Maryam nama ibuku. Nama yang indah kan.. Punya Papa bernama Lukman dan Mama bernama Maryam bangga lho karena semua adalah tokoh islam yang terkenal cinta keluarga. Dan benar itu aku rasakan.
Wanita Tangguh
Jika Papaku adalah tipikal pria rumahan, maka mamaku adalah tipe sebaliknya. Mama adalah pekerja dan pebisnis sejati. Mungkin perbedaan itulah yang menyatukan mereka, saling melengkapi sepanjang umur pernikahan mereka. Masa kecil mama diisi dengan belajar dan bekerja. Itulah yang membentuk beliau sangat mengagungkan pendidikan. Semasa kecil, kehidupan mama sulit. Beliau adalah anak perempuan dari tujuh bersaudara yang semuanya perempuan. Entahlah.. apakah gen perempuan ini menurun hingga aku pun memiliki saudara yang kesemuanya perempuan. Mama besar ditengah orang tua yang memiliki pola pikir tradisional dimana perempuan tidak perlu sekolah, tidak perlu pintar, perempuan hanya cukup di dapur, menjadi istri dan melahirkan anak-anak, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang kurang mendukung. Tapi mama berbeda. Tekad yang kuat dalam hatinya membuat beliau memberontak. Beliau bertekad untuk terus meraih mimpinya sekolah setinggi-tingginya, meninggalkan kebodohan dan maju dalam hidup. Kakek dan nenekku adalah petani, keduanya menggarap sawah dan kebun di desa Campang Tiga di kabupaten OKU, Sumatera Selatan. Untuk bisa bersekolah, mama harus mencari jalannya sendiri di tengah keterbatasan yang ada. Mama harus mencari uang sendiri untuk sekolah, harus bersusah payah demi pendidikan yang lebih baik. Sempat tinggal di kota Palembang, kakek dan nenek memutuskan kembali ke desa. Mama memutuskan tetap tinggal di Palembang, mengikuti keluarga besar disana demi bisa melanjutkan kuliah. Namun bukan berarti lantas kehidupan menjadi mudah. Walaupun di rumah keluarga, bagaimanapun juga mama harus mampu bersikap dan menempatkan diri. Mama juga membantu menyiapkan keperluan anggota keluarga yang diikutinya dengan ikhlas. Dahulu mungkin hal seperti ini tampak lumrah, namun tanpa kemauan dan tekad, hidup tidak akan berubah.
Kata mama, zaman dahulu, mana ada kiriman uang dari orang tua seperti sekarang. Mama harus mandiri, dan untuk bisa berkuliah, mama harus memutar otaknya mencari tambahan uang. Mungkin inilah yang membuat beliau kreatif dan mengasah bakatnya menjadi businesswoman. Mama sering merajut benang menjadi bermacam hiasan, taplak meja, boneka, dan lainnya. Kata mama, terkadang teman-teman kuliah begitu baiknya mau membeli rajutan mama. Namun bila tidak dibeli, maka mama mendatangi beberapa kenalan untuk menjual rajutannya demi mendapatkan biaya kuliah. Sering kali mama berjalan kaki puluhan kilo meter menuju tempat kuliah karena tidak punya uang transport sama sekali, sehingga sesampainya di rumah, kaki bengkak-bengkak dan mama menangis karenanya.
Ketika tubuh sudah begitu letih, mama sering tidak masuk kuliah, namun teman-teman berbaik hati meminjamkan catatan kuliah sehingga mama tetap bisa mengejar kuliahnya. Selain berjualan rajutan, mama pernah berjualan rokok juga. Hmm suatu hal yang tidak pernah aku bayangkan untuk melakoninya. Apapun mama tempuh untuk meraih mimpinya dan mama memang berhasil mewujudkan angannya itu karena jerih payah beliau. I’m proud of you Mom.
Berjiwa entrepreneur
Mama itu jiwa bisnisnya tidak pernah hilang. Aku ingat dulu mama rela menukar mobil Daihatsu putih kesayangannya dengan 3 buah rumah susun. Kata mama kalau mobil tua itu dijual, hasilnya tidak seberapa karena nilai yang terus turun setiap tahunnya. Mama mungkin terbilang nekad, karena di zaman itu rumah susun sepi peminat. Teman-teman mama malah banyak menjual kembali rumah susun mereka karenanya. Mama tetap yakin pada perhitungannya. Begitu selanjutnya sedikit demi sedikit mama mengumpulkan uang dan ditukarkan dengan rumah-rumah susun itu. Alhamdulillah perhitungan mama tepat, saat ini rumah susun laku keras, sewanya pun tidak pernah kosong. Kata mama lumayan untuk bekal pensiun supaya tetap mandiri dan tidak bergantung pada anak-anak. Oh ya uang rumah susun itu pun mama putar lho, sekarang uangnya sudah bisa untuk membeli dua rumah kos mungil di bandung.
Mama memang pandai mengelola perputaran uang yah. Kata mama, gaji sebagai pns tidak seberapa, jadi harus pandai-pandai mengelolanya. Sebagian untuk kebutuhan sehari-hari, sebagian ditabung dan diputar dalam bentuk usaha. Sewaktu kuliah dulu, mama jugalah yang mengajarkan aku dan kakakku cara menambah uang bulanan. Walaupun kehidupan kami saat itu sudah lebih baik, namun kami masih dibiasakan hidup seadanya. Kami harus pandai mengelola uang saku yang saat itu besarnya cukup menopang makan sederhana kami selama satu bulan, karena bila tidak pandai maka nasibnya akan jadi seperti aku. Dulu di awal kuliah, aku belum terbiasa mengatur keuanganku sendiri. Aku kerap mengeluarkan lebih banyak uang di awal-awal bulan. Sehingga di akhir bulan, aku kewalahan. Akhirnya terpaksa, sepanjang hari makan dengan lauk nasi ditemani satu buah kerupuk sampai menunggu tibanya awal bulan. Hahaha..
Back to topic, untuk menambah uang saku aku dan kakakku sering berbelanja pakaian di bandung, untuk kemudian dijualkan lagi secara kredit di Palembang. Kata mama, kalau mau uang lebih ya usaha dulu. Itu benar-benar pelajaran berharga bagiku dan ternyata mendapatkan uang tambahan itu memberikan kebahagiaan dan kepuasan tersendiri, karena ya hasilnya memang dari usaha sendiri. Selepas kuliah pernah aku, suamiku dan kakakku nekad patungan uang untuk bisnis kecil-kecilan. Alhamdulillah berjalan cukup lancar dan modal kembali cepat, mama bersemangat memotivasi kami agar bisa mengembangkan usaha tersebut. Beliau mendorong kami memiliki CV sendiri. Berkat beliau kami sekarang kami memiliki usaha kecil-kecilan di bidang fotokopi. Beliau lah konselor utama kami, penyemangat kami. Mama cenderung berani berbisnis. Kata mama, kalau tidak berani, bisnis tidak akan maju. Bravo…
Pendidik sejati
Mamalah pendidik kami yang sejati. Mama mengarahkan kami anak-anaknya dalam hal pendidikan dan keterampilan. Mama memang seorang working mom, perempuan bekerja, namun pendidikan dan pertumbuhan kami tidak pernah lepas dari pengamatannya. Mama pernah bilang ‘mama saja yang sekolah sedemikian susah, bisa menjadi sarjana. Mengapa kalian yang dicukupi fasilitas tidak bisa. Kalian harus bisa lebih dari itu’. Pacuan demi pacuan motivasi diarahkan beliau setiap kali kami pesimis ditengah prestasi yang menurun. Mama berkata ‘si A (juara kelas) itu makannya nasi, kalian juga makan nasi. Sama saja, jadi berusahalah lebih baik. Pasti bisa’. Mungkin itu salah satu sebabnya kami mewarisi kegigihan mama. Pantang menyerah walau jatuh berkali-kali, walau gagal terus mecoba. Jika sudah mengusahakan yang terbaik, setidaknya tidak akan ada penyesalan. Itu salah satu yang aku tanamkan juga ke anak-anakku sekarang.
Mama itu benar-benar motivator sejati. Kata-kata beliau yang terkadang pedas, memang ampuh melecut kami supaya gigih berusaha. Dulu waktu aku kecil, mama tidak suka melihat kami bermain permainan anak-anak pada umumnya, seperti bentengan, karet yeye, sepeda dan seterusnya. Beliau lebih suka kami bermain yang mendidik. Sering kali beliau memanggil aku dan teman-temanku untuk bermain saja di rumah, kemudian beliau akan membimbing kami bermain cepat-tepat, main tebak-tebak gambar dalam bahasa inggris, berhitung dalam logika (dulu sih istilahnya mencongak), sampai tebak lagu dan bernyanyi. Selain itu, mama juga mengarahkan kami untuk pandai menari, mungkin karena mama tau kami tidak berbakat menyanyi seperti beliau. Hahaha..
