Catatan Lydia

Catatan Lydia
Blog ini didedikasikan untuk anak-anakku tercinta, Abhi Sachi dan Samy yang mewarnai hidupku dengan kebahagiaan. Tulisan-tulisan di blog ini menjadi saksi, betapa berartinya kalian untuk mama. Kelak ketika kalian besar nanti, memori indah yang tertulis di blog ini akan selalu kita kenang bersama. I love U Nak..


Rabu, Oktober 21, 2009

Wanita Tangguh

Maryam nama ibuku. Nama yang indah kan.. Punya Papa bernama Lukman dan Mama bernama Maryam bangga lho karena semua adalah tokoh islam yang terkenal cinta keluarga. Dan benar itu aku rasakan. 

Wanita Tangguh 

Jika Papaku adalah tipikal pria rumahan, maka mamaku adalah tipe sebaliknya. Mama adalah pekerja dan pebisnis sejati. Mungkin perbedaan itulah yang menyatukan mereka, saling melengkapi sepanjang umur pernikahan mereka. Masa kecil mama diisi dengan belajar dan bekerja. Itulah yang membentuk beliau sangat mengagungkan pendidikan. Semasa kecil, kehidupan mama sulit. Beliau adalah anak perempuan dari tujuh bersaudara yang semuanya perempuan. Entahlah.. apakah gen perempuan ini menurun hingga aku pun memiliki saudara yang kesemuanya perempuan. Mama besar ditengah orang tua yang memiliki pola pikir tradisional dimana perempuan tidak perlu sekolah, tidak perlu pintar, perempuan hanya cukup di dapur, menjadi istri dan melahirkan anak-anak, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang kurang mendukung. Tapi mama berbeda. Tekad yang kuat dalam hatinya membuat beliau memberontak. Beliau bertekad untuk terus meraih mimpinya sekolah setinggi-tingginya, meninggalkan kebodohan dan maju dalam hidup. Kakek dan nenekku adalah petani, keduanya menggarap sawah dan kebun di desa Campang Tiga di kabupaten OKU, Sumatera Selatan. Untuk bisa bersekolah, mama harus mencari jalannya sendiri di tengah keterbatasan yang ada. Mama harus mencari uang sendiri untuk sekolah, harus bersusah payah demi pendidikan yang lebih baik. Sempat tinggal di kota Palembang, kakek dan nenek memutuskan kembali ke desa. Mama memutuskan tetap tinggal di Palembang, mengikuti keluarga besar disana demi bisa melanjutkan kuliah. Namun bukan berarti lantas kehidupan menjadi mudah. Walaupun di rumah keluarga, bagaimanapun juga mama harus mampu bersikap dan menempatkan diri. Mama juga membantu menyiapkan keperluan anggota keluarga yang diikutinya dengan ikhlas. Dahulu mungkin hal seperti ini tampak lumrah, namun tanpa kemauan dan tekad, hidup tidak akan berubah. 

Kata mama, zaman dahulu, mana ada kiriman uang dari orang tua seperti sekarang. Mama harus mandiri, dan untuk bisa berkuliah, mama harus memutar otaknya mencari tambahan uang. Mungkin inilah yang membuat beliau kreatif dan mengasah bakatnya menjadi businesswoman. Mama sering merajut benang menjadi bermacam hiasan, taplak meja, boneka, dan lainnya. Kata mama, terkadang teman-teman kuliah begitu baiknya mau membeli rajutan mama. Namun bila tidak dibeli, maka mama mendatangi beberapa kenalan untuk menjual rajutannya demi mendapatkan biaya kuliah. Sering kali mama berjalan kaki puluhan kilo meter menuju tempat kuliah karena tidak punya uang transport sama sekali, sehingga sesampainya di rumah, kaki bengkak-bengkak dan mama menangis karenanya. 

Ketika tubuh sudah begitu letih, mama sering tidak masuk kuliah, namun teman-teman berbaik hati meminjamkan catatan kuliah sehingga mama tetap bisa mengejar kuliahnya. Selain berjualan rajutan, mama pernah berjualan rokok juga. Hmm suatu hal yang tidak pernah aku bayangkan untuk melakoninya. Apapun mama tempuh untuk meraih mimpinya dan mama memang berhasil mewujudkan angannya itu karena jerih payah beliau. I’m proud of you Mom. 

Berjiwa entrepreneur

Mama itu jiwa bisnisnya tidak pernah hilang. Aku ingat dulu mama rela menukar mobil Daihatsu putih kesayangannya dengan 3 buah rumah susun. Kata mama kalau mobil tua itu dijual, hasilnya tidak seberapa karena nilai yang terus turun setiap tahunnya. Mama mungkin terbilang nekad, karena di zaman itu rumah susun sepi peminat. Teman-teman mama malah banyak menjual kembali rumah susun mereka karenanya. Mama tetap yakin pada perhitungannya. Begitu selanjutnya sedikit demi sedikit mama mengumpulkan uang dan ditukarkan dengan rumah-rumah susun itu. Alhamdulillah perhitungan mama tepat, saat ini rumah susun laku keras, sewanya pun tidak pernah kosong. Kata mama lumayan untuk bekal pensiun supaya tetap mandiri dan tidak bergantung pada anak-anak. Oh ya uang rumah susun itu pun mama putar lho, sekarang uangnya sudah bisa untuk membeli dua rumah kos mungil di bandung. 

