Catatan Lydia

Catatan Lydia
Blog ini didedikasikan untuk anak-anakku tercinta, Abhi Sachi dan Samy yang mewarnai hidupku dengan kebahagiaan. Tulisan-tulisan di blog ini menjadi saksi, betapa berartinya kalian untuk mama. Kelak ketika kalian besar nanti, memori indah yang tertulis di blog ini akan selalu kita kenang bersama. I love U Nak..


Minggu, Desember 25, 2011

Dua Anak Lebih Baik

Hari Minggu yang teduh tatkala keluarga Adi tengah menghabiskan waktu bermalas-malasan di ruang tengah. Pantas saja karena sang hujan memang baru saja reda. Dingin menyeruak. Abhi dan Sachi, ditemani mama tampak asyik membongkar kotak mainan, mengutak-atik barang-barang di dalamnya.

Di sisi kedua bocah, tampak si papa yang tengah leyeh-leyeh di sofa. Matanya serius menatap pesawat TV yang tengah menayangkan berita. Tak lama kemudian, tayangan sudah diselingi iklan. Abhi dan Sachi masih tampak asyik bermain sampai kemudian TV menayangkan sebuah iklan dengan lagu yang menarik perhatian kakak. Iklan layanan masyarakat dari pemerintah mengenai program keluarga berencana (KB) itu dibintangi Fitri Tropica yang  tengah bernyanyi centil ala girlband. Begini cuplikannya kira-kira (source: http://www.youtube.com/watch?v=VtnppJg72Zk) :
Ngga ngga ngga kuat.. ngga ngga ngga muat
Ngga ngga ngga afdol.. dua anak paling poll
Dua anak lebih baik.. lebih baik
Nah sehabis memperhatikan iklan ini si kakak ikut larut dalam lagu, ia pun bernyanyi keras setengah berteriak,”dua anak lebih baiiiiik… dua anak..”
Mama tertawa gembira dan berkata,” Naaah tuuh pap, kata kakak juga dua anak lebih baik lho.”

Hahaha berasa menang karena ada pembelaan kakak, mengingat selama ini si papa kekeuh pengen nambah dua baby lagi sementara mamanya yaaah… paling poll satu lagi deh. Si papa cengar cengir mendengar celoteh kami.

Ehmmm tapi kok mama penasaran jadinya, dan bertanya ulang ke kakak.

“Eh kak, emang kakak tau dua anak lebih baik itu maksudnya apa?”
“Emang maksudnya apa ma?”
“Ya maksudnya kayak sekarang ini kak, anak mama ya dua aja. Abhi sama Sachi saja.”

Dan si kakak pun menjawab dengan santainya….
“Oooo begitu ya ma. Kalo begitu empat lebih baiiiik.. aku nanti punya dua adik lagi, perempuan sama laki-laki."

Adegan ditutup dengan nyanyian riang si kakak, menyodorkan kesemua jarinya yang sudah membentuk angka 4 persis di depan muka emaknya yang tersenyum kecut. Kecuuuut sekali saudara-saudara, apalagi diiringi tawa kemenangan sang papa. 
Ngga ngga ngga afdol.. empat anak paling poll
Empat anak lebih baiiiik.. lebih baik..
...
(modifikasi lirik by kakak abhi)

Rabu, Oktober 19, 2011

Menjahit Untuk Kakak

Abhi Ahmad Alizachrei putra sulungku. Usianya sudah hampir genap 5 tahun desember nanti. Seperti layaknya bocah seusianya, terkadang ia begitu manis. Menciumiku penuh sayang, memberikanku bunga, ia juga rela menjadi kuda untuk adiknya tersayang. Namun kadang pula ia bersikap sebaliknya. Menghiraukan ucapanku, mengganggu adik dan neneknya hingga bertutur kata yang kurang baik pernah dilakukannya.  Tak jarang sikap bandelnya berhasil memancing emosiku dan papanya. Tak jarang pula kami berurai air mata bersama, ketika kekesalan berhasil menaklukan kesabaran yang tersisa.

Ia anak tertuaku. Guruku untuk belajar bagaimana menjadi orang tua. Ketika aku salah langkah menyikapi sikapnya, lengah memperhatikannya, menghujaninya dengan omelan-omelan yang seolah biasa, maka ia juga lah yang lantas menyadarkanku. Menatap raut wajahnya yang tertidur dipelukku setiap malam selalu berhasil menyemangatiku untuk menjadi orang tua yang lebih baik.

Oh ya seperti malam ini misalnya. Malam ini aku menjahitkan pakaian untuknya. Untuk Abhiku. Permintaan sederhana sebab ini bukan pakaian istimewa, bukan pula pakaian kesayangannya. Hanyalah beberapa potong pakaian yang biasa ia kenakan sehari-hari. Permintaan sederhana sebab ia hanya menginginkan aku menjahit untuknya. Bukan membelikannya pakaian baru yang jauh lebih indah. Beberapa hari lalu Abhi memperhatikanku tatkala menyiapkan perlengkapan sekolahnya. Tiga pasang baju aku siapkan setiap harinya.

Tatkala aku mengambil baju tidur berwarna coklat, ia tersenyum dan berkata, “Mama, aku jangan dibawain baju ini ya. Baju lain saja.”
“Lho, kenapa memangnya kak? Kakak ga suka baju ini?”
“Engga ma, gapapa sih. Tapi aku bawa baju lain saja ya ma.”
Aku setuju dan percakapan kami berakhir begitu saja.

Malamnya sebelum tidur, Abhi kukenakan baju tidur coklat itu lagi. Ia tersenyum meraihnya. Dikenakannya baju itu lantas kami bercakap-cakap. Taklama ia berkata, “ Mama, aku pakai baju ini di rumah saja ya mama.”
“Memangnya kenapa kak?”
“Hehehe… gapapa sih ma. Mmmmm …tapi.. hehehe engga ma gapapa”
“Kenapa sih kak?”penasaranku jadinya. Aku sudah bisa menebak makna senyum lebarnya itu, pasti ada sesuatu yang disembunyikannya dariku.

“mmm ini lho ma… bolongnya gedeeee,” ia tersenyum lebaaar sekali seraya menunjukkan celah di celananya.
Aku mendekatkan mataku kena telunjuknya mengarah.
“Haaaah.. bolong ya kak. Aduuuh maaf ya kakak, mama tidak tau celana kakak bolong.”
“Iya gapapa ma. Nanti kalau sempat, tolong jahitkan ya ma.”
“Trus kemarin-kemarin kakak malu dong ya mama bawain baju bolong ke sekolah,” ujarku sedih.
“Engga ma, aku umpetin aja bolongnya. Kalo ada yang ngeliatin, aku kabuuuur,”ujarnya tetap dengan senyumnya.
“Mama, nanti kapan-kapan mama jahitkan ya mama bajuku. Yang hijau sama abu juga ada bolongnya.”