Semasa kecil kami sering mengikuti kursus menari, beberapa kali kami mengisi acara menari di TVRI lokal. Kebetulan pula kami lima bersaudara ini perempuan semua, sehingga setiap kali ada keluarga yang hajatan, maka pasti kami berlima akan menari. Dulu Kak Lia dan Keke yang tertua langganan menari tanggai, sementara meicy, aku dan erni yang masih kecil-kecil menari tari kreasi. Setelah dewasa, gantian aku dan meicy yang mengisi tari tanggai. Begitu seterusnya hingga aku lulus sma, dan meninggalkan kota Palembang. Kegiatan menari ditinggalkan sama sekali, walau kadang rindu juga untuk bisa menari lagi seperti dulu.
Selain seni, mama juga mewajibkan kami kursus bahasa inggris. Sekarang mungkin lumrah saja anak-anak ikut kursus bahasa, seni, olahraga dari usia dini. Jaman dahulu? wah bisa dihitung dengan jari. Setahuku teman-teman seangkatanku tidak ada yang mengikuti kursus serupa. Tapi mindset mama yang jauh ke depan memang luar biasa. Jadi pertama kursus bahasa aku masih kelas 5 SD, hingga di bangku SMA kelas 2 baru aku bebas dari kursus bahasa ini. Itupun bukan karena berhenti, tapi karena ya memang akhirnya lulus. Coba tuh dihitung.. berapa tahun ya.. wow 7 tahun berturut-turut :D Kerap kali aku mengalami kejenuhan selama kursus, berkali-kali mengutarakan keinginan untuk berhenti namun semua ditolak mentah-mentah. Jangankan berhenti, tidak masuk satu kali saja mama bisa marah. Haruss…., hehehe. Dan aku selalu menurut. Iyalah.. kan anak baik hahaha. Ga lah, memang harusnya kami yang malu dengan mama. Di umur beliau yang tak lagi muda saja, beliau kerap mendampingi kami kursus khususnya ketika les privat di rumah, baik itu les english maupun les mengaji. Mama turun menjadi contoh langsung. Malah karena keterusan, akhirnya beliau menjadi peserta kursus seperti halnya aku. Bahkan ketika akhirnya aku pindah les di bimbingan belajar di luar, les private bahasa masih dilanjutkan di rumah, dengan mama sebagai peserta tunggal. Hahaha.. memang semangat belajar mama luarrr biasa..
Aku masih ingat sekali, dulu setiap kali kami menempuh ujian akhir, mama juga turun tangan langsung mengajari kami. Beliau menguji kami dengan banyak pertanyaan. Setiap kali kami ujian, mama pasti akan mengurung diri di kamar, mendoakan anak-anaknya. Mama lah yang selalu tegang luar biasa setiap kali kami ujian. Ah tak akan sanggup rasanya melihat kekecewaan di wajah itu dan tentu betapa bahagianya melihat sinar wajahnya menyaksikan prestasi kami. Inilah salah satu yang kuyakini memacu aku dan saudara-saudaraku untuk terus maju.
Cinta Seni
Mama itu senang sekali menyanyi. Di setiap senggangnya beliau senang menyanyi, di kamar mandi sambil mandi, di dapur sambil masak, sampai di hajatan-hajatan pun beliau sering menawarkan diri menyanyi, hehehe. Kalau dirumah, beliau senang memutar kaset-kaset lagu lama atau berkaraoke ria. Tapi karaoke akhir-akhir ini sudah sangat jarang, sebab sepi peminat di rumah hehehe. Papa anti banget nyanyi, paling senyum senyum aja liat mama soalnya kalau papa nyanyi sering diledek sih sama mama :D Btw aku sampai hapal lo lagu-lagunya mama, “angsa putih berenang… meluncur dengan tenang..di telaga yang sunyi.. berkelana sendiri” hehehe. Ga tau deh itu lagu jaman kapan. Tapi kalo kebetulan denger lagu-lagu lama itu, jadi teringat dengan mamaku tersayang.
Perempuan harus serba bisa
Masa kecil kami dididik mama untuk tidak manja. Kami harus bisa mandiri untuk melakukan segala hal. Yang lebih besar harus membantu yang lebih kecil. Semua punya kewajiban masing-masing di rumah. Pembagian tugas sudah diatur sedemikian rupa. Kak lia memasak, keke urusan menyapu dan ngepel, meicy mencuci piring, aku mencuci pakaian, erni seksi lap-lap dan membersihkan kaca-kaca. Hehehe masih ingat aku dengan pembagian kerjaan ini. Mama pandai membuat kami melakukan pekerjaan dengan senang, terkadang kami menyikat teras bersama-sama, dan mama membiarkan kami bermain selang, plesetan di air sabun, siram-siraman dan seterusnya selama pekerjaan bisa kami selesaikan. Selain itu kadang kala kami membantu papa membersihkan mobil didepan rumah. Beberapa tetangga kadang menatap heran melihat anak-anak perempuan naik-naik di atas kap mobil, atau di kolong mobil sambil bersemangat membawa sikat dan sabun. Hehehe perempuan harus serba bisa kan. Pun melihat kami perempuan2 ini mendorong mobil papa yang terkadang mogok.. mengangkat kulkas rusak ke mobil.. dan seterusnya.
Pernah ketika kunci rumah tertinggal di dalam garasi, aku diijinkan mama memanjat dinding rumah dua lantai yang cukup tinggi dan berbatasan dengan tetangga, meloncat ke kayu pohon milik tetangga untuk bisa meraih lantai dua rumahku. Dan horeee… aku berhasil berada di lantai dua, turun tangga ke garasi, dan kunci rumah kudapat. I had a fun time actually hehehe. Mama pasti takut dan khawatir, tapi ada trust yang beliau tanamkan kepada kami.
Panik
Seperti umumnya kaum perempuan, mamaku ini tipikal ibu yang panik khususnya menghadapi anak-anak yang sakit. Dulu ketika kami semua masih kecil, papa sekolah di bogor. Mama menempati rumah di darmapala yng dulu kondisinya belum seperti sekarang, sepi dan gelap. Kata mama, lampu jalan saja tidak ada, kalau malam tiba, benar-benar mengerikan. Satu waktu pernah kami sakit bersamaan, 5 anak masuk rumah sakit bersamaan, kak lia dan keke mengalami luka karena terkena pecahan botol, meicy radang paru, aku diare, dan erni yang baru lahir sesak nafas. Bisa dibayangkan betapa stresnya ibuku saat itu bukan? Tanpa papa yang menguatkan hati, mama panik sekali. Mama suka trauma dengan anak yang sakit. Sampai sekarang kalau kami sakit sedikit saja, mama langsung panik.. sudah ke dokter belum.. sudah makan obat belum… walau itu hanyalah common cold saja.
Working Mom yang cinta bekerja
Aku bangga dengan mamaku, walaupun beliau adalah seorang working mom, tapi beliau tak pernah meninggalkan kewajibannya terhadap kami. Bahkan aku bisa menyusu ASI sampai usia 4 tahun loh.. hehehe abhi.. kamu kalah nak sama mamamu ini (abhi disapih 2thn3bln). Mama benar-benar cinta bekerja. Pernah karena suatu hal, mama dimutasi. Pindah ke tempat dinas baru, sementara di tempat barunya bos lama menyepelekan mama karena beliau seorang perempuan. Jaman dulu perempuan memang tidak lumrah untuk memimpin. Beda sekali dengan jaman sekarang. Tidak ada pekerjaan diberikan buat mama. Mama tertekan, beliau sampai sakit karenanya. Hari-harinya kurang bersemangat seperti biasanya.