Mama memang pandai mengelola perputaran uang yah. Kata mama, gaji sebagai pns tidak seberapa, jadi harus pandai-pandai mengelolanya. Sebagian untuk kebutuhan sehari-hari, sebagian ditabung dan diputar dalam bentuk usaha. Sewaktu kuliah dulu, mama jugalah yang mengajarkan aku dan kakakku cara menambah uang bulanan. Walaupun kehidupan kami saat itu sudah lebih baik, namun kami masih dibiasakan hidup seadanya. Kami harus pandai mengelola uang saku yang saat itu besarnya cukup menopang makan sederhana kami selama satu bulan, karena bila tidak pandai maka nasibnya akan jadi seperti aku. Dulu di awal kuliah, aku belum terbiasa mengatur keuanganku sendiri. Aku kerap mengeluarkan lebih banyak uang di awal-awal bulan. Sehingga di akhir bulan, aku kewalahan. Akhirnya terpaksa, sepanjang hari makan dengan lauk nasi ditemani satu buah kerupuk sampai menunggu tibanya awal bulan. Hahaha.. 

Back to topic, untuk menambah uang saku aku dan kakakku sering berbelanja pakaian di bandung, untuk kemudian dijualkan lagi secara kredit di Palembang. Kata mama, kalau mau uang lebih ya usaha dulu. Itu benar-benar pelajaran berharga bagiku dan ternyata mendapatkan uang tambahan itu memberikan kebahagiaan dan kepuasan tersendiri, karena ya hasilnya memang dari usaha sendiri. Selepas kuliah pernah aku, suamiku dan kakakku nekad patungan uang untuk bisnis kecil-kecilan. Alhamdulillah berjalan cukup lancar dan modal kembali cepat, mama bersemangat memotivasi kami agar bisa mengembangkan usaha tersebut. Beliau mendorong kami memiliki CV sendiri. Berkat beliau kami sekarang kami memiliki usaha kecil-kecilan di bidang fotokopi. Beliau lah konselor utama kami, penyemangat kami. Mama cenderung berani berbisnis. Kata mama, kalau tidak berani, bisnis tidak akan maju. Bravo… 

Pendidik sejati 
Mamalah pendidik kami yang sejati. Mama mengarahkan kami anak-anaknya dalam hal pendidikan dan keterampilan. Mama memang seorang working mom, perempuan bekerja, namun pendidikan dan pertumbuhan kami tidak pernah lepas dari pengamatannya. Mama pernah bilang ‘mama saja yang sekolah sedemikian susah, bisa menjadi sarjana. Mengapa kalian yang dicukupi fasilitas tidak bisa. Kalian harus bisa lebih dari itu’.  Pacuan demi pacuan motivasi diarahkan beliau setiap kali kami pesimis ditengah prestasi yang menurun. Mama berkata ‘si A (juara kelas) itu makannya nasi, kalian juga makan nasi. Sama saja, jadi berusahalah lebih baik. Pasti bisa’. Mungkin itu salah satu sebabnya kami mewarisi kegigihan mama. Pantang menyerah walau jatuh berkali-kali, walau gagal terus mecoba. Jika sudah mengusahakan yang terbaik, setidaknya tidak akan ada penyesalan. Itu salah satu yang aku tanamkan juga ke anak-anakku sekarang. 

Mama itu benar-benar motivator sejati. Kata-kata beliau yang terkadang pedas, memang ampuh melecut kami supaya gigih berusaha. Dulu waktu aku kecil, mama tidak suka melihat kami bermain permainan anak-anak pada umumnya, seperti bentengan, karet yeye, sepeda dan seterusnya. Beliau lebih suka kami bermain yang mendidik. Sering kali beliau memanggil aku dan teman-temanku untuk bermain saja di rumah, kemudian beliau akan membimbing kami bermain cepat-tepat, main tebak-tebak gambar dalam bahasa inggris, berhitung dalam logika (dulu sih istilahnya mencongak), sampai tebak lagu dan bernyanyi. Selain itu, mama juga mengarahkan kami untuk pandai menari, mungkin karena mama tau kami tidak berbakat menyanyi seperti beliau. Hahaha.. 

Semasa kecil kami sering mengikuti kursus menari, beberapa kali kami mengisi acara menari di TVRI lokal. Kebetulan pula kami lima bersaudara ini perempuan semua, sehingga setiap kali ada keluarga yang hajatan, maka pasti kami berlima akan menari. Dulu Kak Lia dan Keke yang tertua langganan menari tanggai, sementara meicy, aku dan erni yang masih kecil-kecil menari tari kreasi. Setelah dewasa, gantian aku dan meicy yang mengisi tari tanggai. Begitu seterusnya hingga aku lulus sma, dan meninggalkan kota Palembang. Kegiatan menari ditinggalkan sama sekali, walau kadang rindu juga untuk bisa menari lagi seperti dulu. 

Selain seni, mama juga mewajibkan kami kursus bahasa inggris. Sekarang mungkin lumrah saja anak-anak ikut kursus bahasa, seni, olahraga dari usia dini. Jaman dahulu? wah bisa dihitung dengan jari. Setahuku teman-teman seangkatanku tidak ada yang mengikuti kursus serupa. Tapi mindset mama yang jauh ke depan memang luar biasa. Jadi pertama kursus bahasa aku masih kelas 5 SD, hingga di bangku SMA kelas 2 baru aku bebas dari kursus bahasa ini. Itupun bukan karena berhenti, tapi karena ya memang akhirnya lulus. Coba tuh dihitung.. berapa tahun ya.. wow 7 tahun berturut-turut :D Kerap kali aku mengalami kejenuhan selama kursus, berkali-kali mengutarakan keinginan untuk berhenti namun semua ditolak mentah-mentah. Jangankan berhenti, tidak masuk satu kali saja mama bisa marah. Haruss…., hehehe. Dan aku selalu menurut. Iyalah.. kan anak baik hahaha. Ga lah, memang harusnya kami yang malu dengan mama. Di umur beliau yang tak lagi muda saja, beliau kerap mendampingi kami kursus khususnya ketika les privat di rumah, baik itu les english maupun les mengaji. Mama turun menjadi contoh langsung. Malah karena keterusan, akhirnya beliau menjadi peserta kursus seperti halnya aku. Bahkan ketika akhirnya aku pindah les di bimbingan belajar di luar, les private bahasa masih dilanjutkan di rumah, dengan mama sebagai peserta tunggal. Hahaha.. memang semangat belajar mama luarrr biasa.. 

Aku masih ingat sekali, dulu setiap kali kami menempuh ujian akhir, mama juga turun tangan langsung mengajari kami. Beliau menguji kami dengan banyak pertanyaan. Setiap kali kami ujian, mama pasti akan mengurung diri di kamar, mendoakan anak-anaknya. Mama lah yang selalu tegang luar biasa setiap kali kami ujian. Ah tak akan sanggup rasanya melihat kekecewaan di wajah itu dan tentu betapa bahagianya melihat sinar wajahnya menyaksikan prestasi kami. Inilah salah satu yang kuyakini memacu aku dan saudara-saudaraku untuk terus maju. 

Cinta Seni 
Mama itu senang sekali menyanyi. Di setiap senggangnya beliau senang menyanyi, di kamar mandi sambil mandi, di dapur sambil masak, sampai di hajatan-hajatan pun beliau sering menawarkan diri menyanyi, hehehe. Kalau dirumah, beliau senang memutar kaset-kaset lagu lama atau berkaraoke ria. Tapi karaoke akhir-akhir ini sudah sangat jarang, sebab sepi peminat di rumah hehehe. Papa anti banget nyanyi, paling senyum senyum aja liat mama soalnya kalau papa nyanyi sering diledek sih sama mama :D Btw aku sampai hapal lo lagu-lagunya mama, “angsa putih berenang… meluncur dengan tenang..di telaga yang sunyi.. berkelana sendiri” hehehe. Ga tau deh itu lagu jaman kapan. Tapi kalo kebetulan denger lagu-lagu lama itu, jadi teringat dengan mamaku tersayang. 

Perempuan harus serba bisa
Masa kecil kami dididik mama untuk tidak manja. Kami harus bisa mandiri untuk melakukan segala hal. Yang lebih besar harus membantu yang lebih kecil. Semua punya kewajiban masing-masing di rumah. Pembagian tugas sudah diatur sedemikian rupa. Kak lia memasak, keke urusan menyapu dan ngepel, meicy mencuci piring, aku mencuci pakaian, erni seksi lap-lap dan membersihkan kaca-kaca. Hehehe masih ingat aku dengan pembagian kerjaan ini. Mama pandai membuat kami melakukan pekerjaan dengan senang, terkadang kami menyikat teras bersama-sama, dan mama membiarkan kami bermain selang, plesetan di air sabun, siram-siraman dan seterusnya selama pekerjaan bisa kami selesaikan. Selain itu kadang kala kami membantu papa membersihkan mobil didepan rumah. Beberapa tetangga kadang menatap heran melihat anak-anak perempuan naik-naik di atas kap mobil, atau di kolong mobil sambil bersemangat membawa sikat dan sabun. Hehehe perempuan harus serba bisa kan. Pun melihat kami perempuan2 ini mendorong mobil papa yang terkadang mogok.. mengangkat kulkas rusak ke mobil.. dan seterusnya. 

