Setiap kehamilan seorang ibu itu unik dan punya ceritanya masing-masing. Antara kehamilan pertama, kedua, dan selanjutnya pun tak selalu sama. Kita tak pernah tau akan seperti apa kisah kehamilan kita. Jalani, hadapi, syukuri. Seperti kisahku kali ini. Jika dua kehamilan sebelumnya berjalan tanpa kendala, maka di kehamilan ketiga ini, aku dan suami berkali-kali diuji.
-------------------
Si bungsu sekarang hampir berusia 5 tahun. Aktif berlarian kesana kemari. Celotehnya selalu ramai, teriakannya khas membahana sekaligus yang selalu bikin rindu. Si Bungsu yang selalu jadi pelipur lara, penambah semangat dan meramaikan keluarga ini. Siapa sangka perjalanan sembilan bulan menanti kelahirannya penuh dengan perjuangan, doa, rasa syukur dan air mata. And this is the story about him, Juang Samudra Bintang...
Kilas balik ke tahun 2012-2013.
Juni 2012, menjelang ulang tahun Sachi kedua
Aku dan suami tersenyum bahagia siang itu memandang garis dua pada alat tes yang kupegang. Aku hamil lagi, ketiga kalinya. Bahagia sekali membayangkan bagaimana respon Abhi dan Sachi mendengar kabar ini. Membayangkan akan ramainya rumah kami dengan kehadiran satu lagi malaikat kecil. Sedikit galau karena Sachi baru akan berusia dua tahun dan belum berhasil disapih. Laki-laki atau perempuan ya? Ah sama saja. Toh kami sudah memiliki keduanya, anak lelaki dan perempuan. Apapun jenis kelamin anak ketiga kami nanti, tentu tidak menjadi masalah. Yang penting ia terlahir sehat..
Awal Juli 2012, usia kandungan 6 minggu, Perlindungan pertamaNya
Bleeding. Banyak. Dokter yang pertama mengatakan ini sudah abortus spontan dan harus kuretase. Sedih. Denial membuatku memaksa mengunjungi dokter kedua di hari yang sama. Dokter kedua menyatakan kondisi bayi belum terlihat jelas. Ada kemungkinan bisa bertahan, bisa juga sebaliknya. Dokter menyarankan aku tidak usah berfikir buruk dan menunggu hingga bulan depan. Aku lantas memutuskan bedrest, berharap bahwa Sang Kuasa mampu mempercayakan kami untuk menjaganya. Dua hari pertama, bleeding masih ada, cukup banyak. Setelah hari ketiga, mulai berkurang. Aku kembali berharap. Sungguh hitungan hari dalam doa dan kepasrahan. Dua minggu pasca bedrest, kunjungan Dokter menegaskan semuanya. Anakku ada, ia bertahan. Alhamdulillah ya Rabb. Sehat, dalam kondisi normal sesuai usianya. Perlindungan pertamaNya. Bismillah, kuat terus, Nak..
Agustus 2012, Usia kandungan 3 bulan, Perlindungan keduaNya
Nyaris celaka. Di atas jembatan layang, di jalur tengah, tiba-tiba rok panjang yang kukenakan tersangkut ke dalam jeruji motor yang dikendarai suami dalam perjalanan ke rumah sakit siang itu. Motor bergetar. Suamiku berusaha menghentikan motor seaman mungkin agar aku tidak terjatuh. Aku berupaya berpegangan erat pada motor sekaligus sesekali melambaikan tangan agar kendaraan di belakang memperlambat laju kendaraan mereka. Tanganku yang satu menarik sekuat tenaga rok kainku agar tidak terus tertarik dengan berputarnya roda motor yang belum juga berhenti. Motor melambat. Hening. Akhirnya berhenti melaju. Posisi agak di tengah jalan layang. Beberapa pengendara motor lantas berhenti, membantu kami. Motor digotong perlahan ke pinggir. Aku mengikuti karena rok masih menempel di jeruji. Pengendara motor tersebut mencari gunting. Sebagian rok ku terpaksa harus digunting agar roda bisa diputar balik. Tak lama belitan rok pada jeruji motor terlepas. Alhamdulillah ya Allah. Terima kasih buat Bapak-bapak yang sudah membantu. Aku dan suami saling menatap di pinggir jalan layang, meneguk sebotol minuman untuk mendinginkan perasaan. Perlindungan keduaNya.