Jujur dahulu aku berharap mama di rumah, menemani kami semua. Namun melihat itu aku menyadari mama sangat cinta bekerja. Aku menyadari, bekerja adalah bagian hidup mama dan itu yang membuatnya bahagia. Aku ingat binar-binar di mata mama yang dengan semangat menceritakan lingkungan kerja dan setumpuk pekerjaannya. Sekarang, aku mendukung mama apapun pilihannya. Setelah pensiun sebagai pegawai negeri, sekarang mama aktif di komisi perlindungan anak. Mama senang karena masih bisa bekerja dan aktif di usianya yang ke 60 saat ini. Katanya melatih otak biar ga pikun.. Hehe salut untuk mama.. Mama itu memang tidak pernah bisa diam. Kalau sedang tidak ada kesibukan, beliau senang memasak buat keluarga. Mama jago masak lho… Menu favorit buatan mama yang paling aku suka itu sambal goreng hati ayam.. mak nyusss… Mama juga senang membuat kue basah ataupun kue kering. Bahkan saking semangatnya beliau sampai ikut kursus kue segala, beli oven-oven dan mixer yang guede banget gitu.. yang biasanya dipake industri kue beneran.. Hasil buatannya biasanya mama bagi buat kami sekeluarga dan buat temen-temen kantornya. Mama memang berbeda sekali dengan anaknya yang hobi rebahan hahaha. Two thumbs up for my mom.
Ceplas-ceplos juga pendiam
Mama adalah orang yang spontan. Apa yang beliau ungkapkan, memang itulah adanya yang ada dibenak beliau. Mama ceplas-ceplos dalam berkata-kata. Kadang beliau menyampaikan sesuatu yang jauh di depan. Kata mama, memikirkan segala sesuatu jauh ke depan itu penting supaya siap dengan segala konsekuensi di kemudian hari. Sebenarnya mamaku orang yang pendiam, seperti halnya aku dan ayahku. Ada juga yang bertanya-tanya, sebegitu pendiamnya keluarga kami sampai menebak bahwa rumah kami sepi dari kata-kata. Padahal orang lain tidak tahu, kami ini hanya diam di luar rumah saja. Begitu bertemu dan bercanda, hehehe kadang aku dan mama tertawa cekikikan sampe menitikkan air mata segala lho… Tapi kata-kata mama itu memang begitu pedas, walau sebenarnya maksud beliau itu baik. Apalagi jika beliau sudah mulai mengungkit-ungkit sejarah, dosa-dosa dan aib anaknya jaman dahulu kala. Berulang-ulang tanpa bosan. hahahaha. Maapin ya Mak. Tapi memang begitu. Bicara pada mama harus siap mental, siaplah dengan pedasnya komentar mama. Bicara pada mama itu soal keputusan itu ibaratnya adalah ujian tahap akhir, kalau siap, maka anda lulus sodara-sodara.. artinya kita sudah benar-benar siap dengan keputusan yang kita ambil. Tapi kalau tidak siap, jangan harap anda lepas dari bullyan hehehe.
Menikmati hidup seadanya
Mama mendidik kami untuk bisa menikmati semua apa adanya. Tidak ada sepeda, tidak ada uang jajan. Kata mama kalau lapar, bawa makanan dari rumah. Kalau mau sepeda, biar sampai nangis darah ga akan mama belikan. Hehehe.. mama gitu lohh.. Oh ya.. guess what.. kami satu keluarga dulu pernah lho pake satu motor saja ke rumah kakek, padahal semua enam orang (erny belum lahir). Kak lia dan keke berdiri didepan papa, kemudian papa, di belakang papa ada meicy, baru kemudian mama sambil menggendong aku yang masih bayi. Motornya aku masih inget banget vespa tua berwarna biru kesayangan papa. Hahaha jaman-jaman hidup sulit. Kalau dibayangkan sekarang.. gileee looo.. berenam gitu loh naik motor.. serem amat :D Mama aja suka meringis kalau ingat masa itu, nekad amat kata beliau.. yahh demi anak-anaknya yang kekeuh pengen ke rumah kakek masa itu. Suka kangen dengan rebutan nasi padang satu bungkus berlima atau sebungkus sate 10 tusuk buat sekeluarga. Terbiasa dididik hidup apa adanya tanpa berlebihan membuat kami sangat-sangat bersyukur dan menghargai hidup.
Figur mama yang kuat dan pantang menyerah melekat dalam hatiku. Mama selalu bersemangat menjalani hari-harinya.. optimis selalu. Mama.. terima kasih telah mengajarkan kami bentuk kehidupan. Terima kasih atas segala didikanmu. Mamaku memang hebat.. aku bangga pada mama. Doakan kami ya ma, semoga senantiasa tangguh sepertimu, mensyukuri hidup yang telah diberikanNya dan mendidik anak-anak kami dengan baik. Aku berharap selalu bisa membahagiakanmu. Robbighfirlii wali-walidaia warhamhuma kama rabbayanii soghiira..