Sesuai janji saya sebelumnya, kali ini saya mau sharing pengalaman
fototerapi di RS Al Islam Bandung untuk penanganan jaundice atau bayi lahir kuning. Bermula
dari hasil cek bilirubin Samy di hari ke-7 setelah kelahirannya, bilirubinnya
tinggi mencapai 17 mg/dl. Tidak mau gegabah dan overtreatment seperti pada Abhi
dulu di RS lain, maka saya sangat berhati-hati dengan memeriksa table AAP untuk
rekomendasi fototerapi. Sesuai tabel ini, dengan asumsi Samy memiliki faktor resiko
(kondisi ABO Incompatibility dimana gol darah saya O, sementara Samy B), maka hasil
bilirubin 17mg/dl itu sudah berada di batas atas/maksimum antara dapat diberikan fototerapi
dan belum perlu fototerapi. Deg.. gundahlah emaknyaa, sinar jangan ya Alloh..
Berat bagi saya memutuskan ini, walau sejatinya fototerapi
itu sendiri belum diketahui menimbulkan efek negatif bagi bayi, namun efek
psikologis bagi ibu yang baru saja melahirkan akan sangat besar. Dengan kondisi
fisik yang belum pulih sepenuhnya, harus berpisah dengan bayi, harus mensupply
ASI dengan jumlah yang lebih besar (karena sinar membutuhkan cairan lebih)
sementara tidak semua ibu memproduksi ASI dengan lancar. Kondisi ini tidak
sekali dua kali membuat ASIX gagal diwujudkan. Lagipula saya tidak mau
overtreatment pada anak saya, seminim apapun efek sampingnya.
Singkat cerita setelah mengobservasi behaviour Samy dan mempertimbangkan
segala faktor, akhirnya saya putuskan diberikan fototerapi.
Daaan surprisingly,
pengalaman fototerapi kali ini jauh lebih mudah dibanding pengalaman sebelumnya. Alhamdulillah.
Saya coba list ya kemudahannya.
(+) Detail fototerapi diberikan dengan jelas. Paramedis mampu memberikan
penjelasan cukup lengkap mengenai rencana terapi yang diberikan, sinar 1 lampu
saja, periode 2x24 jam kecuali istirahat menyusui, ambil darah setiap 2x24 jam.
(+) Dalam kondisi fototerapi, rumah sakit tetap mendukung ASIX.
Paramedis membantu meyakinkan ibu melalui sugesti kecukupan ASI, membantu
mengajarkan memijat payudara, cara memerah ASI, dan mengizinkan menyusui
langsung.
Bagi saya hal ini LUAR BIASA. Karena pengalaman yang
sudah-sudah di RS lain, Ibu lebih ‘ditekan’ untuk memberikan tambahan cairan
tanpa dukungan upaya lebih dari pihak rumah sakit. Terlebih dengan boleh disusui langsung walaupun katanya dapat memperlambat penurunan kadar bilirubin namun adanya kemudahan ini dapat
menjadi alternatif solusi bagi ibu-ibu yang kesulitan memompa atau memiliki stok asi terbatas. Alhamdulillah
kemarin beberapa rekan seperjuangan yang menyusui langsung, penurunan kadar
bilirubin bayinya semua terbilang cepat, 2x24jam sudah diperbolehkan pulang.
Artinya solusi menyusui langsung sesuai jadwal untuk kondisi hiperbilirubin
seharusnya tidak perlu dipermasalahkan.
(+) Tersedia ruang menyusui
sekaligus ruang pompa ASI. Jadi saya serasa punya basecamp baru ^_^. Ruang ini
letaknya persis disamping ruang fototerapi. Jadi biasanya jika jam menyusui tiba,
akan banyak ibu -ibu senasib seperjuangan menunggu giliran menyusui disini atau
bersama-sama memerah ASI untuk stok cadangan. Disini kami biasa berbagi beban, saling
menguatkan dan saling berbagi tips memperbanyak asi, cara memompa dan tentunya
saling mendoakan bayi satu sama lain.
Lagi-lagi bagi saya ini LUAR BIASA. Teringat dulu saya hanya
sendiri memompa ASI di RS lain itu dimana ruang menyusuinya terpisah dengan tempat Abhi
disinar. Menelan resah dan duka sendiri. Well, walaupun fototerapi bukan suatu
penyakit yang berat, namun bagi seorang ibu yang baru melahirkan, anak pertama
pula, berpisah dengan buah hati tercinta itu cukup menjadi beban sendiri. Yang
bisa membuat air mata mengalir begitu saja. Belum lagi jika kondisi ASI belum
banyak yang biasanya karena ketidaktahuan ibu, kurang pengalaman memompa, panik
dan tekanan harus menyediakan cairan lebih banyak. Dulu semua sendiri, sekarang
ada ruang untuk berbagi. Disini juga saya bertemu seorang ibu yang kesulitan
memompa ASI, tiap memompa tampak iba melihatnya penuh deraian air mata.