Huhuhu malunya aku, kemana saja aku selama ini. Lengah lagi perhatianku padanya. Teguran untukku. Kapan ya terakhir aku menjahitkan baju-baju anakku. Rasanya sudah lama sekali. Sebulan lalu, dua bulan atau lebih? Waktu 24 jam selalu terasa kurang buatku. Mengurus segalanya terkadang membuatku melupakan hal-hal kecil seperti ini, kadang tak kusadari ternyata ia mungkin bermakna besar bagi sebagian orang.

Malam ini sengaja kuluangkan waktu menjahitkan pakaiannya, sebelum aku melupakan lagi janjiku pada Abhiku. Janji yang sempat tertunda beberapa hari karena aku yang pelupa ini tidak mengingat dimana kusimpan jarum dan perlengkapan jahitku lainnya. Ah sudah semakin tua aku rupanya.

Hmm tiga pasang pakaian sudah selesai kujahit saat jam menunjukkan tepat pukul 00:00. Jahitannya tak rapih, warna benangnya pun mungkin tak sesuai kain bajumu Nak. Namun kujaminkan satu hal, jahitan itu penuh dengan cinta. 100% Hehehehe.

Kutatap wajah pulas kedua anakku yang tertidur lelap. I love u kiddos. Maafkan ya kalau sampai hari ini perhatian mamamu ini kadang tersita, omelan kadang tak lepas. Sabar ya nak, mamamu sedang belajar menjadi lebih baik lagi.

Malam sudah larut, selepas menuangkannya dalam tulisan untuk kalian kenang nanti, kini saatnya berbagi hangat bersama orang-orang tercinta. Selamat malam semua.  

Rabu, September 07, 2011

Kisah Pukul 9 Malam

Jam sudah menunjukkan lebih dari pukul 9 malam, ketika aku tengah menemani adek sachi bobo bersama kakak abhi. Papa di luar kamar sedang membereskan dokumen-dokumen pentingnya. Tak lama terdengar suara pintu diketuk, bisa dibilang digedor karena kencangnya suara dari pintu itu.

Dokkk dokkkk dokkkkk. Doookkkkk, suaranya terdengar lagi.

“Ya ampun siapa sih bertamu malam-malam begini, mana pake gedor gedor lagi,” gerutuku dalam hati berusaha menenangkan sachi yang sedikit terbangun karenanya.

Sayup-sayup terdengar pintu dibuka suamiku. Rupanya di depan pintu berdiri dua gadis kecil yang dengan polosnya berujar, ”mau ngajak main kakak abhi.”

Suamiku terperangah seraya melihat ke arah jam, meyakinkan diri bahwa memang jarum sudah menunjukkan pukul 9 lebih di hari Selasa. This is not even a weekend. Sesaat kemudian suamiku tersenyum, tak lama berujar lembut pada keduanya.

“Maaf ya nak, tapi abhi sudah tidur. Ini kan sudah malam. Pulang ya ke rumah.”
“Ga mau. Ga mau pulang. “
“Besok lagi ya mainnya. Sekarang pulang dulu ya. Nanti mamanya nyariin.”
“Ga mau pulang. Mama pergi. Di rumah ga ada orang” ujarnya lugu.

Terus terang sebagai ibu aku kaget dan lemas mendengarnya. Membayangkan dua anak balita, helloooo... masih balita, yes it means Bawah Lima Tahun. Balita tanpa pendamping berkeliaran di malam hari. Suatu hal yang tidak mungkin berani aku lakukan. Tak khawatirkah anak-anak ini dapat saja jadi korban kejahatan, entah itu kriminal murni, penculikan, seksual atau amit-amit apapun itu. Nauzubillah.. Katakanlah tempat tinggal kami memang kompleks tertutup, tapi apakah itu sebuah pembenaran?

Juga bukankah angin malam jelas tidak baik bagi kesehatan, apalagi bagi tubuh mungil mereka. Dan yang paling penting, terutama adalah kemana hilangnya disiplin dan didikan bagi anak kalau hingga malam hari mereka masih saja diluar dan bermain. Entahlah, tapi batinku teriak. Yang aku tahu dan aku yakini bahwa malam hari selayaknya anak apalagi BALITA berada dirumah, bersama kehangatan dekapan keluarga, Mama dan Papa, atau minimal siapa pun itu yang bisa mendampingi.

Kesibukan aktivitas orang tua, entah itu kantor, bisnis, membangun relasi menjadi justifikasi. Namun apakah membiarkan anak bebas melakukan apapun menjadi suatu bentuk pengajaran akan makna tanggung jawab, akan makna kebebasan bereksplorasi? Tanpa batas, tanpa aturan? No no no.

Aku pun manusia biasa. Seorang ibu yang juga tak lupa dari khilaf. Terkadang marah, terkadang alfa. Tapi kejadian malam tadi sungguh mengusik hatiku. Sedemikian bebaskah keluarga masa kini. Di tengah gempuran beragam media, di tengah berbagai fasilitas yang digembar-gemborkan mampu mendongkrak softskill, brainskill anak atau apapun itu. Cukupkah semua itu menggantikan peran kita mendidik mereka?

Lantas dimanakah fungsi  orang tua? Dimanakah kita?

Dan malam semakin larut saat kedua bocah perempuan tadi berhasil dibujuk suamiku untuk pulang ke rumah disertai sedikit rayuan gulali-gulali.
***

Dimana anda saat si kecil dengan bangga mampu mengganti bajunya sendiri?
Adakah anda disampingnya ketika ia terjatuh saat belajar naik sepeda?
Sempatkah anda memberikan ciuman dan pelukan hangat sebelum ia tidur tadi malam?


Tataplah mata anakmu dalam-dalam, lihatlah ia dan anda akan temukan jawabannya.
Sudahkah kita luangkan waktu yang seharusnya untuk buah hati kita?

Bandung, 7 September 2011


Tak hendak bergaya sempurna, tapi ingin sekali menuju kesana bersama keluarga kecil kami. Mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan. It’s just me and my own thinking.

Selasa, Agustus 23, 2011

Mama Belajar Mobil

Di usia yg sudah menginjak 30 di penghujung tahun ini, diriku belum juga berani bawa mobil sendiri. Walaupun sudah dua kali mengantongi SIM A sejak 12 tahun yang lalu, sudah dua kali juga kursus mengemudi, tetap saja nyaliku ciut. Padahal giliran jadi penumpang, ga cuma sok jago ngomentarin cara nyetirnya si papa, tapi  juga kerap menjahili papa selama nyetir. Kadang aku dan abhi sengaja teriak di telinga papa, aku di telinga kiri abhi di kanan, dan kami berdua akan tertawa puas kalo papa sudah marah-marah karena konsentrasinya terganggu. Belum lagi tukang rusuh di bangku depan, loncat-loncat di dalam mobil bareng anak-anak. Hehehe maaapppp ya dear pap, it is fun somehow :D