September 2012, Usia kandungan 4-5 bulan, Perlindungan ketigaNya
Virus itu bernama Rubella. Hari itu aku merasa tidak enak badan. Kepalaku terasa sangat-sangat berat dan tak menunggu lama mulai bermunculan bercak bercak merah di tubuhku. Bertambah banyak. Parah. Seluruh tubuhku dipenuhi bercak merah dan terasa sangat gatal. Ada sesuatu yang tidak beres. Rubella. Tiba-tiba aku merinding membayangkan virus ini. Rubella adalah penyakit yang paling ditakuti ibu hamil. Biasanya hanya bergejala ringan pada anak anak atau orang dewasa sehat dan sembuh dengan sendirinya. Sebaliknya, bisa berdampak sangat parah pada ibu hamil. Gangguan kongenital pada otak, jantung, pendengaran dan penglihatan pada janin banyak terjadi pada ibu hamil yang terinfeksi virus ini. Astagfirullohaladzim... kutepis pikiran buruk itu. Segera aku membuat janji bertemu dokter kandungan. Sambil menunggu jam konsul, aku langsung berinisiatif memeriksakan IgG dan IgM Rubella di sebuah laboratorium. Beberapa jam kemudian, amplop hasil tes itu sudah ditanganku. Tak berani membukanya. Takut.
Dokter berjalan dari meja periksa, baru selesai melakukan usg. Ia membuka amplop hasil test yang kuserahkan. Datar wajahnya membaca satu demi satu angka yang tertera disana. Aku positif Rubella. Konstanta pada IgM Reaktif. Di atas batas normal. Dokter berusaha membesarkan hatiku. Menjelaskan bahwa kelainan kongenital pada janin sebagai akibat virus rubella paling rawan terjadi di usia trimester 1. Sedangkan untuk usia trimester 2 seperti aku, resiko semakin menurun, tanpa menampik bahwa kemungkinan itu tetap besar karena walau fisik janin sudah terbentuk lebih sempurna, tetapi beberapa organ baru berkembang fungsinya di trimester 2 ini. Namun ia meyakinkanku bahwa masih ada harapan itu tidak terjadi. Menjalani kehamilan dengan tenang dan bahagia tentu lebih baik untuk pertumbuhan janin. Aku bertanya, adakah yang bisa dilakukan saat ini, setidaknya untuk mengurangi resiko tersebut. Tidak ada. Vaksin antirubella ada tapi percuma. Vaksin hanya bisa jika dilakukan sebelum hamil. Obat antivirus mungkin saja ada, tetapi toh sudah terlanjur terinfeksi. Tidak akan mengurangi efek cacat janin jikalau itu terjadi. Hanya doa yang bisa dilakukan saat ini. Aku terpukul.
Menangis. Merenung. Menatap Abhi dan Sachi adalah obat dan penyemangatku. Aku tak ingin menyerah. Denial lagi? Mungkin. Entah sudah berapa banyak dokter kandungan kudatangi. Yang jam terbangnya tahunan, yang ternama, yang pegang subspesialis A, B, C, sudah semua kudatangi. Bermacam varian obat diberikan, tidak jauh dari vitamin. Ingin kudengar salah satu dari mereka berkata, ini bukan Rubella atau meyakinkan aku bahwa tidak akan berdampak apa-apa pada janin di dalam rahimku. Tapi kesimpulannya tetap sama. Tidak bisa dipastikan. Tidak ada yang bisa dilakukan selain berdoa memohon pertolonganNya. Aku pasrah. Akhirnya. Jikalau ini kehendakNya, aku akan berusaha menikmati dengan bahagia. Apapun itu diterima. Pasrah dan berdoa. Menanti masa kandungan 40 minggu terasa begitu lama. Ternyata begini rasanya ketika menjalani kehamilan dan bermasalah. Dua kali tanpa kendala, hamil terasa mudah. Kini tiap bulan aku harus bolak-balik ke lab, rutin cek darah untuk memonitor kadar IgM dan IgG. Rutin control DSOG. Karena Rubella pula aku lantas aktif mencari tahu perkembangan penyakit ini dari media-media online kredibel. Lalu aku juga bergabung dengan komunitas online untuk orang tua bayi-bayi terlahir rubella. Mendengarkan saran mereka yang pernah melalui hal yang sama. Juga mendengarkan keluh kesah para ibu yang bernasib serupa. Sangat membantu. Aku tak sendiri.
Bulan 5: Hasil cek darah
IgG Anti-Rubella NON-REAKTIF 3.61; threshold <10 IU/mL
IgM Anti-Rubella REAKTIF 3.38; threshold < 0.8
Virus Rubella masih aktif di tubuhku. Belum terbentuk antibodi IgG pertanda serangan virus masih berlangsung.
Bulan 6: Hasil cek darah
IgG Anti-Rubella REAKTIF 190.1; threshold <10 IU/mL
IgM Anti-Rubella REAKTIF 2.88; threshold < 0.8
Serangan Virus Rubella masih berlangsung namun mulai mereda, terlihat antibodi IgG mulai terbentuk
Desember 2012, usia kandungan 7 bulan, saatnya USG 4D
Hasil cek darah
IgG Anti-Rubella REAKTIF 654, threshold < 10 IU/mL
IgM Anti-Rubella BORDERLINE 1.16, threshold < 0.8
Serangan Virus Rubella berada di ambang batas. Tidak Positif, juga tidak Negatif. Sementara antibodi IgG semakin tinggi. Bisa dikatakan virus hampir berhasil dikalahkan.
Masuk bulan ke tujuh. Aku memastikan kondisi bayi dengan USG 4 dimensi pada DSOG subfetomaternal. Alhamdulillah, kondisi bayi terlihat baik. Setidaknya aku sedikit lega. Bersyukur alhamdulillah. Namun USG 4D hanya bisa memastikan kondisi fisik bayi, tidak dengan fungsinya. Fungsi mata dan fungsi telinga, hanya bisa dipastikan setelah bayi lahir. Begitu pun fungsi otak, akan terlihat seiring perkembangan usia. Nanti pun setelah lahir, bayi harus rutin control untuk memastikan fungsi organ-organ ini. Begitu dokter menjelaskan. Lega boleh, tetapi tentu harus tetap waspada.
Januari 2013, usia kandungan 8 bulan, menyiapkan mental menjelang lahir
Hasil cek darah
IgG Anti-Rubella REAKTIF >500, threshold < 10 IU/mL
IgM Anti-Rubella NON-REAKTIF 0,644, threshold < 0.8
Akhirnya di bulan ke delapan, aku negatif Rubella. Serangan virus sudah mereda, dibawah ambang batas. Sekarang IgG menunjukkan kekebalan tubuh terhadap Rubella sudah stabil di atas 500 IU/mL
Aku sudah lebih rileks. Tiada putus berdoa. IgM sudah non reaktif. Artinya sudah tidak ada virus aktif atau dalam kondisi yang tidak lagi membahayakan dan juga kekebalan tubuh sudah terbentuk secara alami. Dari sharing di group disampaikan beberapa kondisi kelahiran bayi Rubella yang perlu diperhatikan dan diantisipasi. Bayi mungkin lahir dengan bercak merah seperti lazimnya orang yang sedang terkena Rubella, bisa juga tidak. Juga akan ada banyak tes pemeriksaan (skrining) pasca kelahiran bayi nanti. Jantung, Otak, Mata dan Telinga utamanya. Jadi orang tua sudah harus siap menghadapi berbagai kemungkinan yang terjadi pasca lahir. Bismillah, kami siap.
Februari 2013, usia kandungan 9 bulan menjelang lahiran
Hasil cek darah
IgG Anti-Rubella REAKTIF >500, threshold < 10 IU/mL
IgM Anti-Rubella NON-REAKTIF 0,584, threshold < 0.8
Bulan kelahiran. Antibodi telah stabil di angka >500 IU/mL dan virus terus turun dari angka bulan lalu. Saatnya tidak berfokus pada angka lagi. Kami harus fokus pada kelahirannya nanti.
Tanggal 15 hari Jumat, hasil control DSOG pagi itu bilang aku sudah bukaan dua. Aku ringan saja, tidak berasa. Dari kehamilan sebelumnya, biasanya dari bukaan dua menuju tiga itu rentang waktunya lama. Jadi masih pede ke kantor hari itu untuk membereskan surat cuti dan mengurus beberapa berkas lainnya. Sengaja belum mengajukan cuti melahirkan. Mepet. Supaya bisa lebih lama bersama bayi nantinya. Rekan kantor yang panik sewaktu tahu si ibu hamil bukaan dua masih jalan-jalan ke kantor. Hehehe. Sepulang kantor, aku menyiapkan keperluan anak-anakku Abhi Sachi, agar ketika aku di rumah sakit, mereka aman dititipkan bersama kedua mertuaku. Malam itu kontraksi konsisten terasa.
Tanggal 16 hari Sabtu. Pagi membangunkan anak-anak. Memberitahu mereka bahwa adik bayi kemungkinan lahir hari ini. Jadi mereka akan bersama kakek dan nenek selama mama di rumah sakit. Abhi dan Sachi antusias. Berebut mereka menebak adiknya nanti mirip siapa. Menyiapkan mandi dan sarapan mereka di tengah rasa sakit kontraksi. Mereka makan dengan lahap. Sebelum berangkat ke rumah sakit, kami berfoto terlebih dahulu bersama perut besar mama. Kapan lagi ya kan. Hahaha. Tertawa bersama mereka sungguh obat mujarab, lupa semua kekhawatiran yang ada menjelang persalinan. Setelah anak anak diantarkan ke rumah kakek nenek, saya dan suami lanjut ke rumah sakit. Disana, langsung masuk IGD. Diperiksa, bukaan 4. Karena ini lahiran ketiga, estimasi dokter akan cepat. Dari IGD, aku langsung dibawa menggunakan kursi roda ke ruang persalinan. Masih bisa tertawa dan makan baso tahu yang dibelikan suamiku. Biar ada tambahan tenaga katanya. Pak Suami yang siaga. Tiga kali melahirkan, Mas Adi selalu ada menemani. Alhamdulillah. Tak lama frekuensi kontraksi semakin cepat kan kuat. Mulai tidak bisa bicara, air mata menetes setiap kali kontraksi terjadi. Sakit. Walau ini ketiga kalinya, rasanya tetap sama. Sakit. Mas Adi mengusap punggungku. Mencoba berbisik,” Tahan ya Ma. Sabar. Ini anak terakhir deh.” Ingin aku tertawa tapi tak mampu. Tak lama Bidan menghampiri, memeriksa ulang. Ia kaget, karena bukaan berjalan sangat cepat. Tidak sampai setengah jam sejak tiba di rumah sakit, bukaan sudah masuk tujuh. Segera Bu Bidan menghubungi DSOG yang akan membantu persalinanku saat itu. Dokter meluncur. Semoga tiba tepat waktu. Sepuluh menit berlalu, bukaanku sudah lengkap. DSOG terjebak macet. Akhirnya pasrah sudah. Persalinanku dibantu DSOG yang tengah praktek hari itu. Dr. Rustama. Sebaik-baik rencana, Allah yang menentukan. Walau berencana dibantu dokter perempuan, apa daya. Dokter siapapun kini tak masalah. Yang terutama adalah anakku.
Samy lahir. Hanya dua kali mengejan saja. Luar biasa, benar-benar lancar persalinan ketiga ini. Mendengarnya menangis kencang, aku terharu. Bayi yang kuperjuangkan sembilan bulan lamanya. Bayi yang kuat bertahan ditengah gempuran cobaan. Kutatap ia. Sehat. Bersih. Tidak nampak satu pun bercak ditubuhnya. Alhamdulillah. Lagi-lagi ujian ini ia lewati dengan baik. Bayiku dibersihkan dan diperiksa DSA. Lalu diberikan kepadaku untuk dilakukan inisiasi menyusu dini. Kutatap bola matanya. Indah. Semoga mata indah itu berfungsi baik ya Nak. Oh ya... Juang Samudra Bintang, itu nama yang kami siapkan untuknya. Untuk mengingat betapa ia berhasil melewati banyak cobaan. Perjuangan tiada henti untuk bertahan. Anakku yang tangguh. Tak lama, Samy diambil untuk diperiksa. Ayok Samy.. adek pasti bisa. Cuma itu yang bisa aku bisikkan di telinganya. Semoga Ia mendengarnya. Anakku yang kuat, kamu pasti bisa melewati rangkaian tes yang panjang ini, kita pasti bisa hasilnya pasti bagus. Allah melindungimu dan kami bersamamu. Doaku.
Dua hari di rumah sakit. Kami diperbolehkan pulang. Sebelumnya dokter mengabarkan hasil pemeriksaan terhadap fungsi Jantung, Otak, Mata dan Telinga. Aku cemas. Keringat dingin menunggu dokter membacakan hasilnya. Membuka lembaran kertas di depannya, DSA tersenyum. Aku bisa menduga hasilnya. Alhamdulillah. Aku ingin bersujud bahagia. Lagi-lagi pertolonganNya bekerja. Jantung, mata dan otak dalam kondisi baik. Normal. Kecuali telinga. Deg.
Tes Telinga Samy menunjukkan hasil REFER. Artinya harus diulang, karena REFER tidak memberikan hasil Positif maupun Negatif. DSA menyemangatiku. Dengan ijinNya, insya Allah semua akan baik-baik saja. Kami hanya harus bersabar dan menstimulasinya di rumah sampai tiba waktunya Samy bisa menjalani tes ulang satu bulan kemudian. Selama di rumah, kekhawatiran itu perlahan sirna. Samy merespon untuk bunyi-bunyi mengagetkan seperti suara pintu tertutup keras. Tangannya terangkat, setiap kali kaget. Namun untuk bisikan, responnya terkadang ada terkadang tidak. Di usia 1 bulan, agar lebih yakin, lantas kami mengulang hasil OAE test. PASS. Telinga kiri dan kanan. Alhamdulillaah terima kasih ya Allah atas pertolonganMu kepada Samy. Sembilan bulan menjadi perjalanan yang luar biasa.
Sungguh, tiada daya dan upaya melainkan atas pertolongan Allah semata.
Rasulullah Shallalahu’alaihi Wasallam bersabda:
يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ قَيْسٍ أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ ». فَقُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « قُلْ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ »
“Wahai Abdullah bin Qais, maukah engkau kuberitahu tentang salah satu tabungan surgawi? Abdullah bin Qais menjawab: ‘Tentu, wahai Rasulullah’. Ia bersabda: ‘Ucapkanlah laa haula wa laa quwwata illa billah’” (HR. Bukhari no.4205, Muslim no.7037)
Tulisan ini didedikasikan bagi para orang tua, khususnya Ibu hamil dengan Rubella, jangan pernah putus asa. Rajin control dan monitor kadar IgG dan IgM Rubella. Upayakan lakukan USD4D. Cari dukungan positif dari keluarga terdekat dan komunitas. Panjatkan doa terbaikmu. Kemudian pasrahkan hasilnya pada Dia yang Maha Berkehendak.
Khusus untuk Ibu-ibu yang baru menikah dan berencana punya anak dalam waktu dekat, sekiranya memungkinkan, lakukan vaksinasi rubella untuk melindungi diri dan janin dari terpaparnya virus ini.
Update1: Mulai 2017 pemberian Vaksin Rubella gencar dikampanyekan oleh Pemerintah. Pro-Kontra terus mewarnai program pemberian vaksin ini bagi anak-anak usia sekolah. Sebagai seorang ibu yang mengalami betapa lelahnya menjalani sembilan bulan kehamilan dengan Rubella, saya sangat sangat mendukung program ini. Saya mendukung penuh program ini demi putusnya rantai penyebaran Rubella. Tanpa diimunisasi, mungkin seorang anak yang terinfeksi Rubella tidak akan mengalami gejala yang berat dan dapat sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari saja. Namun, tanpa disadari ia berpotensi membawa virus tersebut kepada Ibunya, keluarganya, tetangganya yang sedang hamil. Lantas berapa banyak bayi Rubella yang beresiko terlahir dengan kelainan kongenital. Selain itu, anak perempuan yang divaksin Rubella, setidaknya mampu mengurangi beratnya efek Rubella jikalau di kemudian hari ia terpapar Rubella, terlebih dalam kondisi hamil. Wallahu’alam. Semoga Allah melindungi kita semua.
Update2: Hasil tes darah di usia 4 tahun 6 bulan
IgG Anti-Rubella Negatif
IgM Anti-Rubella Negatif
Test Telinga PASS
Cek fisik Normal
Alhamdulillah.
Jejak Rubella tak lagi bersisa.