Pernah ketika kunci rumah tertinggal di dalam garasi, aku diijinkan mama memanjat dinding rumah dua lantai yang cukup tinggi dan berbatasan dengan tetangga, meloncat ke kayu pohon milik tetangga untuk bisa meraih lantai dua rumahku. Dan horeee… aku berhasil berada di lantai dua, turun tangga ke garasi, dan kunci rumah kudapat. I had a fun time actually hehehe. Mama pasti takut dan khawatir, tapi ada trust yang beliau tanamkan kepada kami.

Panik
Seperti umumnya kaum perempuan, mamaku ini tipikal ibu yang panik khususnya menghadapi anak-anak yang sakit. Dulu ketika kami semua masih kecil, papa sekolah di bogor. Mama menempati rumah di darmapala yng dulu kondisinya belum seperti sekarang, sepi dan gelap. Kata mama, lampu jalan saja tidak ada, kalau malam tiba, benar-benar mengerikan. Satu waktu pernah kami sakit bersamaan, 5 anak masuk rumah sakit bersamaan, kak lia dan keke mengalami luka karena terkena pecahan botol, meicy radang paru, aku diare, dan erni yang baru lahir sesak nafas. Bisa dibayangkan betapa stresnya ibuku saat itu bukan? Tanpa papa yang menguatkan hati, mama panik sekali. Mama suka trauma dengan anak yang sakit. Sampai sekarang kalau kami sakit sedikit saja, mama langsung panik.. sudah ke dokter belum.. sudah makan obat belum… walau itu hanyalah common cold saja. 

Working Mom yang cinta bekerja
Aku bangga dengan mamaku, walaupun beliau adalah seorang working mom, tapi beliau tak pernah meninggalkan kewajibannya terhadap kami. Bahkan aku bisa menyusu ASI sampai usia 4 tahun loh.. hehehe abhi.. kamu kalah nak sama mamamu ini (abhi disapih 2thn3bln). Mama benar-benar cinta bekerja. Pernah karena suatu hal, mama dimutasi. Pindah ke tempat dinas baru, sementara di tempat barunya bos lama menyepelekan mama karena beliau seorang perempuan. Jaman dulu perempuan memang tidak lumrah untuk memimpin. Beda sekali dengan jaman sekarang. Tidak ada pekerjaan diberikan buat mama. Mama tertekan, beliau sampai sakit karenanya. Hari-harinya kurang bersemangat seperti biasanya. 

Jujur dahulu aku berharap mama di rumah, menemani kami semua. Namun melihat itu aku menyadari mama sangat cinta bekerja. Aku menyadari, bekerja adalah bagian hidup mama dan itu yang membuatnya bahagia. Aku ingat binar-binar di mata mama yang dengan semangat menceritakan lingkungan kerja dan setumpuk pekerjaannya. Sekarang, aku mendukung mama apapun pilihannya. Setelah pensiun sebagai pegawai negeri, sekarang mama aktif di komisi perlindungan anak. Mama senang karena masih bisa bekerja dan aktif di usianya yang ke 60 saat ini. Katanya melatih otak biar ga pikun.. Hehe salut untuk mama.. Mama itu memang tidak pernah bisa diam. Kalau sedang tidak ada kesibukan, beliau senang memasak buat keluarga. Mama jago masak lho… Menu favorit buatan mama yang paling aku suka itu sambal goreng hati ayam.. mak nyusss… Mama juga senang membuat kue basah ataupun kue kering. Bahkan saking semangatnya beliau sampai ikut kursus kue segala, beli oven-oven dan mixer yang guede banget gitu.. yang biasanya dipake industri kue beneran.. Hasil buatannya biasanya mama bagi buat kami sekeluarga dan buat temen-temen kantornya. Mama memang berbeda sekali dengan anaknya yang hobi rebahan hahaha. Two thumbs up for my mom. 

Ceplas-ceplos juga pendiam 
Mama adalah orang yang spontan. Apa yang beliau ungkapkan, memang itulah adanya yang ada dibenak beliau. Mama ceplas-ceplos dalam berkata-kata. Kadang beliau menyampaikan sesuatu yang jauh di depan. Kata mama, memikirkan segala sesuatu jauh ke depan itu penting supaya siap dengan segala konsekuensi di kemudian hari. Sebenarnya mamaku orang yang pendiam, seperti halnya aku dan ayahku. Ada juga yang bertanya-tanya, sebegitu pendiamnya keluarga kami sampai menebak bahwa rumah kami sepi dari kata-kata. Padahal orang lain tidak tahu, kami ini hanya diam di luar rumah saja. Begitu bertemu dan bercanda, hehehe kadang aku dan mama tertawa cekikikan sampe menitikkan air mata segala lho… Tapi kata-kata mama itu memang begitu pedas, walau sebenarnya maksud beliau itu baik. Apalagi jika beliau sudah mulai mengungkit-ungkit sejarah, dosa-dosa dan aib anaknya jaman dahulu kala. Berulang-ulang tanpa bosan. hahahaha. Maapin ya Mak. Tapi memang begitu. Bicara pada mama harus siap mental, siaplah dengan pedasnya komentar mama. Bicara pada mama itu soal keputusan itu ibaratnya adalah ujian tahap akhir, kalau siap, maka anda lulus sodara-sodara.. artinya kita sudah benar-benar siap dengan keputusan yang kita ambil. Tapi kalau tidak siap, jangan harap anda lepas dari bullyan hehehe.

