Nah yang membuat kami menjadi sulit mencari nama untuk anak ketiga ini sebetulnya karena batasan yang kami buat sendiri. Kenapa bisa? Lets see.. Papa ADI, Mama LILY, Kakak ABHI, Neng SACHI. Naaah berasa ada yang sama kah? Iya, semua nama panggilan kami berakhiran –i. Otomatis dong anak ketiga ini inginnya juga berakhiran huruf –i. Kenapa harus? Yaa ga harus sih tapi biar enak aja nyebutnya hihihi. Udah gitu si sulung Abhi sebagai kakak tertua juga mau dilibatkan dengan mensyaratkan ke mama papanya kalo adiknya nanti namanya juga harus berending –i. Biar adil, ceunah. Ya sudahlah, DEAL. Next, nama Abhi dan Sachi, total huruf di namanya kok ya sama 19. Jadi kadang iseng banget, nama panjang si calon bayi mau dipasin juga sama seperti kakak dan ayuknya. Ini sih ga mutlak, sekadar iseng emak bapaknya aja :D Ga jelas yaaa..

Yang jelas proses hunting nama untuk si bayi ini kadang jadi momen ledek-ledekan antara si emak dan si bapak yang masing-masing punya argument sendiri. Kadang lucu, kadang bikin jengkel, terutama kalau idenya ditolak mentah-mentah. Begini contohnya..

Pap : “ Gimana kalo namanya Sakti.”
Mam : “ Haaah Sakti? Ga salah tuh.”
Pap : “Bagus lagi. Kan akhirannya –I, terus kesannya kan kuat.”
Mam : “Iyaa sekalian aja nama panjangannya nanti SAKTI MANDRAGUNA yaaaaa.”

Papa manyun, mama ketawa :D

Mam : “Mending Satria aja Pa daripada Sakti.”
Pap : “ Iyee. Terus nanti nama panjangnya sekalian SATRIA MADANGKARA aja ya ma.”

Gantian mama manyun, dan papa ketawa puas. Hasilnya, dua-duanya coret dulu sementara :D

Di lain waktu, ada juga si papa yang suka banget nama Ken atau Kai. Konon asal muasalnya si papa pernah mimpi punya bayi kembar yang namanya Ken dan Kai itu, dulu sih waktu masih single. Jadinya suka aja katanya. Alasan yang tak nampak kuat.

Pap : “Ken aja ma, atau Kai. Kan akhirannya –I tuh.”
Mam : “Ah ga mau, nanti kalo udh gede, anak-anak itu suka pada ledek-ledekan di sekolahnya. Nanti si bayi namanya diplesetin kan kasian. "

Terbayang di kepala emaknya, nama Ken bakal diplesetin jadi -maaf- kent**. Duuuh ga tegaaaa.

Atau perdebatan ga jelas yang ini.
Mam : “Gimana kalo Bumi pap, ujungnya juga –i. Kayanya lucu juga.”
Pap : “Ga ah, mirip dengan siapa itu yang  sering diinfotainment, Uztad G***** Bumi.”
Mam : Gubraak… Kok bisa kepikiran sampe kesana yaaaa si papa

Diam sesaat. Hening melanda. Ide habis. Suram sudah nampaknya.

Pap : “Abhi kan namanya udah campur-campur tuh bahasa arab, jepang, sansekerta. Sachi juga udah nama jepang, arab, itali. Nah yang ini namanya Indonesia sekali aja. Jawa kuno ato sansekerta bagus juga.”
Mam : “Iya boleh aja, sansekerta juga bagus kok pa.”

Si mamah berbinar-binar, nampaknya si papa ada ide bagus.  Tumben banget.

Mam : “Terus siapa dong namanya Pa?”
Pap : “Gini ma, tau Balaputradewa kan. Itu kan Raja Sriwijaya kelahiran Jawa. Pas banget kan tuh BALAPUTRADEWA, mama dari Palembang, Papa dari Jawa.”

Mama bengong tak percaya, Ini serius atau ngeledek ga nampak lagi bedanya. Nampak putus asa.

Mam : “Hooh pa bagus banget, udah aja sekalian aja dinamain Ken Arok atau Tunggul Ametung.”

Papa ganti terpana. Nampak Speechless. Suram sudah dunia.

Daaan perdebatan ini sudah berlangsung selama 30 minggu saudara-saudara, seusia si adik bayi dalam kandunganku. Hasilnya sampai sekarang NIHIL. Sebuah nama indah memang mahal idenya. Semoga  nanti menjelang lahiran atau maksimal hingga tiba waktu aqiqahnya nanti, ide nama itu akan hadir. Maklumlah mama dan papanya ini tipikal deadliner sejati, yang ilhamnya tak kunjung hadir kecuali sudah mepet ^_^

Gapapa ya nak, lets enjoy our moment without a name. Simply to call u, ADEK BAYI.