Catatan Lydia

Catatan Lydia
Blog ini didedikasikan untuk anak-anakku tercinta, Abhi Sachi dan Samy yang mewarnai hidupku dengan kebahagiaan. Tulisan-tulisan di blog ini menjadi saksi, betapa berartinya kalian untuk mama. Kelak ketika kalian besar nanti, memori indah yang tertulis di blog ini akan selalu kita kenang bersama. I love U Nak..


Jumat, April 09, 2010

USG 4 Dimensi

Menjelang berangkat ke Hiroshima untuk proses kelahiran disana, aku mulai menyiapkan sejumlah berkas medis terkait kesehatan aku dan adik bayi bulan demi bulan kehamilan. Sebenarnya bukan suatu keharusan, namun rekam medis yang lengkap tentu dapat sedikit banyak berguna untuk merunut riwayat kesehatanku dan adik nantinya, apalagi kami baru akan menginjakkan kaki disana saat kandunganku sudah 7 bulan lebih.

Berbekal maksud itu, akhirnya aku memutuskan untuk melakukan USG 4 dimensi di usia kandungan 7 bulan ini untuk melihat kondisi adik lebih jelas. Searching sana sini, info yang didapat USG 4 dimensi di bandung bisa dilakukan di RSIA Hermina Pasteur atau di RS Santosa Internasional. Ada juga USG 3 dimensi di beberapa RS lain. Sayangnya USG 4 dimensi di RS Santosa tidak bisa dilakukan karena sedang ada kerusakan alat. USG 3 dimensi di RSB Harapan Bunda yang terdekat dengan rumah pun sedang tidak bisa dilakukan karena dokter kandungan yang punya alat sedang cuti :D Finally, opsinya tinggal di RSIA Hermina dengan dr. Hanny Rono Sulistyo, SpOG. Fiuuuhhh.. mendengar nama dr. Hanny Rono, sang dokter tenar, sudah terbayang betapa akan membosankannya menunggu antrian yang padat merayap. Belum lagi jadwal praktek beliau malam hari dan tentu jauhnya itu lho dari rumah. Huhuhuhu…. Tapi apa boleh buat, akhirnya kamis malam 010410 aku mendaftar juga untuk USG 4 dimensi ke dr. Hanny Rono, dengan pertimbangan esok Jumat libur sehingga lelah malam itu akan terbayar dan hutang waktu bersama abhi bisa dilunasi esok hari. Dan mumpung si papah kebetulan sedang pulang ke Indonesia, sehingga bisa bersama-sama intip adik bayi di perutku.

Sore pukul 16.30 papah sudah nongkrong di RSIA Hermina untuk pendaftaran, walaupun praktek dimulai baru pukul 7. Berharapnya sih bisa dapat nomor antrian 1, namun sayangnya papah dapat nomor antrian 3. Tapi ya masih mending lah.. perkiraanku bila praktek mulai jam 7 malam, maka dengan nomor antrian 3, giliranku kira-kira pukul 8 malam. Jadi pukul 9 sudah bisa sampai di rumah dan bertemu kakak yang semoga belum tidur. Sayang disayang, rencana tinggal rencana. Datang ke hermina pukul 7.30 malam ternyata dokter belum datang, huhuhu…. Jaman sekarang ini beginilah nasibnya pasien. Pukul 8 dr.Hanny Rono datang. Tapi oo.. ouw.. kenapa beberapa orang langsung masuk ruangan pak dokter ya, entahlah ini termasuk antrian atau ada jalur tersendiri. Lama menunggu dengan hilir mudik orang yang memasuki ruang praktek, sepertinya mulai ada yang janggal. Rasanya antrian pasien sudah melebihi 10 orang, namun namaku belum juga dipanggil. Hei… antrian saya nomor 3!

Jarum terus bergerak.. kali ini menunjuk pukul 9 malam. Gelisah mulai menghampiriku. Tuktaktiktuk.. Jarum pendek jam menunjuk angka 10, Astagfirullah… betapa melelahkan perjuangan menunggu untuk bertemu seorang dokter ya.. Tak sabar, aku pun mulai bertanya-tanya. Ternyata diruang praktek dr. Hanny ada 3 pintu, satu pintu KB, satu pintu konsultasi, satu pintu USG. Namun yang membuatku heran, mengapa antrian di pintu USG itu juga sudah melebihi 5 orang lebih. Akhirnya kuberanikan diri bertanya ke beberapa pasien yang sudah sering mengantri di dr. Hanny. Jawabnya membuatku bungkam seribu bahasa..

“Iya bu, disini memang kadang antriannya ga urut begini. Untung-untungan juga ya bu, tergantung dokternya saja siapa yg dipanggil lebih dulu. Biasanya sih ga sekacau ini banget, cuman mungkin karena besok libur, jadi banyak sekali pasiennya.”