Menikmati hidup seadanya 
Mama mendidik kami untuk bisa menikmati semua apa adanya. Tidak ada sepeda, tidak ada uang jajan. Kata mama kalau lapar, bawa makanan dari rumah. Kalau mau sepeda, biar sampai nangis darah ga akan mama belikan. Hehehe.. mama gitu lohh.. Oh ya.. guess what.. kami satu keluarga dulu pernah lho pake satu motor saja ke rumah kakek, padahal semua enam orang (erny belum lahir). Kak lia dan keke berdiri didepan papa, kemudian papa, di belakang papa ada meicy, baru kemudian mama sambil menggendong aku yang masih bayi. Motornya aku masih inget banget vespa tua berwarna biru kesayangan papa. Hahaha jaman-jaman hidup sulit. Kalau dibayangkan sekarang.. gileee looo.. berenam gitu loh naik motor.. serem amat :D Mama aja suka meringis kalau ingat masa itu, nekad amat kata beliau.. yahh demi anak-anaknya yang kekeuh pengen ke rumah kakek masa itu. Suka kangen dengan rebutan nasi padang satu bungkus berlima atau sebungkus sate 10 tusuk buat sekeluarga. Terbiasa dididik hidup apa adanya tanpa berlebihan membuat kami sangat-sangat bersyukur dan menghargai hidup.

Figur mama yang kuat dan pantang menyerah melekat dalam hatiku. Mama selalu bersemangat menjalani hari-harinya.. optimis selalu. Mama.. terima kasih telah mengajarkan kami bentuk kehidupan. Terima kasih atas segala didikanmu. Mamaku memang hebat.. aku bangga pada mama. Doakan kami ya ma, semoga senantiasa tangguh sepertimu, mensyukuri hidup yang telah diberikanNya dan mendidik anak-anak kami dengan baik. Aku berharap selalu bisa membahagiakanmu. Robbighfirlii wali-walidaia warhamhuma kama rabbayanii soghiira..

Selasa, Oktober 13, 2009

Lelaki Terbaik

Lukman Hakim Taslim itu nama beliau. Papaku ini adalah lelaki terbaik sepanjang hidupku. Beliau lah sosok laki-laki satu-satunya dalam keluargaku sehingga seperti beliau lah figur laki-laki ideal yang melekat dimataku. Namun dibalik kelebihan dan kekurangan beliau, tetap saja beliau adalah panutan hidupku yang sangat aku cintai.. Menuliskan ini membuatku tertawa, menangis haru, dan bahagia. I Love u Papa.

Pribadi yang unik 
Papaku merupakan pribadi yang sangat unik dan berbeda dari kebanyakan orang. Bila umumnya kita sering menemukan pribadi yang baik dan manis dimuka umum, kemudian menjadi pribadi yang apa adanya dan cenderung keras dalam keluarga.. maka papaku ini pribadi yang justru berkebalikan. Bagi orang lain, beliau adalah orang yang sangat-sangat keras, bahkan tingkat kesabaran beliau menghadapi orang lain tampaknya sangat-sangat terbatas. Hehehe… tidak terhitung jumlah korban kemarahan beliau.. baik di jalan, di kampus, artis dan pejabat di tv pun tak luput dari komentar beliau. Kalau anda laki-laki, maka anda harus bersiap-siap menghadapi beliau karena prosentasi kerasnya beliau akan jauh lebih besar hehehe. 

Kalau aku tanya kepada mama kenapa papa seperti begitu membenci laki-laki, mama menjawab bahwa papa membenci lelaki yang tidak serius dan menghargai hidup. Beliau tidak dikaruniai anak laki-laki, sehingga di mata beliau, menjadi anak laki-laki adalah anugerah yang harus dijaga luar biasa. Menjadi lelaki harus serius dan sukses karena laki-laki lah pelindung kaum wanita. Sehingga aku pun bisa memaklumi betapa beliau sangat membenci dengan teman-teman laki-laki di masa kecilku yang tergolong nakal dan sering berkelahi. 

Aku masih ingat betul, dulu di komplek kami pernah ada tetangga yang nakalnya luar biasa. Pagi itu si tetangga ini iseng mengganggu tanteku yang sedang membersihkan bagian depan rumah. Begitu jahilnya sampe tante menangis. You know what… papaku marah besar.. beliau keluar rumah dan mengejar anak laki-laki itu keliling komplek.. Asli kejar-kejaran.. sampai mama hanya bisa mengelus dada.. Pun ada anak tetangga yang melempari rumah kami dengan batu, maka papa mendatangi rumah orang tuanya sambil menegurnya. Dulu kami ketika SD, aku dan kedua kakakku ikut antar jemput mobil sekolah. Naah di mobil itu ada anak laki-laki yang dengan sengaja memukul-mukulkan kepala kami bertiga secara bergantian. Kami semua menangis tiba di rumah. Amarah papa tidak terbendung. Beliau mendatangi rumah anak laki-laki itu dan tanpa ampun beliau marah besar. Papa sudah hampir mengajak berkelahi anak itu. Beliau benar merasa terhina anak perempuannya di permainkan oleh anak laki-laki. Mungkin kalau diumpamakan menurut papa ‘Jangan mentang-mentang’. 