Nah seiring dengan berjalannya waktu, hayah… maksudnya bersamaan dengan kakak yang mulai sekolah dan banyak aktivitas di luar rumah, sementara pengemudi tunggal kami  mulai disibukkan oleh tugas-tugas kantor dan sering kali dinas ke luar kota yang tak hanya hitungan hari tapi juga minggu, mungkin juga bulan, then driving become a must.  Masa sih sebagai ibu yang baik (ngaku-ngaku kalo yang ini mah), aku mesti rela anakku bolos sekolah terus tiap kali papanya dinas. Naik taksi jelas mahal, naik angkot plus sambung ojek ga efektif dan bisa-bisa kakak terlambat sampe sekolah, sementara mobil di rumah nganggur di garasi. Jadilah 2011 ini mama membulatkan tekad untuk bisa bawa mobil, ga muluk-muluk targetnya, cukup berani bawa mobil sampai kantor saja sudah cukup :D

Selama ini susah sekali mengatur waktu untuk sekadar belajar mobil keliling kompleks, kesibukan di rumah, di warung, belum lagi menunggu papa punya waktu longgar untuk menemaniku entah kenapa sulit sekali. Seperti misalnya beberapa hari lalu, sore hari sachi tidur, kakak lagi asik nonton tv sementara papa sibuk ngecat di depan rumah. Naaah, sembari berpesan agar papa menjaga sachi dan abhi, aku belajar lagi nyetir di kompleks sekitar rumah. Baru juga satu putaran tiba-tiba di samping mobilku muncul si abhi dengan sepedanya.

“Mamaaaa…. Aku temani ya. Mama kan lagi belajar mobil, aku jagain ya mamaaaa,” teriaknya sambil mengayuh sepedanya kencang-kencang persis di samping mobilku.

OMG, kebayang kan sudah baru belajar mobil, ngerem masih ga jelas, gas sering kekencengan, ini ditambah lagi si abhi pake mau nemenin segala. Masih mending kalau posisinya jauh dari mobilku, lha ini kalau ga mepet di samping mobil, ya dia ngejer mobilku dari belakang atau malah sok pede menyalip mobilku di depan. Alhasil rencana belajar mobil gagal total. Yang ada emaknya stress. Gimana engga stress kalau tiap kali mau mundurin mobil, si abhi tau-tau muncul di belakang. Mau belok kanan, kakak ngejer di samping kanan pula. Sepanjang jalan yang ada malah dag dig dug nyari si kakak, dimana posisinya, jangan sampe mobilku membahayakannya. Daaaan akhirnya.. belajar sore itu hanya bertahan 10 menit saja, berhubung pengemudinya stress dan memutuskan pulang  :D Begitu selanjutnya sampai akhirnya latihan selalu gagal total.

***

Nah kebetulan minggu ini sekolah kakak mulai libur, jadi kami hanya berangkat berdua saja ke kantor, aku dan papa. Minggu ini juga mulai arus balik mudik lebaran, jadi seharusnya lalu lintas akan makin sepi hingga akhir minggu nanti. Momen yang pas sepertinya untuk menunaikan resolusi 2011-ku, bawa mobil sampai kantor. Senin kemarin rencananya kutuntaskan targetku itu, tapi melihat lalu lintas yang ternyata masih padat, nyaliku kembali ciut saat papa bertanya yakinkah aku mau bawa mobil. Senin ternyata gagal lagi.

Selasa pagi ini, tanpa bertanya lagi papa langsung menyodorkan kunci mobil padaku. Lagi-lagi aku menolaknya, tapi papa ogah menerima bantahanku kali ini.

“Ayo dicoba saja, kalo ga dicoba kapan bisanya.”
Aku manyun. “Ya sudah aku coba, tapi kalo di tengah jalan mentok, aku turun ya. Papa aja yang bawa, ga peduli ditengah perempatan kalo aku ga bisa, aku turun,” ujarku setengah mengancam. Si papa hanya tersenyum kecil saja. Sudah mahfum banget sama perangai istrinya ini kelihatannya.

Daaaan, mulailah perjalanan pagi ini yang berasa sangat panjang. Tanganku dingin berasa baru keluar dari kulkas, jantung berdegup tidak teratur menandakan pengemudi sedang dilanda stress. Baru juga keluar kompleks, mulai lagi deh aku adu argument sama papa.

“Aku sampe jalan kompleks aja deh.”
“Coba dulu, gampang nanti kalo mentok.”
“Ya udah sampe bypass ya.”

Nyatanya Bypass berhasil lewat walaupun terdengar klakson sana sini.

“Aku sampe perempatan aja deh,”ujarku dalam hati. Begitu selanjutnya. Sampe binong, sampe antapani, sampe supratman, tiba-tiba saja mobil sudah sampai di gasibu.

“Haaah, sudah sampai??” ujarku setengah tak percaya.
Tanganku mulai hangat, senyum mulai tersungging kembali.
Papa tersenyum dan berkata,” good job mama.”

Hahahaha senangnya. I did it, I really did it. Yeayyyyy... Once again, yeay.. I did it. Resolusi 2011, accomplished.

****
Selang beberapa menit kemudian, baru tersadar ternyata selama mengemudi tadi aku meninggalkan HP dan dompetku di rumah. And it means…. Aku ga bawa SIM!!! Hahahaha nekaddddd….

Special thanks to papa : Makasih papa sudah menjadi tandem yang baik, yang tidak menjatuhkan mental pengemudi rapuh seperti mama hahahahaha....

Senin, Juni 20, 2011

Melepas Papa Dinas

Hari ini Papa harus berangkat dinas ke Makassar. Mama cuma bisa say goodbye via sms sajah karena mesti ngantor, jadi tadi papa dilepas oleh dua bocah lucu di rumah. Ternyata si papah belum berangkat juga sudah kangen lagi sama bocah-bocah karena tadi dilepas dengan ‘hati’ oleh Abhi dan Sachi.

Kata papa, hari ini neng Sachi maunya digendong papa terus sedangkan Kakak abhi memberikan semua biskuit yang ia punya untuk papa dalam perjalanan, kata kakak supaya papa ga kelaperan di jalan (ouuww pap, he loves you so much). Jadilah si papa berangkat dengan rindu.

We miss u too pap, have a save flight. Kami menanti papa pulang ya, melanjutkan kembali episode ke 20 cerita menjelang tidur favorit kakak.

20 Juni 2011
*Banggapunyasuamiyangdekatdihatianakanak*

Oh ya, tadi mama sempat nelpon ke rumah dan begini pembicaraan mama dengan kakak
Mama : Kakak, papa sudah berangkat ya
Kakak : Iya ma, aku sedih sekali ma (nada suaranya berubah sediiih banget :D) Aku kangen papa ma, nanti aku ga bisa main bola lagi, ga bisa dengar papa cerita tutut lagi
Mama : Ya nanti main sama mama ya.. Kakak tadi kata papa jadi anak baik ya. Kakak kasih papa biscuit banyak banget ya nak
Kakak : (tertawa lebar) Ah mama sukanya muji aku.. aku kan jadi malu…
Mama : hehehehehe…

Kami tertawa bersama, ah.. I miss my kids already.

Rabu, Mei 25, 2011

Lagu untuk Mama

Sebuah surat kuambil dari tas sekolah Abhi. Aku tersenyum memandangi surat itu, surat pemberitahuan dari sekolah kakak. Minggu depan, 21 Mei 2011 akan diadakan sebuah Pentas Seni. Seluruh anak akan menampilkan sebuah tarian secara berkelompok. Kakak akan bergabung dalam kelompok playgroup besar untuk membawakan tarian Brazil, lengkap dengan kostum bola brazil dan celana jeans. Di kepalaku terbayang beberapa acara serupa, parents day, ulang tahun sahabat, dan beberapa  momen lainnya yang aku dan suami hadiri dan berakhir dengan penolakan Abhi untuk tampil alias Gagal Total.

It won’t work, gumamku dalam hati. Sudah beribu bujuk rayu, berbagai jurus dikeluarkan demi memberanikan kakak tampil seperti anak-anak lainnya, namun kenyataannya berakhir dengan deraian air mata kakak Abhi yang bersikukuh menolak bergabung bersama teman-temannya unjuk kebolehan di depan orang tua masing-masing.

Dalam renungku teringat kembali nasihat dari psikolog sekolah kakak, Bu Farah bahwa setiap anak punya karakter masing-masing. Bahwa anak seperti Abhi tidak perlu ada paksaan terhadapnya untuk melakukan sesuatu yang tidak membuatnya nyaman. Tidak ada masalah dengan karakter kakak, ia hanya perlu waktu lebih lama dibanding anak lainnya untuk melakukan sesuatu yang baru, sesuatu di luar kenyamanannya. Pancing kemudian motivasi, seandainya tidak berhasil maka biarkan dia memilih yang ia sukai. Yah memang praktiknya tidak segampang teori tapi tidak ada salahnya untuk terus dicoba, dan kali ini tidak boleh ada target karena nyatanya hanya membebani kakak dan aku sendiri, dengan ekspektasi berlebih.

Kilas balik dari besarnya harapanku padanya sebenarnya kembali kepada karakterku sendiri. Aku adalah tipikal orang yang sangat tertutup, aku hanya  terbuka dan banyak bicara pada segelintir orang saja. Tidak nyaman dalam suasana ramai. Atau dalam bahasaku saat tengah bercanda dengan suamiku kerap kusebut karakterku ini sebagai “asosial” hehehe.  Yah tapi begitulah adanya dan begitulah kenyataannya. Sulit sekali merubahnya. Karenanya aku tidak ingin anakku merasakan ketidaknyaman seperti halnya aku.

Aneh memang, terkadang aku berfikir, seharusnya akulah orang yang paling mengerti apa yang anakku rasakan. Tapi karena ekspektasiku yang besar, sering kali sebagai orang tua aku lupa, lalai bahwa aku hanya perlu membimbingnya, mengarahkannya, bukan memaksanya menjadi bentuk yang kuinginkan. Bukankah kakak Abhi masih kecil, pembentukan karakternya masih panjang, aku tidak berhak menciptakan label negatif padanya, entah itu pemalu, manja, susah diatur dan berbagai label yang kerap orang tua tempelkan pada anaknya. Karena sesungguhnya label-label itu seolah menjadi vonis tanpa dasar yang malah menggiring anak tumbuh dengan karakter sesuai label yang kita tempelkan.

***

Setiap pagi, sambil membantu kakak mandi, aku menyelipkan perbincangan mengenai pentas seni sekolah. Jauh-jauh hari hal ini perlu agar kakak lebih siap dan paham bahwa akan ada acara itu, seperti saran bu Farah padaku.

“Wah sebentar lagi hari sabtu. Disekolah kakak ada pentas seni ya, kira-kira kakak mau nyanyi ato nari kak?” ujarku sambil menyiramkan segayung air di tubuhnya.
“Ga mau ah. Kenapa aku harus nyanyi ma. Aku kan malu ma, pokoknya aku ga mau ikut,” kakak langsung cemberut mendengarnya.
“Ya sudah kalau kakak belum mau ga apa-apa. Mungkin nanti kapan-kapan ya kak, suatu hari kakak pasti bisa. Mama pengen banget lho denger kakak nyanyi. Kira-kira kapan ya kakak nyanyiin mama lagu. Mama pasti senaaaaang banget deh kak.”
“Nanti kalo aku sudah besar ya ma. Kalau kakiku sudah panjang kayak papa.”
“Bener ya kak, mama tunggu ah. Mama pengen denger kakak nyanyi.”

Kakak tersenyum simpul. Aku tersenyum menatapnya. Jujur aku sedikit lega karena pembicaraan hari ini tidak berakhir dengan ketidaknyamanan kakak lagi. Hanya sepertinya aku tidak bisa berharap banyak bahwa pentas seni kali ini akan berhasil membuat kakak tampil :D

***

Aku sibuk membaca buku komunikasi sekolah kakak. “Waah hari ini kakak latihan menari ya. Kakak mau nari apa kak?”
“Aku ga mau nari. Pokoknya aku ga mau” ia manyun lagi mendengarnya.
“Disini ditulis mau nari brazil ya kak. Hmm pasti kalo kakak nari bagus banget. Duuuh mama pengen liat. Kaya gimana kak tariannya, ajarin mama dong”
Raut wajahnya berubah. “Mmm mama mau liat aku ya. Kalo gitu aku mau nyanyi aja ma. Aku mau nyanyiin lagu untuk mama.”
“Bener kak? Asiiik. Mama seneng banget. Ah mama besok mau nonton kakak, pasti hebat. Neng juga mau liat katanya. Boleh ya kak.”
“Iya boleh, Mama Papa sama neng boleh nonton nanti.”

Sedikit ragu di wajah kakak sore itu, sepertinya ia tengah bergulat dengan egonya antara tidak mau menyanyi dengan keinginannya menyenangkan mama papanya.

***

Pagi ini kakak bangun dengan tidak bersemangat. Dengan malas ia menggeliat di atas sofa.

“Kakak ayo mandi. Hari ini kan pentas seni, kakak mau nari nanti.”
“Aku ga mau nari. Kenapa aku harus nari.”
“Ya udah. Yang penting mandi dulu aja. Yuk sini mama bantu.”

Hingga pukul 9 pagi kami tiba di sekolah kakak, smart step. Ajaib, ia melangkah dengan gembira memasuki kelas dan langsung bergabung bersama teman-temannya. Biasanya kakak memilih nempel bersama papanya dan tidak mau latihan bersama teman. Langkah pertama, lancar jaya. Alhamdulillah

Karena kakak sudah berlatih bersama temannya, aku, papa dan sachi menempati kursi di depan panggung. Terbaca olehku bahwa agenda pagi itu akan dibuka oleh pembacaan doa dari anak-anak ekskul mengaji. Wah itu artinya kakak sebentar lagi tampil. Mau ga ya dia, aku berharap-harap cemas.

“Ya.. inilah dia pembacaan doa oleh anak-anak ekskul mengaji” suara MC terdengar lantang.
“Pah.. anak-anak udah pada naik ke panggung. Kakak mana ya, kok ga keliatan.”

Celingak celinguk aku dan papa mencari kakak. Rupanya ia menjadi anak terakhir yang naik ke atas panggung. Surprise sekali, kakak mau naik panggung euy dan berdiri di baris paling depan, persis di depan microphone.