Ternyata putra tertuanya baru saja berpulang ke Sang Pencipta, dan lahirnya
bayi kedua ini seperti menjadi pengganti putranya itu. Tatkala si bayi harus
disinar dan berpisah darinya, ada rasa trauma takut kehilangan yang begitu
besar dalam diri sang ibu. Dengan berbagi beban di ruang inilah semua menjadi
ringan. Para ibu dapat saling melepas beban, sementara yang lain menguatkan. Juga
jadi ingat saat satu diantara anak-anak kami diperbolehkan pulang, semua ibu di
ruangan itu akan spontan mengucap hamdalah dan berebut memberikan selamat.
Rasanya senang bagi satu menjadi bahagia pula bagi yang lain. Adanya ruang ASI
RS Al Islam itu terasa sekali manfaatnya.
(+) Waktu kunjungan bebas +- 10 menit per kunjungan.
Memudahkan para ayah juga turut melihat kondisi bayinya dan memudahkan kami
melepas kangen pada ananda tercinta.
Biasanya para ibu disini kebanyakan memilih untuk menyusui
bayinya secara langsung setiap 2-3 jam sekali. Mungkin karena tak kuasa berpisah
dengan bayi tercinta yaa. Saya sendiri memilih berada di RS untuk menyusui
langsung dari pukul 9 pagi hingga 9 malam. Lepas itu saya memilih pulang dan
memompa ASI di rumah. Hasil pompa dibawa ke rumah sakit untuk diberikan malam
berikutnya. Namun, tidak sedikit lho ibu-ibu yang memilih menginap di rumah
sakit demi menyesuaikan jadwal menyusui langsung. Sebagian menginap di ruang
tunggu, dekat dengan ruang kebidanan dan ICU. Namun karena sering penuh dan
kenyamanan kurang, sebagian lain memilih tidur di mobil. 24 jam penuh di rumah
sakit selama beberapa hari. Luar biasa pengorbanan dan kesadaran ibu-ibu ini akan
ASI. Tengah malam jam 1, jam 3 dini hari pun dilakoni menyambangi ruang
menyusui bertemu bayi tercinta.
(+) Komunikasi antara
paramedis dengan orang tua bayi intens. Mulai dari kondisi bayi, jumlah susu per
sekali minum, kapan perlu stok asi lagi, semua diinformasikan. Oh ya untuk
keperluan ASI ini, kami bahkan diharuskan meninggalkan nomor kontak yang bisa
dihubungi kepada tim paramedis. Jika nantinya waktu menyusui tiba sementara si
ibu tidak ada, maka paramedis disini akan proaktif menghubungi ibu ke nomor
kontak tersebut untuk mengingatkan. Beberapa rekan yang menginap di rumah sakit,
seringkali tertidur khususnya untuk jam menyusui pada jam 1-3 dinihari. Jadi
telpon dari paramedis ini amat sangat membantu. Juga jika stok asi mendekati
habis, paramedis akan segera proaktif memberitahukan ke orang tua supaya
secepatnya mengirimkan stok asi ke rumah sakit.
Kesimpulannya, dukungan rumah sakit dan paramedis untuk
keberhasilan ASIX itu sangat tinggi. Dan di RS Al Islam ini saya sangat
merasakan benar adanya dukungan itu.Thanks to all.
Bunda Qila, Mama Fathir, Mama Daniel, Mama Alesha, Mama
Almer, dan para bunda yang belum disebutkan namanya, terima kasih atas
persahabatannya. Walau sesaat insya Alloh berkesan J
Oh ya, anakku samy pada akhirnya diperbolehkan pulang selepas 2x24 jam mendapat fototerapi. Bilirubinnya turun dari 17mg/dl menjadi 8.34mg/dl, alhamdulillah.
Boleh tau berapa biaya perhari nya utk foto therapy nya bun?buat perbandingan, kalo2 anakku bilirubin nya tinggi. Tadi baru dicek darah,semoga normal sih..deg2an..tlg infonya bun yah..makasih
BalasHapusSemoga hasilnya normal ya bun, tidak semua bayi dengan jaundice harus disinar juga. Tergantung kondisi. Semangat bun, sun buat adek
HapusMohon maaf saya lupa berapa persisnya biaya selama disinar disana bun.Mungkin ada baiknya ditanyakan via telpon saja dulu karena dalam jangka waktu dua tahun sejak terakhir samy disinar tentu harga sudah berbeda. Thanks
BalasHapus