Pernah juga ketika berkendara bersama papa, beliau terpancing emosinya oleh sekelompok anak muda yang menggunakan mobil jip terbuka sambil kebut-kebutan dengan gaya yang jelas mengejek kami. Dan kejadian seperti ini tidak sekali, sering sodara-sodara. Papa langsung bereaksi membalas, salip menyalip pun tak terhindari. Kami tegang sekali. Bagaimanapun mereka sekelompok laki-laki yang sangat banyak, sementara di mobil kami semua perempuan, hanya papa yang laki-laki. Aku sangat khawatir mereka akan mengganggu papaku. Emosi papa baru bisa reda setelah mendengarkan kepanikan kami, permohonan kami agar beliau bersabar dan tidak mengacuhkan kelompok itu. Papa mereda.. namun aku tau beliau menahan egonya, tubuh beliau bergetar menahan amarah.. 

Begitulah seterusnya.. setiap kali keluarga kami jalan-jalan, pasti heboh. Papa sering ribut di jalan, mama dan kami panik sambil mengingatkan.. Dan sampai kami sudah seusia ini pun hal ini masih terjadi. Terkadang terpaksa ikut memarahi papa, maapin ya Pa.. tapi kadang kala aku malah sering tersenyum-senyum setiap kali bepergian bersama kedua orang tuaku. Kadangkala kericuhan ini merindukan. Eits.. tapi jangan salah.. papa tidak membenci semua laki-laki, buktinya sama menantu-menantunya ini papaku baik dan sabaar banget. Suamiku yang nabrakin mobilnya aja ga dimarahin. Hahahaha. Namun dibalik itu semua, dalam keluarga kami beliau adalah pribadi yang sangat menyayangi keluarganya. Beberapa orang bahkan bertanya-tanya kenapa bisa beliau menjadi pribadi yang berbeda bagi istri dan anaknya. Menjadi sosok yang sabar dan sangat rela berkorban apapun demi kami.. Yah.. itulah papaku. 

Sayang Keluarga
Banyak hal yang aku kagumi dari papaku. Salah satunya adalah pribadi beliau yang selalu ingin menyenangkan hati kami sekeluarga, mengalah demi keluarga. Dulu waktu kami semua masih kecil, kehidupan benar-benar apa adanya. Masih ingat dalam benakku, betapa dulu kami selalu berbagi makanan. Adakalanya papa membelikan kami satu bungkus sate dengan isi 10 tusuk saja untuk makan malam keluarga. Maka mama pun membagi satu bungkus itu untuk kami semua. Papa, sebagaimana umumnya adat di daerah kami yang mendahulukan lelaki dalam segala hal, disiapkan 4 tusuk. Mama dan kami berlima masing-masing 1 tusuk. Mau tau rasanya makan sate satu tusuk? Hahaha dulu mah senang-senang saja.. Apalagi disertai acara rebut-rebutan dengan saudara-saudaraku. Namun, tiap kali papa melihat kami berebutan makanan, beliau pasti langsung memberikan jatah beliau untuk kami. Alasannya pendek, papa sudah makan tadi.. sudah kenyang. Padahal kami tau beliau senang melihat jatah sate kami bertambah. Begitu pun kalau papa atau mama pulang membawa nasi bungkus padang dari kantornya. Satu bungkus buat sekeluarga. Hahaha… satu orang mungkin hanya mendapat 2 sendok nasi dan secuil lauknya.. dan komentar papa sama ‘sudah makan dikantor, kalian makan saja’. Padahal begitu nasi bungkusnya habis, papa baru mengambil piring dan makan apapun yang ada di atas meja. Sampai saat ini papa tidak berubah.. hingga aku dan saudara-saudaraku kini telah memiliki penghasilan sendiri yang jumlahnya mungkin saja melebihi gaji beliau selama puluhan tahun menjadi pegawai negeri, beliau tetap sering menyisipkan uang sangu untuk kami tiap kali beliau menjenguk kami, menanyakan kesulitan-kesulitan yang kami hadapi. Tidak jarang pula papa menyisipkan uang 50rb, 100rb ke saku ku setiap kali aku pulang ke palembang. Kata papa, buat jajan. Hahaha tidak beda dengan perlakuan aku ke Abhi. Ya.. Bagi papa, kami tetaplah gadis-gadis kecil kesayangannya. 

