Langkahnya tertatih. Timpang. Tampak peluh mengalir dari keningnya yang penuh guratan, menandakan si empunya wajah tak lagi muda. Lilitan handuk kecil basah bersimbah keringat membungkus lehernya. Dibahu itu walau tak sekokoh dulu bertumpu sebuah pikulan. Disana tersimpan rapi beberapa lembaran kulit hitam, sedikit lem dan peralatan pertukangan ala kadarnya. Sang bapak tua, tukang sol sepatu keliling menyusuri kota mencari sesuap nasi, untuknya dan untuk keluarganya.
Hari itu wajahnya cerah, secerah senyum yang selalu tersungging di wajahnya. Tak nampak lelah disana, sekalipun tubuh berjibaku peluh, kendati raga telah lelah mengelana. Di sebuah perempatan jalan, kulihat sang bapak sol sepatu nampak memperlambat jalannya. Sejenak ia memperhatikan sesuatu di depannya. Ada seorang pengemis tua, seperti juga dirinya, tengah duduk di perempatan jalan itu dengan wajah lusuh, dengan tangan menengadah ke atas, mengharap belas kasihan sesama.
Segera bapak tua tukang sol sepatu merogoh saku celananya yang lusuh. Kosong. Tak putus asa ia merogoh kembali, kali ini saku bajunya. Ah, ada selembar uang disana. Yah selembar saja, selembar uang kertas berwarna biru dengan tiga angka nol tertera disana. Senyumnya mengembang. Wajahnya nampak bahagia. Tanpa ragu, ia mengulurkan tangannya menyerahkan selembar uang itu untuk berpindah tangan ke pengemis tua di perempatan jalan. Pengemis menengadah, seolah tak menduga, lalu mengucapkan terima kasih pada lelaki tua tukang sol sepatu itu. Ia tersenyum lalu mengangguk, sejenak kemudian melanjutkan langkah kaki dengan ringan.
Tiada sesal di wajah tuanya, walau mungkin tak ada sepeser pun hari ini di sakunya. Tak ada uang untuk dibawa pulang. Seolah cukuplah semua nikmat baginya hari ini. Hari ketika ia mampu berbagi dengan sesama.
Jumat, 8 April 2011
Terinspirasi dari bapak tua tukang sol sepatu yang melintas di perempatan gasibu Bandung. Sang lelaki kaya hati. Semoga Allah memberkatimu dan keluargamu selalu, Pak. Amin.
“Tidak kaya harta, tak mengapa. Tidak kaya hati niscaya engkau merugi. Karena itulah kaya yang hakiki”