Doa orang tua pun dilantunkan anak-anak, kulihat kakak mengikuti doa dengan bergumam saja. Tak apa, itu sudah merupakan perjuangan baginya. Tapi coba lihat… ditengah-tengah doa, kakak mulai mendekatkan mulutnya ke microphone didepannya. Suaranya terdengar lantang. Horeeeee Alhamdulillah aku senang sekali. Aku dan papanya melambaikan tangan, memberikan jempol padanya sebagai tanda kami bangga atas keberaniannya kali ini. Kakak tersenyum bangga. Ia membalas lambaian kami dengan bersemangat, saking semangatnya sampai-sampai kakak tidak mau turun panggung saat doa selesai dilantunkan dan semau temannya turun dari panggung. Kakak malah sibuk melambaikan tangannya pada kami sampai-sampai gurunya turun tangan menuntun kakak agar turun. Hohoho.. good job kakak.

Begitulah kejutan itu. Selanjutnya saat sesi menyanyi oleh anak-anak daycare, kakak kembali tampil. Lancar, ia menyanyi dengan riang, sesekali rebutan microphone dengan teman-temannya. Ah satu lagi kegembiraanku hari ini.

Kejutan selanjutnya datang di sesi tarian oleh anak-anak playgroup. Kakak menarikan tarian brazil dengan baju bola kesukaannya. Kali ini ia berdiri di belakang. Senyum tak lepas dari wajahnya, badannya bergerak mengikuti irama lagu. Celingak celinguk dari atas panggung ia mencari aku dan papanya disela para penonton. Kami menberinya acungan jempol, ia tampak sangat bersemangat sekali.

Puas sudah aku dan papanya hari ini. Senang sekali kakak akhirnya berani tampil. Sungguh di luar dugaanku lancarnya acara hari ini. Sesaat sebelum pulang, ada pengumuman dari sekolah.

“Bapak-bapak Ibu-ibu, sebelum pentas seni hari ini, kami sudah mengadakan pra-pentas senii di sekolah. Setiap anak dari katerogi PG hingga TK masing-masing mengikuti lomba. Sekarang adalah waktunya pengumuman lomba prapensi. Mulai dari PG Kecil…” suara MC terdengar menyebutkan pemenang-pemenang lomba.

Aku, Papa, Abhi dan Sachi asik bergurau di bangku penonton, sambil menemani kakak bermain gelembung sabun tatkala terdengar lagi suara MC memanggil.

“Dan juara dua untuk lomba menyanyi Playgroup Besar adalaaaaaaah….. AAAA…. AAA siapa bu…. AAAABHIIIIII..”

Haaaaah aku bengong tak percaya. Segera aku towel papanya. “Pah itu yang dipanggil menang lomba nyanyi siapa ya.. Abhi.. Abhiet Alief ato siapa ya? Aku dengernya Abhi, salah ga tuh?”

Rupanya papa juga tidak mendengarkan dengan jelas. Kami diam, mencoba mendengarkan lagi suara MC.

"Juara dua lomba menyanyi diraih oleh Abhiiiiii" teriak MC mengulangi kembali pengumumannya.
“Ayoo Abhi.. kesini kepanggung nak. Ajak Mama dan Papanya” tampak para guru memanggil Abhi, melambaikan tangan pada kami.

Huwaaaaaaaaaaaaa… Surpriseee. Mataku berkaca-kaca, haru. Kakak melangkah maju kepanggung, mengajak papa turut serta dibelakangnya. Aku yang sedari tadi menggendong sachi memandanginya dari depan panggung.

“Abhi mau nyanyi ga sayang? Katanya Abhi mau nyanyi buat mama ya” gurunya bertanya dijawab dengan  anggukan dan senyuman Abhi. "Mau nyanyi apa?"
"Kereta api” ujarnya malu-malu.

Dan tak lama ia langsung meraih microphone, memegangnya dengan tangan mungilnya. Bernyanyi dengan bersemangat di depan panggung, sendiri tanpa canggung didampingi guru dan papanya dari belakang. Selesai menyanyi dengan bangga buah hatiku menerima kado dari Ibu Nita, lalu turun dari panggung dan lantas menghampiriku sambil membawa kado ditangan. Ia serahkan padaku kadonya, kusambut dengan ciuman hangat. "Terima kasih Nak, mama bangga padamu," bisikku di telinganya. Senang ia menatapku. Senyumnya mengembang, menjawab semuanya isi hatinya saat itu. Alhamdulillah.

Mungkin bagi sebagian orang adalah hal yang biasa ketika putra putrinya berani tampil di muka umum. Tapi tidak demikian denganku karena aku hapal sekali karakter anakku. Dan hari ini di pentas seni sekolah adalah penampilan perdananya, ia menyanyikan lagu untukku sekaligus yang terpenting mampu mengalahkan ketakutan dan egonya.

Hari ini kami melangkah pulang dengan riang. Bahwa sesungguhnya ketakutan itu belum pasti nyata, maka pandanglah semua dengan optimis, berusahalah dan yakini bahwa segala sesuatu akan baik-baik saja, bahkan terkadang melebihi harapan. Yang terpenting, jangan biarkan anak-anak kita yang cerdas-cerdas ini tumbuh dalam ketakutan dan ekspektasi berlebih, dalam vonis dan label tak berdasar dari orang tua dan lingkungannya. Karena setiap anak berhak tumbuh dengan bahagia.

Pensi Smart Step 21 Mei 2011
Untuk Kakak Abhi tersayang
Always proud of u dear
*semoga semua anak di dunia ini bahagia*


Sabtu, April 09, 2011

Lelaki Tua Sol Sepatu

Langkahnya tertatih. Timpang. Tampak peluh mengalir dari keningnya yang penuh guratan, menandakan si empunya wajah tak lagi muda. Lilitan handuk kecil basah bersimbah keringat membungkus lehernya. Dibahu itu walau tak sekokoh dulu bertumpu sebuah pikulan. Disana tersimpan rapi beberapa lembaran kulit hitam, sedikit lem dan peralatan pertukangan ala kadarnya. Sang bapak tua, tukang sol sepatu keliling menyusuri kota mencari sesuap nasi, untuknya dan untuk keluarganya.

Hari itu wajahnya cerah, secerah senyum yang selalu tersungging di wajahnya. Tak nampak lelah disana, sekalipun tubuh berjibaku peluh, kendati raga telah lelah mengelana. Di sebuah perempatan jalan, kulihat sang bapak sol sepatu nampak memperlambat jalannya. Sejenak ia memperhatikan sesuatu di depannya. Ada seorang pengemis tua, seperti juga dirinya, tengah duduk di perempatan jalan itu dengan wajah lusuh, dengan tangan menengadah ke atas, mengharap belas kasihan sesama.

Segera bapak tua tukang sol sepatu merogoh saku celananya yang lusuh. Kosong. Tak putus asa ia merogoh kembali, kali ini saku bajunya. Ah, ada selembar uang disana. Yah selembar saja, selembar uang kertas berwarna biru dengan tiga angka nol tertera disana. Senyumnya mengembang. Wajahnya nampak bahagia. Tanpa ragu, ia mengulurkan tangannya menyerahkan selembar uang itu untuk berpindah tangan ke pengemis tua di perempatan jalan.  Pengemis menengadah, seolah tak menduga, lalu mengucapkan terima kasih pada lelaki tua tukang sol sepatu itu. Ia tersenyum lalu mengangguk, sejenak kemudian melanjutkan langkah kaki dengan ringan.

Tiada sesal  di wajah tuanya, walau mungkin tak ada sepeser pun hari ini di sakunya. Tak ada uang untuk dibawa pulang. Seolah cukuplah semua nikmat baginya hari ini. Hari ketika ia mampu berbagi dengan sesama.


Jumat, 8 April 2011

Terinspirasi dari bapak tua tukang sol sepatu yang melintas di perempatan gasibu Bandung. Sang lelaki kaya hati. Semoga Allah memberkatimu dan keluargamu selalu, Pak. Amin.

“Tidak kaya harta, tak mengapa. Tidak kaya hati niscaya engkau merugi. Karena itulah kaya yang hakiki”

Sabtu, Maret 12, 2011

Nasib Si Kepik

Libur telah tiba, seperti biasa hari ini waktunya berkumpul bersama keluarga. Siang tadi saat sedang menyuapi neng Sachi, si kakak beranjak dari duduknya didepan TV menuju dapur, hauusss ceunah. Tak lama..

"Mamaaa mamaaaaaa siniii maaaaaaaaa" teriaknya nyaring.
"Kenapa kak?" tanyaku heran
"Sini Ma.. ayo cepetan.. tuuh liat maaa."

Duuh ada apaan lagi sih nak, segitu hebohnya si kakak. Dengan malas aku beranjak menuju tempat kakak berdiri.

"Ituuu maa.. liat... apa itu," tunjuknya pada sesuatu benda kehitaman berukuran 2 kelereng mainan.
"Oalaaah kak, itu kan cuman kepik. Hiiii kepiknya gede banget ya kak."
"Iya ya ma, gede."
Tak lama si kakak mendekatkan diri ke arah si kepik gede. Perlahan memberanikan diri menyentuhnya.

"Hiii... jangan kak, kotor," ujarku.
"Papaaaa.. ini liat paa," si kakak berteriak heboh memanggil papa yang lagi asyik didepan tivi.
"Apaan sih, cuman kepik aja" kata si papa cuek.
"Ihh papa.. liat dulu ini kepiknya gede," ujar si kakak sibuk mengamati kepik gede itu.
"Tepok aja kalo takut," sahut papa cuek.
Hening. Si Kakak nampak kembali asyik menatap si kepik. Sesekali tangannya mencoba menyentuh si kepik dengan takut-takut.

Tiba-tiba papa mendekat.

"Awass minggir, Praaaak...praak..." papa tiba-tiba muncul membawa sendal dan sukses mendaratkannya berkali-kali ke si kepik. Kakak yang dari tadi berdiri di dekat si kepik kaget. Tak lama ia nampak bangun dari duduknya, menatap papa dengan bersungut-sungut. Sekejap kemudian ia lalu  mundur dan berlari mendekatiku yang dari tadi berdiri disudut. Tiba-tiba...

"Huwaaa... huwaaaaa... huwaaaaaaaa....," si kakak nangis tersedu-sedu.
"Lho lho lho, kakak kenapa.. kok nangis nak," tanyaku heran.
Sambil sesegukan disela airmatanya ia menunjuk ke arah jasad si kepik.
"Mama, itu kepiknya ma, kenapa dipukul ma, kasian dia mati. Kenapa mesti dipukul?"

Air matanya tak terbendung lagi, bercucuran ia sambil merangkul kakiku. Menyembunyikan kepalanya dibalik tubuhku, menatap kecewa ke arah papa yang nampak terbengong-bengong dengan tengah memegang jasad kepik di tangannya.
Oalaah nduk, papa pasti menduga kamu dan mama takut sama si kepik. Jadi jalan pintasnya, melayanglah ajian sendal menyentak bumi itu. Butuh waktu agak lama membujuk kakak sampai tangisnya mereda.

"Kak, maafin ya. Papa pasti ga sengaja kok kak, papa kira kakak dan mama takut ama kepiknya. Daripada kakak digigit, ya papa pukul aja kepiknya. Maaf ya kak."
"Kasian ma.." katanya sambil menghapus basah di pipinya.
"Iya benar, kakak benar. Kita kan harus sayang binatang ya kak. Mungkin papa lupa. Yang sering inget kan kakak, jadi kalau papa ato mama mau nepok hewan lagi, kakak ingetin ya nak."
Hmmm sepertinya ucapanku manjur juga. Tak lama kakak berhenti nangis dan mengangguk setuju. Alhamdulillah.

Jadi buat semua orang tua, biarpun gemes sama kecoa, kepik, semut dan kawan-kawan seperjuangannya mendingan nahan diri dulu, minimal jangan digeprek di depan anaknya ya. Ga semua anak sensitif sih, tapi ya ada baiknya kan ngajarin anak sayang semua makhluk hidup. Yuuk semua, mari sayangi hewan :)

Spesial buat Papa, hehehe gimana rasanya tadi pap? makanya jangan asal maen tepok :D

Kamis, Februari 24, 2011

Dialog Ibu-Anak

Cerita 1 :

Mama, Abhi dan Sachi ngumpul di ruang tengah. Abhi lagi main lego, neng lagi sibuk utak-atik kotak mainan kakaknya dan mama sebagai penjaga dua bocah itu. Tiba-tiba kakak merhatiin neng, mandangin wajahnya, eh terus tepuk-tepuk pipinya neng.

Abhi       : Iih neng lucuuu
Mama     : Neng cantik ya kak
Abhi       : Iya neng cantik. Mmmmm tapi ma…
Mama     : Tapi apaan kak
Abhi       : Tapi kapan dong ma aku punya adik laki-laki? Dua ya ma biar jadi temen aku maen bola
Mama     : Ooowwwwww @#*>&

Dan saatnya topik pembicaraan pun dialihkan.. hehehehe
==0==

Cerita 2 :

Abhi baru pulang maen layangan seharian, duduk di ruang tengah langsung buka laptop buat maen game. Mama lagi gendong sambil nyusuin neng.

Mama   : Kakak, ayo bobo siang dulu.
Abhi      : Ga mau, mau maen game
Mama   : Maennya nanti sayang, abis bobo. Oke kak?
Abhi memasang wajah tidak suka, tetap membuka laptop dan melanjutkan maen game.

Mama   : Kakak ga mau denger mama ya, kalo mama ga mau denger kakak juga gimana
Ia diam..aku diam..kami diam. Hanya suara game di laptop yang bicara. Tak lama..

Mama   : (bernyanyi) Anakku sayang.. Mama sayaaang… sama Neng Sachi..
Abhi       : Kalo sama Abhi ma?
Mama diem, maklum berdasarkan perjanjian terakhir kan ceritanya mama ga mau denger kakak. hayaaah.. Abhi ngeh mamanya marah, terus mendekat. Karena terus dicuekin, si bocah menangis jejeritan.

Abhi       : (sambil meraung sibuk nyiumin bibir mamanya) Mama.. mama adalah orang tuaku. Mama.. aku mencintaimu mama.. aku sayang padamu.. maafkan aku mamaku..

Hihihihi aduuuh mama menahan ketawa mengingat puitisnya bahasamu nak.. tapi abis itu terharu dan kami pun menangis dan berpelukan bersama. Ah.. sore yang indah :)

==0==

Senin, Februari 21, 2011

Donat Cinta

Sudah lama sejak terakhir mama membuatkan cemilan buat kakak. Sejak kembali ngantor, dengan rutinitas harian yang bertambah banyak karena tidak adanya asisten rumah tangga membuatku selalu kekurangan waktu, termasuk menyiapkan sendiri cemilan kakak. Paling banter waktuku hanya untuk memasakkan menu makanan berat sehari-hari abhi dan papa, kemudian bubur untuk neng, itupun jujur terkadang tak selalu bisa kulakukan. Cuti satu minggu kemarin akhirnya berhasil kuberdayakan untuk membuatkan kakak cemilan lagi, tak susah dan tak butuh banyak keahlian, cukup membuat donat saja. Senang sekali rasanya menatap delapan buah donat tersaji di depanku sekarang, berhiasan coklat meises, coklat cair, selai strawberry dan kacang.

Mama   : Kakaaaak… mama punya kejutan buat kakak
Abhi     : Waaaa apa ma.. apa…
Mama   : Pejamkan matanya doong

Abhi memejam namun sang mata nampak mencoba mengintip-intip dengan nakal.

Mama   : Tralaaaa…. Donat spesial buat kakak mama yang paling baik
Abhi     : Woooowww…. Enaknyeeeee. Aduuh aku mau yang mana yaaaa…

Tangannya sibuk menunjuk donat-donat didepannya. Coklat.. ah engga. Meises.. ah engga. Yang mana ya, dia nampak bingung. Senyum tersungging lebar di wajahnya. Tak lama ia mencomot satu donat selai strawberry. Nyam nyam… lahap ia melumat donat di mulut mungilnya. Sambil makan ia menatapku.

Abhi      : Mama… terima kasih ya sudah mau membuatkanku donat. Aku senang sekali mama. Sudah lama tidak makan donat buatan mama.

Deeggg… aku tercekat. Diam dalam piasnya wajahku. Kata-kata halus yang sungguh bermakna dalam terucap dari anakku. Abhi maafkan mama ya nak, mama sudah jarang membuatkanmu cemilan dengan tangan mama sendiri. Begitu bahagianya dirimu dengan cemilan sederhana ini. Sesekali padahal kita membeli donat di luar, tapi tak membekas di hatimu. Yang abhi ingat adalah kapan terakhir mama membuatkanmu donat, bukan membelikanmu donat.

Maaf ya nak dan terima kasih, ucapanmu menjadi teguran halus untuk mama. Mama memang tak pandai mengatur waktu. Lelah, lelah dan lelah selalu menjadi alasan utamaku, kambing hitamku. Nak, mama akan berusaha lagi ya, supaya bisa meluangkan waktu yang tak pernah cukup ini untukmu. Luv u sayangku.

Jumat, Februari 04, 2011

Horeee Sachi pinter berdiri

Dua minggu lagi menuju Sachi 8 bulan. Alhamdulillah sejak menginjak usia enam bulan dan mulai makan makanan pendamping ASI, neng cantik sudah banyak sekali perkembangannya. Umur  enam bulan bersamaan dengan waktunya makan, neng cantik sudah bisa duduk sendiri. Lalu di usia tujuh bulan Sachi sudah pinter merangkak. Tujuh setengah bulan Sachi mulai rambatan, berdiri sambil bertumpu.

Teruuuuss… ada yang beda deh liat neng senyum. Mmmm apa ya…  aduuuh ternyata gigi mungilnya pun sudah ada satu. Sabtu, 22 Januari 2011 pas 7 bulan lebih seminggu umur neng, setelah demam semalam, pagi harinya muncul  deh si gigi bawah dengan malu-malu. Lucuuu banget. Tapi mama malah rada takut-takut nih nyusuin neng cantik, soalnya neng cantik suka gegelan, itu tuh suka gigit-gigit gemes, caranya gigitttt…. tarik yang jauuuuh…. lepas.. Huwaaa sakitttt :'( Tapi si neng cantik malah ketawa-tawa seneng tuh liat mamanya meringis. Gapapa deh, yang penting sachi bisa hepi selalu, seperti arti nama Sachi yang kami berikan untukmu nduk..

Kilas balik ke belakang, satu hal yang kurang menggembirakan. MPASI neng berjalan kurang lancar. Sejak genap enam bulan dan mulai MPASI, susu neng berkurang dari biasanya. Kalau semula selama mama tinggal bekerja, sachi menghabiskan 3 botol @150ml, sejak MPASI, susu sachi hanya habis 2 botol @150ml. Hiksssss…. Padahal makannya baru satu kali sehari. Itu pun makannya susah.  Dari segi kemampuan menelan, neng udah pinter. Makannya juga lumayan cepat, maksimum 30 menit untuk ukuran porsi 140ml (ini perkiraan, karena biasanya sachi porsinya setengah mangkuk lock n lock size 280ml).

porsi maem adek, abis sih tapi maemnya blm hepi

Cuma setiap sendok makan sudah didepan mulutnya, neng sering mingkem rapet-rapet. Variasi menu sudah dicoba bermacam-macam. Tempat makan sudah diganti-ganti, suasana makan mulai dari duduk di kursi, rebahan di kasur, bouncing chair sampai posisi makan sambil digendong. Dan tetap sachi masih suka nangis jika waktunya disuap. Mungkin Neng belum enjoy keliatannya buat makan. Jadi ya sabar-sabar aja deh sekarang

liat sendok langsung mingkem :'(

Oh ya untuk menyiasati porsi asi agar seperti semula, bubur sachi selalu mama encerkan dengan ASI. Hanya saja memasuki usia 7 bulan, MPASI mulai dibuat sedikit padat sehingga tambahan asi di buburnya tidak banyak. Alhasil memasuki bulan ke 7, porsi susu sachi sedikit dipaksakan 2.5-3 botol @150ml. Walaupun botol ketiga lebih sering bersisa dibanding habis L Sekarang menuju usia 8 bulan sachi sudah mulai stabil makan 2-3 kali, cemilan 1-2 kali dan susu 2-3 botol @150ml. Semoga bulan-bulan ke depan, urusan makan bisa lebih lancar.