Haaaahhh bengong langsung menghampiriku. Jawaban ibu yang sudah menjadi pasien langganan si dokter langsung memukulku telak. Aiiih masa sih seperti ini. hiks hiks kami kan sudah rela mendaftar lebih awal, menanti antrian yang panjang adalah membosankan dan melelahkan apalagi bagi pasien yang tidak sabaran seperti aku ini xixixixi... Kalau saja disesuaikan dengan budaya antri, tentu tidak ada pasien yang merasa dirugikan. Tidak peduli relasi, pasien langganan, pasien baru, semua harus diberlakukan sama dan adil. Hiks hiks… Suamiku yang sedari tadi sabar menunggu ternyata mulai protes juga dengan model antrian disini, yang kami rasa kurang fair. Wajar saja, tanpa penjelasan pada pasien, rasanya kami berhak berasumsi malam itu. Semoga saja didalam nanti, pelayanannya memuaskan sehingga bisa mengobati kekecewaan kami hari ini. Kucoba menanyakan pada Ibu di bagian pendaftaran, tapi si ibu hanya bilang, “Iya lama ya.. sabar aja ya. Saya juga tidak tahu, tergantung dokter saja,” ucapnya ringan.

Ah.. penantian malam itu rasanya sangat lama. Hampir pukul setengah 11 lewat baru namaku dipanggil. Begitu masuk ruangan, aku langsung diminta tiduran. USG mulai dilakukan. Entahlah karena sudah lelah menunggu, atau aku sudah terlalu banyak berbekal hasil browsing mengenai si dokter, sehingga malam itu joke-joke si dokter terkesan garing. Maaf ya dok.. :D

“Wah.. ini pasti bikinnya ga pake vitamin B ya..”ujar dokternya.
Batinku dalam hati, hehehe maaf dok tapi aku udah hapal jawabannya.
“Maksud dokter Bismillah ya.. kalo soal itu Insya Allah ga lupa dok,”ujarku datar.

Mungkin dr. Hanny juga lelah ya malam itu, karena beberapa pertanyaanku terkait kondisi adik bayi malah tidak terjawab tuntas. Sang dokter sibuk melihat hasil USG. Sebenarnya penjelasan hasil USG juga tidak terlalu memuaskanku, karena dokternya cukup terburu-buru dan lebih fokus menampilkan wajah adik bayi. Sementara aku berharap dapat dijelaskan mendetil mulai dari ujung kepala, hingga ujung kaki. Bagaimana organ-organnya, tulang belakangnya, otaknya, dan seterusnya. Lelah malam itu membuatku tidak bertanya banyak. Enggan rasanya untuk mengulangi pertanyaan yang sama.

Akhirnya pukul 11 lebih, selesai sudah USG 4 dimensi terhadap adik bayi. Yang melegakanku malam itu adalah kondisi adik sehat walaupun posisinya masih sungsang. Secara mata orang awam, sepertinya ada sedikit lilitan tali pusar di lehernya, tapi sayangnya dokter tidak menjelaskan hal itu sewaktu aku tanyakan. Wajah mungilnya tampak dari samping. Lucunya.. Beberapa menit menunggu, akhirnya CD dan resume kesehatan adik selesai. Lumayan, resume sudah dalam bahasa inggris sesuai permintaan kami sehingga nanti dapat dipahami oleh dokter-dokter di Hiroshima sana. Lelah dan mengantuk mengakhiri singgahnya kami di rs malam itu. Dengan mengendarai motor, aku dan suami menembus malam yang mulai pekat. Cukup khawatir juga karena jalur yang kami lalui melewati beberapa jalur yang rawan geng motor. Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam setibanya dirumah. Fiuuh Alhamdulillah aman. Kakak sudah pulas. Maaf ya kak, mama dan papa pulang malam sekali. Kakak pasti lelah menunggu kami ya.

Sampai dirumah, bersih-bersih, makan. Aku mulai membuka file resume dokter tadi, ingin membaca hasil resume yang tertulis disana, sekaligus menatap foto adik lagi. Aiiih.. ternyata lelah membuatku tidak meneliti terlebih dahulu resume pemeriksaan tadi. Ada beberapa keterangan yang salah tertulis disana, berbeda antara hasil capture screen dengan resume tertulis. LMP atau HPHT tertulis 11 Juli 2006?? Haaaa.. kok bisa.. harusnya kan 11 September 2009. Jauh sekali kesalahan tulisnya. Satu lagi, dibagian kesimpulan, usia kandungan tertulis 19 minggu, padahal harusnya 29 minggu. Ihiksss…. Membayangkan harus kembali lagi kesana, mengoreksi resume itu.. Oh tidakkk…. Tidak lagi.. Sepertinya terpaksa datanya aku coret tangan saja.

Well honestly speaking, aku akan berfikir ulang untuk antri konsultasi di dr. Hanny. Bukan karena dokternya kurang ahli, karena itu sih tidak perlu diragukan lagi, beliau adalah salah satu dokter kandungan ternama di Bandung, keahlian sudah pasti oke dong. Tapi karena antriannya, jam prakteknya, jauhnya rs dari rumah, dan konsultasi yang jadi kurang nyaman karena konsentrasiku dan badan yang terlampau lelah tak mampu menyaingi pikiranku yang penuh pertanyaan, membuatku jelas harus mempertimbangkan ulang untuk kembali menjadi pasien langganan pak dokter. Salut juga buat ibu-ibu yang betah menunggu. Melihat antrian kemarin, sepertinya tembus di atas jam 12 malam praktek sang dokter adalah suatu hal yang sudah sangat-sangat biasa. Wuiih.. sepertinya aku lebih baik antri ke dokterku semula sajalah, dr. Anita Deborah, SpOG.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar