Catatan Lydia

Catatan Lydia
Blog ini didedikasikan untuk anak-anakku tercinta, Abhi Sachi dan Samy yang mewarnai hidupku dengan kebahagiaan. Tulisan-tulisan di blog ini menjadi saksi, betapa berartinya kalian untuk mama. Kelak ketika kalian besar nanti, memori indah yang tertulis di blog ini akan selalu kita kenang bersama. I love U Nak..


Rabu, September 07, 2011

Kisah Pukul 9 Malam

Jam sudah menunjukkan lebih dari pukul 9 malam, ketika aku tengah menemani adek sachi bobo bersama kakak abhi. Papa di luar kamar sedang membereskan dokumen-dokumen pentingnya. Tak lama terdengar suara pintu diketuk, bisa dibilang digedor karena kencangnya suara dari pintu itu.

Dokkk dokkkk dokkkkk. Doookkkkk, suaranya terdengar lagi.

“Ya ampun siapa sih bertamu malam-malam begini, mana pake gedor gedor lagi,” gerutuku dalam hati berusaha menenangkan sachi yang sedikit terbangun karenanya.

Sayup-sayup terdengar pintu dibuka suamiku. Rupanya di depan pintu berdiri dua gadis kecil yang dengan polosnya berujar, ”mau ngajak main kakak abhi.”

Suamiku terperangah seraya melihat ke arah jam, meyakinkan diri bahwa memang jarum sudah menunjukkan pukul 9 lebih di hari Selasa. This is not even a weekend. Sesaat kemudian suamiku tersenyum, tak lama berujar lembut pada keduanya.

“Maaf ya nak, tapi abhi sudah tidur. Ini kan sudah malam. Pulang ya ke rumah.”
“Ga mau. Ga mau pulang. “
“Besok lagi ya mainnya. Sekarang pulang dulu ya. Nanti mamanya nyariin.”
“Ga mau pulang. Mama pergi. Di rumah ga ada orang” ujarnya lugu.

Terus terang sebagai ibu aku kaget dan lemas mendengarnya. Membayangkan dua anak balita, helloooo... masih balita, yes it means Bawah Lima Tahun. Balita tanpa pendamping berkeliaran di malam hari. Suatu hal yang tidak mungkin berani aku lakukan. Tak khawatirkah anak-anak ini dapat saja jadi korban kejahatan, entah itu kriminal murni, penculikan, seksual atau amit-amit apapun itu. Nauzubillah.. Katakanlah tempat tinggal kami memang kompleks tertutup, tapi apakah itu sebuah pembenaran?

Juga bukankah angin malam jelas tidak baik bagi kesehatan, apalagi bagi tubuh mungil mereka. Dan yang paling penting, terutama adalah kemana hilangnya disiplin dan didikan bagi anak kalau hingga malam hari mereka masih saja diluar dan bermain. Entahlah, tapi batinku teriak. Yang aku tahu dan aku yakini bahwa malam hari selayaknya anak apalagi BALITA berada dirumah, bersama kehangatan dekapan keluarga, Mama dan Papa, atau minimal siapa pun itu yang bisa mendampingi.

Kesibukan aktivitas orang tua, entah itu kantor, bisnis, membangun relasi menjadi justifikasi. Namun apakah membiarkan anak bebas melakukan apapun menjadi suatu bentuk pengajaran akan makna tanggung jawab, akan makna kebebasan bereksplorasi? Tanpa batas, tanpa aturan? No no no.

Aku pun manusia biasa. Seorang ibu yang juga tak lupa dari khilaf. Terkadang marah, terkadang alfa. Tapi kejadian malam tadi sungguh mengusik hatiku. Sedemikian bebaskah keluarga masa kini. Di tengah gempuran beragam media, di tengah berbagai fasilitas yang digembar-gemborkan mampu mendongkrak softskill, brainskill anak atau apapun itu. Cukupkah semua itu menggantikan peran kita mendidik mereka?

Lantas dimanakah fungsi  orang tua? Dimanakah kita?

Dan malam semakin larut saat kedua bocah perempuan tadi berhasil dibujuk suamiku untuk pulang ke rumah disertai sedikit rayuan gulali-gulali.
***

Dimana anda saat si kecil dengan bangga mampu mengganti bajunya sendiri?
Adakah anda disampingnya ketika ia terjatuh saat belajar naik sepeda?
Sempatkah anda memberikan ciuman dan pelukan hangat sebelum ia tidur tadi malam?


Tataplah mata anakmu dalam-dalam, lihatlah ia dan anda akan temukan jawabannya.
Sudahkah kita luangkan waktu yang seharusnya untuk buah hati kita?

Bandung, 7 September 2011


Tak hendak bergaya sempurna, tapi ingin sekali menuju kesana bersama keluarga kecil kami. Mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan. It’s just me and my own thinking.