Abhi Ahmad Alizachrei putra sulungku. Usianya sudah hampir genap 5 tahun desember nanti. Seperti layaknya bocah seusianya, terkadang ia begitu manis. Menciumiku penuh sayang, memberikanku bunga, ia juga rela menjadi kuda untuk adiknya tersayang. Namun kadang pula ia bersikap sebaliknya. Menghiraukan ucapanku, mengganggu adik dan neneknya hingga bertutur kata yang kurang baik pernah dilakukannya. Tak jarang sikap bandelnya berhasil memancing emosiku dan papanya. Tak jarang pula kami berurai air mata bersama, ketika kekesalan berhasil menaklukan kesabaran yang tersisa.
Ia anak tertuaku. Guruku untuk belajar bagaimana menjadi orang tua. Ketika aku salah langkah menyikapi sikapnya, lengah memperhatikannya, menghujaninya dengan omelan-omelan yang seolah biasa, maka ia juga lah yang lantas menyadarkanku. Menatap raut wajahnya yang tertidur dipelukku setiap malam selalu berhasil menyemangatiku untuk menjadi orang tua yang lebih baik.
Oh ya seperti malam ini misalnya. Malam ini aku menjahitkan pakaian untuknya. Untuk Abhiku. Permintaan sederhana sebab ini bukan pakaian istimewa, bukan pula pakaian kesayangannya. Hanyalah beberapa potong pakaian yang biasa ia kenakan sehari-hari. Permintaan sederhana sebab ia hanya menginginkan aku menjahit untuknya. Bukan membelikannya pakaian baru yang jauh lebih indah. Beberapa hari lalu Abhi memperhatikanku tatkala menyiapkan perlengkapan sekolahnya. Tiga pasang baju aku siapkan setiap harinya.
Tatkala aku mengambil baju tidur berwarna coklat, ia tersenyum dan berkata, “Mama, aku jangan dibawain baju ini ya. Baju lain saja.”
“Lho, kenapa memangnya kak? Kakak ga suka baju ini?”
“Engga ma, gapapa sih. Tapi aku bawa baju lain saja ya ma.”
Aku setuju dan percakapan kami berakhir begitu saja.
Malamnya sebelum tidur, Abhi kukenakan baju tidur coklat itu lagi. Ia tersenyum meraihnya. Dikenakannya baju itu lantas kami bercakap-cakap. Taklama ia berkata, “ Mama, aku pakai baju ini di rumah saja ya mama.”
“Memangnya kenapa kak?”
“Hehehe… gapapa sih ma. Mmmmm …tapi.. hehehe engga ma gapapa”
“Kenapa sih kak?”penasaranku jadinya. Aku sudah bisa menebak makna senyum lebarnya itu, pasti ada sesuatu yang disembunyikannya dariku.
“mmm ini lho ma… bolongnya gedeeee,” ia tersenyum lebaaar sekali seraya menunjukkan celah di celananya.
Aku mendekatkan mataku kena telunjuknya mengarah.
“Haaaah.. bolong ya kak. Aduuuh maaf ya kakak, mama tidak tau celana kakak bolong.”
“Iya gapapa ma. Nanti kalau sempat, tolong jahitkan ya ma.”
“Trus kemarin-kemarin kakak malu dong ya mama bawain baju bolong ke sekolah,” ujarku sedih.
“Engga ma, aku umpetin aja bolongnya. Kalo ada yang ngeliatin, aku kabuuuur,”ujarnya tetap dengan senyumnya.
“Mama, nanti kapan-kapan mama jahitkan ya mama bajuku. Yang hijau sama abu juga ada bolongnya.”
Huhuhu malunya aku, kemana saja aku selama ini. Lengah lagi perhatianku padanya. Teguran untukku. Kapan ya terakhir aku menjahitkan baju-baju anakku. Rasanya sudah lama sekali. Sebulan lalu, dua bulan atau lebih? Waktu 24 jam selalu terasa kurang buatku. Mengurus segalanya terkadang membuatku melupakan hal-hal kecil seperti ini, kadang tak kusadari ternyata ia mungkin bermakna besar bagi sebagian orang.
Malam ini sengaja kuluangkan waktu menjahitkan pakaiannya, sebelum aku melupakan lagi janjiku pada Abhiku. Janji yang sempat tertunda beberapa hari karena aku yang pelupa ini tidak mengingat dimana kusimpan jarum dan perlengkapan jahitku lainnya. Ah sudah semakin tua aku rupanya.
Hmm tiga pasang pakaian sudah selesai kujahit saat jam menunjukkan tepat pukul 00:00. Jahitannya tak rapih, warna benangnya pun mungkin tak sesuai kain bajumu Nak. Namun kujaminkan satu hal, jahitan itu penuh dengan cinta. 100% Hehehehe.
Kutatap wajah pulas kedua anakku yang tertidur lelap. I love u kiddos. Maafkan ya kalau sampai hari ini perhatian mamamu ini kadang tersita, omelan kadang tak lepas. Sabar ya nak, mamamu sedang belajar menjadi lebih baik lagi.
Malam sudah larut, selepas menuangkannya dalam tulisan untuk kalian kenang nanti, kini saatnya berbagi hangat bersama orang-orang tercinta. Selamat malam semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar