Catatan Lydia

Catatan Lydia
Blog ini didedikasikan untuk anak-anakku tercinta, Abhi Sachi dan Samy yang mewarnai hidupku dengan kebahagiaan. Tulisan-tulisan di blog ini menjadi saksi, betapa berartinya kalian untuk mama. Kelak ketika kalian besar nanti, memori indah yang tertulis di blog ini akan selalu kita kenang bersama. I love U Nak..


Kamis, Oktober 02, 2008

Berpisah dengan Kekasih

Kamis, 26 September 2008 akhirnya hari ini datang juga. Tuk pertama kalinya dalam pernikahan kami, kekasih harus pergi meraih mimpinya, membentangkan jarak ribuan kilo diantara sebaran puluhan negara dan budaya. Hari ini kami menyadari, betapa beratnya sebuah perpisahan walaupun hari ini telah lama kami ketahui akan hadir. Persiapan mental dan hari-hari intensif yang kita lalui menjelang hari ini tak jua mampu membendung air mata yang tetap saja tertumpah. Kekasih, aku mencintaimu. 

Berpisah dengan kekasih bukan kali ini saja aku hadapi. Sejak perkenalan kami , aku termasuk cukup jarang bertemu kekasihku walaupun kesempatan itu sangat, sangat mungkin. Pun ketika kami menikah, satu tahun pernikahan kami lalui dengan meniadakan jarak bandung – Jakarta yang memisahkan kami. Bahkan hari-hari kehamilan pertamaku pun nyaris aku lalui tanpa kekasihku. Kala itu tak sedikitpun rasa kehilangan itu hadir, toh kami bisa bertemu setiap minggunya. Namun jelang perpisahan kali ini rasa kehilangan itu sungguh hadir. Perpisahan kali ini sungguh menghadirkan cinta yang nyata, antara kau, aku dan keluarga kecil kita. 

April 2008 ketika kepastian keberangkatanmu hadir, kau sambut dengan syukurmu. Apakah kau lihat rekah lebar senyumku saat itu? Aku bangga padamu kekasih. Kau mampu raih mimpi-mimpimu, kau berikan ikhtiarmu, kau buktikan keteguhan hatimu, kau sambung dengan doa dalam kepasrahanmu. Hidup ini tak pernah mudah. Berkali-kali jatuh bangun kau hadapi dalam hidupmu, namun kau tetap tersenyum bahkan disaat menerima kata ‘GAGAL’ yang mungkin bila kualami pasti membuatku putus asa. Ah kekasih, kau memberikan ku lagi satu pelajaran indah mengenai indahnya kesuksesan setelah gempuran kegagalan. 

Bulan demi bulan berlalu, gundah itu semakin lama semakin nyata. Detik demi detik berlalu dan aku semakin meragukan diriku, sanggupkan bertahan tanpa dirimu. Akankah kebahagian menyertaiku tanpa dirimu. Dalam gelap malam, ditemani temaram cahaya disudut kamar kita, kutatap wajahmu. Inilah sosok yang kucinta, sosok yang kupuja. Sesaat kemudian, sekelumit kebersamaan kita menari dalam benakku. Candamu yang kerap membuatku tertawa hingga menitikkan air mata, kekonyolanmu yang sering menyulut emosiku, kebaikan dan kesabaranmu yang selalu mengikat hatiku di hatimu, Kesederhanaan dan kejujuran hidupmu yang membuatku percaya. Ah, bisakan aku berpisah dengan kekasih untuk kali ini? 

September 2008 akhirnya tiba. Rasa tak menentu semakin jelas dalam kalbuku. Cuti kerjaku kupercepat satu minggu jelang keberangkatanmu. Aku ingin keluarga kecil kita bisa bersatu sejenak sebelum waktu itu tiba. Hari-hari intensif ini kau sebut hari keluarga. Karena Kau, Aku dan Abhi menghabiskan waktu sepanjang hari bersama. Mencurahkan cinta sepenuh hati satu sama lain. Kerap kutemui kekasihku mencuri pandang padaku dan abhi. Kau tatap kami dalam-dalam, berat sekali desah nafasmu kala itu kekasih. Kau belai mesra anak kita, seperti kau kecup mesra aku. Tak sanggup kubayangkan hari itu akan tiba. 

Kamis, 26 September 2008, akhirnya hari ini datang juga. Kuantar kau menuju bandara, menjemput mimpimu.Tak banyak yang kau ucapkan hari itu. Hanya senyum diwajahmu. Ah kekasihku, aku tak pernah sesiap dirimu menghadapi semua ini. Kata-katamu menghadirkan jutaan air mata meleleh dipipiku. “Jaga dirimu baik-baik. Jaga anak kita. Aku mencintai kalian” pesanmu yang akan selalu aku ingat, sampai nanti kita dipertemukan kembali. “Jangan menangis, semua tak lama. Ingatlah hari dimana aku akan menjemput kalian di Hiroshima. Hari itu pasti segera datang. Semua akan baik-baik saja”. 

Oh kekasih, aku berjanji padamu. Akan kujaga semuanya untukmu, hingga hari ketika kau menjemput kami untuk berkumpul kembali. Jepang toh jarak yang masih bisa dijangkau. Perpisahan ini hanya sementara. Bukan tanpa rencana, dan bukan pula abadi. Biarlah sesak ini tetap ada, sebagai pelajaran bagi kita tuk selalu menyadari betapa berartinya kebersamaan ini. Kekasih, aku mencintaimu. Nantikan kami dikotamu. 

Hampa terasa hidupku tanpa dirimu Apakah disana, kau rindukan aku Seperti diriku yang selalu merindukanmu Selalu merindukanmu..