Berikut menu sachi sejak MPASI :
6 bulan : cenderung cair
Kacang hijau, Tepung beras coklat, Tepung beras merah, Tepung kacang hijau, Zuchini, Baby Buncis, Kabocha, Jeruk shantang, Pear yanglie, Apel fuji, Pisang Ambon, Alpukat, Pepaya. Untuk Biskuit, mama masih kasih sachi biscuit instan milna, maklum ga bisa buat biscuit sendiri :D

7 bulan : Mulai padat
Hampir sama dengan menu 6 bulan, hanya saja mulai mama tambahkan Pear yanglie kukus, Apel fuji kukus, Semangka, Tomat, Wortel, Jagung, Kentang, Ubi dan Red Meat. Menu karbohidrat, mulai dialihkan ke bubur nasi saring atau blenderan (yang ini sih karena lagi males aja hehehe). Bumbu yang ditambahkan baru sereh, salam, daun jeruk. Oh iya, info terbaru kini read meat bisa diberikan lebih dini untuk supply kebutuhan zat besi bayi. Sehingga bubur sachi sering mama buatkan kaldu read meat, atau blenderan red meat cincang. Untuk biscuit, sekarang sachi lebih suka makan biscuit marie regal. Biskuit jadul banget ya, tapi sachi suka banget tuh. Entahlah boleh atau tidak konsumsi marie di usia 7 bulan. Tapi kalau melihat komposisi marie regal sepertinya sama saja dengan biscuit sejenis milna yang diperuntukkan usia 6+. Jadi, bismillah saja. Terus Sachi juga mulai suka finger food. Favoritnya buncis kukus dan wortel kukus. Pernah juga mama iseng kasih bunga kol kukus, doyan aja tuh si neng.

8 bulan : Padat
Plan mama untuk bubur sudah konsisten di bubur saring, ga boleh blender lagi biar ga halus banget. Jadi sachi mulai belajar tekstur makanan yang agak kasar. Menu makanan menginjak 8 bulan semakin banyak variasinya. Antara lain sudah bisa diberikan daging ayam, putih telur, brokoli, tempe, tahu, dan macem-macem lainnya. Hmm kebayang deh gimana berantakannya dapur di pagi hari yang selalu rusuh. Hehe maklum mama pengen makanan sachi bukan frozen food, tapi fresh food yang dibuat setiap pagi. Yah walaupun konsekuensinya gituu deh :D Semoga bulan ke depan, neng tambah pinter makannya. Ga pake GTM, ga pake nangis bombay, tambah enjoy eksplorasi menunya biar mama tambah semangat juga masaknya ya nak.

Sachi sayang, sehat selalu ya nduk. Mari kita mulai hidup sehat dengan mimi asi dan makan makanan pendamping asi yang sehat.. huehehehe lebaaaay..

Love u sachi.. Mama , Papa dan Kakak selalu mencintaimu, Neng. Selalu..

Kamis, Januari 06, 2011

Tsubasa wo Kudasai

Lima bulan mengunjungi papa singgah di Hiroshima, menyisakan kenangan dalam sepenggal cerita hidup kami. Banyak kenangan terekam dalam memori, salah satunya sebuah lagu jepang yang hingga kini menetap di hati kakak abhi. Sepertinya dia terkesan sekali dengan lagu ini. Berawal dengan seringnya lagu versi MUCC ini diputar papa, kakak cukup hapal dengan lirik lagu ini, khususnya lirik berbahasa jepangnya. Kira-kira seperti ini liriknya (dikutip dari http://www.animelyrics.com/anime/keion/tsubasawokudasai.htm) ...

ima watashi no negaigoto ga
kanau naraba  tsubasa ga hoshii
kono senaka ni  tori no you ni
shiroi tsubasa  tsukete kudasai

kono oozora ni  tsubasa wo hiroge
tonde yukitai yo
kanashimi no nai  jiyuu na sora e
tsubasa hatamekase  yukitai

ima tomi to ka  meiyo naraba
iranai kedo  tsubasa ga hoshii
kodomo no toki  yumemita koto
ima mo onaji  yume ni mite iru

kono oozora ni  tsubasa wo hiroge
tonde yukitai yo
kanashimi no nai  jiyuu na sora e
tsubasa hatamekase  yukitai

kono oozora ni  tsubasa wo hiroge
tonde yukitai yo
kanashimi no nai  jiyuu na sora e
tsubasa hatamekase
kono oozora ni  tsubasa wo hiroge
tonde yukitai yo
kanashimi no nai  jiyuu na sora e
tsubasa hatamekase  yukitai

(English version):

If I can get one wish
To come true right now, I want a pair of wings
Please grant me  white wings
On my back  like a bird

In this huge sky  I wanna
Spread my wings  and fly
Towards the free sky  with no sadness
I wanna flap my wings  and soar

I have no need for  wealth or fame
All I want now is  a set of wings
I still dream of  those things
That I've dreamed about  when I was little

In this huge sky  I wanna
Spread my wings  and fly
Towards the free sky  with no sadness
I wanna flap my wings  and soar

In this huge sky  I wanna
Spread my wings  and fly
Towards the free sky  with no sadness
I wanna flap my wings
In this huge sky  I wanna
Spread my wings  and fly
Towards the free sky  with no sadness
I wanna flap my wings  and soar

Lantas apa spesialnya lagu ini, entahlah. Karena bisa kupastikan kakak tidak mengerti makna lagu ini. Hahaha ya iyalah, emak bapaknya aja sama ga ngertinya :D Memang sepintas tak ada yang berbeda, hanya saja coba lihat kelakuan kakak abhi begitu mendengar lagu Tsubasa wo Kudasai versi MUCC, ini linknya http://www.youtube.com/watch?v=OoK1djQYHmg&feature=related.

Banyak lagu dengan genre seperti MUCC ini, namun tak banyak yang bisa mengena di hati kakak. Kakak abhi sangat menikmati musical lagu ini, mulai dari instrument hingga lirik lagu. Biasanya kakak seperti penuh energi, bangkit dari duduknya, teriak-teriak bernyanyi dengan semangat plus tangan yang seolah-olah menirukan seorang drummer beraksi. Yeaaaahh.. Walaupun lirik dinyanyikan kakak menjadi tidak sempurna lafalnya, namun bagaimana sebuah lagu menyetrum seorang Abhi sungguh menarik perhatian aku dan papanya. Sering kami tersenyum geli melihatnya begitu menikmati lagu ini. Oh ya. Tak jarang pula mobil kami lantas berubah menjadi  arena hiburan, hingar bingar ramai. Bagaimana tidak, karena setiap lagu ini diputar, maka volume otomatis akan dimaksimumkan, dan seluruh isi mobil berteriak menyanyikan lagu ini. Jingkrak-jingkrak lompat-lompat.Hahaha sungguh bersemangat. Dan setelah lagu berakhir, suara habis… :D Sepertinya kapan-kapan harus direkam tingkah kakak ketika lagu ini diputar. Lumayan buat kenangan nanti kalau kakak besar :)

Oh ya.. ada satu versi lagi dari Tsubasa wo Kudasai yang sering kami putar. Tsubasa wo kudasai versi Megumi Hayashibara. Ini linknya  http://www.youtube.com/watch?v=YxXkZzJUDh4.Mendengar lagu ini, ekspresi abhi berubah. Dia akan duduk dengan kalem, tersenyum-senyum simpul. Tak lama dia akan berkata, “aduuuh lembut banget.. ini lagunya mama sama eneng. Lagu anak puaaan. Tapi aku nyanyi juga laaaah.” Hehehe…

Yes.. We do love tsubasa wo kudasai. And how about u...