Protektif 
Papa juga sosok yang sangat protektif. Hal ini sangat bisa dimaklumi, karena kami bersaudara semuanya adalah perempuan. Sehingga hanya beliaulah sosok laki-laki dalam hidup kami, panutan kami. Beliau sangat-sangat menjaga pergaulan kami hingga kami dewasa. Aku masih ingat dengan jelas, ketika kami pulang terlambat dari les bahasa karena keasyikan main dengan teman-teman dimana seharusnya kami sudah dirumah jam 5 sore. Namun sore itu kami baru menginjakkan kaki dirumah jam 6 sore. Papa sudah mondar mandir di depan rumah dengan gelisah. Begitu melihat kami, papa bungkam seribu bahasa dan langsung masuk kamar. Bagi beliau there is no reason for late. Pernah juga ketika mama mengantarkan kami ke salon untuk potong rambut. Hari sudah magrib ketika kami sampai di rumah, maklum saja.. antrian di salon itu begitu ramainya. Papa marah besar… tapi marahnya beliau pada kami adalah bungkam seribu bahasa. Kata mama, cukup lama beliau mendiamkan kami, satu-dua hari tanpa kata-kata. 

Pun betapa sulit sekali mendapatkan ijin papa untuk mengikuti acara sekolah dimalam hari. Begitupun setiap acara buka puasa bersama atau tahun baruan bersama teman-teman sekolah, rasanya mustahil kami bisa bergabung hingga tahun berganti dan kembang api berlomba-lomba menari di langit. Seingatku papa hanya bilang ‘jam 10 malam sudah dirumah, kalau tidak mau, ya tidak usah’. Begitu pun ketika teman-temanku mencoba menghadap beliau menawarkan membujuk papa supaya sedikit memberiku kelonggaran. Aku hanya tersenyum dalam hati, well you don’t even know him, guys... Bapakku itu dijulukin anak tetangga sekitar Pak Singa hahaha.

Dulu ketika kakakku memutuskan untuk menikah, beberapa bulan sebelumnya, kakak sempet jalan-jalan bersama teman-temannya hingga malam hari. Papa sangat was-was. Tak terhitung berapa kali beliau mondar-mandir antara ruang tamu-teras-pagar menunggu kakak pulang. Kekhawatiran beliau dipaksakan reda setelah mama berkata 'biarkan saja, dia sudah dewasa. Mungkin sekarang saatnya dia puas bersama teman-temannya, kan sebentar lagi dia akan menikah. Semua akan berbeda". Hingga saat ini papa setia mengantar jemputku setiap kali aku liburan ke palembang.. well di usianya yang sudah 65 tahun, beliau senang sekali mengantarkan anak-anaknya kemana pun. Pernah aku meminta ibu supaya papa yang sedang sakit tidak usah menjemputku, namun mama dengan santainya berkata 'Kamu kayak ga tau papamu aja, mana mungkin dia melepaskan kesempatan menjemput anaknya'. Hmmm bahkan setiap mengantarku pulang ke bandara, papa tidak akan menginjakkan kaki meninggalkan bandara sampai pesawatku benar-benar pergi. Tidak peduli beliau sudah tidak bisa melihatku begitu memasuki ruang tunggu. Tapi aku selalu tahu, beliau masih menunggu di luar sana. Dulu ketika bandara di palembang masih cukup kecil, papa akan selalu membeli tiket ke atas, supaya beliau tetap bisa melambaikan tangan begitu kami menaiki pesawat kami. ah papa... aku sangat mencintaimu. Seperti apapun engkau di mata orang, aku tidak peduli.  Di mataku, Papa is the best.

Mengingat hal-hal kecil 
Satu lagi kebiasaan papa yang sangat aku ingat adalah beliau memiliki daya ingat yang luar biasa dan telaten mendokumentasikan semua hal. Sejak kami kecil, beliaulah yang paling ingat setiap kali anak-anaknya berulang tahun. Bahkan sering kali satu-dua bulan sebelum kami ulang tahun, beliau sudah sounding terlebih dahulu. Beliau juga mengingat ulang tahun perkawinannya bersama mama, hingga saat ini pun beliau selalu mengirimkan ucapan selamat di hari ulang tahun pernikahan aku dan suami. Thank you Pap. Aku berharap bisa mewarisi kebiasaanmu. Date means memories to remember. Begitupun dokumentasi pertumbuhan kami. Papa punya foto-foto kami dari berbagai usia. Bahkan klise foto dari jaman TK sampai sekarang masih tersimpan rapih dalam arsip beliau. Pernah aku takjub melihat arsip beliau mengenai aku. Disana aku masih bisa menemukan ‘hasil karyaku’ sewaktu tk dulu. Kliping-kliping coretan dan warna-mewarnai di buku, lipatan-lipatan kertas, tulisan pertamaku di bangku sekolah. Tapi papaku justru tidak suka difoto, setiap kali difoto, jarang sekali mata beliau menatap kamera. Well, kebahagiaan kadang-kadang datang dari hal-hal kecil yang tidak kita sadari. 

Say no to technology 
Hehehe papaku ini termasuk golongan ini. Beliau sampai saat ini masih menggunakan mesin ketik tua kesayangannya untuk menulis di kertas walaupun computer dan printer sudah tersedia di rumah dengan anak-anak yang pasti bersedia mengetikkan untuk beliau. Pernah aku hampir menangis, melihat beliau tertidur dalam posisi terduduk ditempat tidur sehabis mengetikkan beberapa undangan untuk pernikahanku. Pap, why don’t you ever let me help you..  Beliau juga menyukai filateli perangko tua. Dan beliau juga masih sangat menyukai mengirim dan menerima kartu pos untuk ucapan selamat dan tentunya setia dengan mobil kijang tuanya yang dari jaman baheula tidak pernah diganti. 

Pria rumahan
Well, point plus lainnya untuk ayahku ini adalah keseriusan beliau menjalankan hidup. Tidak ada istilah main-main dalam hidup beliau. Pun beliau adalah sosok yang apa adanya dalam hidup. Cinta pada keluarga dan bekerja untuk negara. Waktu luang beliau pun lebih banyak dihabiskan bersama keluarga. Papaku adalah pria rumahan. Papa tidak segan membantu kami membersihkan rumah, mencuci dan menjemurkan pakaian. Aku masih ingat sekali ketika kami masih kecil dan mama sedang dalam dinas keluar kota. Papa menyiapkan makan malam kami sekeluarga, membuatkan kami nasi goreng dengan bumbu sederhana sambil mengajarkan kami untuk selalu mensyukuri hidup. “Dulu papa kalau makan seringnya cuma nasi sama garam saja” begitu katanya. Malam itu aku hanya menatap kagum pada papaku. I Love u Dad.. 

Kalau ada waktu luang, papa suka menghabiskan dengan menonton tv di rumah. Dulu, sekali dalam beberapa tahun, papa dan mama mengajak kami ke bioskop untuk nonton. Jaman film Indonesia masih berjudul Brama Kumbara, hehehehehe…. Sampai sekarang papa hampir sebagian waktunya di depan TV. Sibuk mengomentari tayangan-tayangan yang berseliweran di layar kaca. Kadang kala beliau pun jatuh tertidur di depan TV kesayangannya. Papa juga seorang ayah yang hobi belanja. Kalau para bapak-bapak hanya bisa medumel menunggu istrinya ke pasar, maka papaku berbeda. Tidak ada anti dalam kamusnya berbecek-becek ria memasuki pasar tradisional. Beli sayur, buah dan apapun itu hasil titipan mama. Sampai sekarang, mama dan papaku hampir setiap minggu pagi belanja ke pasar.. memuaskan hobi sekalian olahraga. Hehehehe. 

Boros dan tidak suka ditolong 
Papaku adalah orang yang boros. Namun yang kami selalu syukuri adalah borosnya beliau dihabiskan untuk membahagiakan anak-anaknya. Kadang ketika kami tidak menemukan papa di rumah, itu berarti papa sedang pergi dengan mobil tua kesayangannya untuk membeli sesuatu. Benar saja, sepulangnya beliau, yang dibelikan adalah mie ayam kesukaanku, martabak har kesukaan kak lia, duren pesenan keke, begitu seterusnya. Kadang malam hari beliau menyelipkan satu bungkus pempek dalam kamar kami, sambil berpesan ‘Ada pempek di kamar, jangan bilang-bilang mama ya’. Hahahaha papa.. papa.. Papa sosok yang keras, beliau anti ditolong dan selalu mengusahakan sendiri memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Ya.. Papa itu pantang minta bantu orang lain, termasuk anaknya. Pantang merepotkan orang lain adalah prinsip beliau sampai sekarang dan ini sangat sangat menurun kepadaku. Hahaha. Namun terkadang beliau pun beranggapan bahwa orang lain pun harus berusaha sendiri semaksimal mungkin, tidak sedikit-sedikit berusaha minta bantu orang lain. 

Bertualang dan mandiri 
Papaku senang sekali jalan-jalan. Sewaktu aku baru pindah rumah di bandung, papa menghabiskan dua-tiga hari untuk mencoba semua angkutan yang ada disekitar rumahku. Tidak main-main, angkutan dicoba dari ujung ke ujung, terminal ke terminal. Iseeeng banget ya. Pun ketika traveling ke suatu daerah, maka yang pertama akan papaku beli adalah peta. Dan kemudian, beliau tanpa ragu akan mencoba traveling sendiri tanpa harus menghubungi guide di biro travel, atau saudara yang kebetulan ada di kota yang sama. 

Banyak hal yang unik dan menarik dari sosok papaku. Pap, thank you for everything you've given. I will always love u. Doakan kami anak-anakmu untuk selalu menjaga nama baikmu dan keluarga besar kita. Doakan gadis kecilmu senantiasa mampu memenuhi semua harapanmu, membahagiakanmu. Aku berdoa ya Allah semoga kami mampu menjadi anak yang shalehah yang nantinya dapat menyambungkan amal ibadah kedua orang tuanya. Amin ya Rabbal 'Alamin. Terima kasih Allah telah memberikan Ayah seperti Papaku. Hidup Papa..... You are the one..