Ketika itu hari Rabu tatkala kalender menunjukkan tanggalan 14 di bulan kemerdekaan RI, kami pergi melihat pesta kembang api atau biasa disebut hanabi di miyajima. Sebuah momen tahunan yang sangat terkenal dan sangat sayang untuk kami lewatkan, apalagi bulan depan kami sudah akan pulang ke Indonesia. Perjalanan cukup jauh untuk kami lalui dengan membawa abhi dan sachi. Jalan kaki ke eki, dilanjutkan naik kereta, kemudian menyebrang dengan kapal baru kami bisa tiba di miyajima untuk melihat pesta kembang apiyang berpusat di sekitar Itsukushima Shrine.
Dengan penuh sesaknya manusia, sungguh penuh perjuangan untuk bisa datang kesini terlebih dengan dua anak kecil. Namun semua letih dan lelah, terbayar dengan sumringahnya, bahagianya abhi-kun melihat kembang api yang menari-nari di langit miyajima. Kembang api beranekabentuk, beraneka warna yang diluncurkan jauh dekat benar-benar indah dan mengagumkan semua mata yang memandang. Bisa kulihat binar-binar di mata abhi-kun menyaksikannya. Hingga ketika berada di kapal dalam perjalanan pulang pun, mata abhi-kun masih saja terpana melihat kembang api yang bersahut-sahutan memecah keheningan hiroshima malam itu. Ah senangnya ia malam itu...
Ketika jam sudah menunjukkan hampir pukul11 malam, di dalam kereta letih menyergapku dan papanya, di saat sachi terlelap dalam dekapanku, abhi masih antusias meloncat kesana kemari, bocah lincah yang benar-benar tak mau diam. Kami sungguh beruntung, ditengah padatnya kereta malam itu, sepasang muda mudi berpakaian yukata, khas tradisional jepang lengkap dengan 'bakiak' ala oshin mempersilahkan kami duduk. Aku duduk di pinggir, sementara abhi duduk di tengah. Papa tidak mau duduk dan mempersilahkan sang perempuan berpakaian yukata untuk duduk kembali. Kulihat perempuan itu sekilas, hmm tampaknya ia seumur denganku. Wajahnya khas jepang dengan kulit putih bermata sipit tampak cantik dengan balutan kimono berwarna birunya. Wajahnyapenuh senyum, ramah sekali ia. Kulihat ia tampak mengajak abhi bercakap-cakap dan bercanda. Aku pun menyandarkan diri di badan kereta yang membawa kami pulang menuju saijo. Hufff hari yang membahagiakan sekaligus melelahkan..
Tak lama abhi menyikut-nyikut lenganku.Aku menatapnya, "ada apa nak?". Abhi tak menjawab, ia hanya senyum-senyum saja.Tak lama ia tampak asyik bercanda kembali dengan sang perempuan beryukata itu.Walau tanpa kata tercetus dari bibirnya, dari wajahnya aku tahu bahwa abhi senang bercanda dengan perempuan itu, walau tentunya ia tak mengerti entah apa yang dicandakan perempuan itu padanya karena bahasa yang berbeda. Aku tersenyum melihatnya.
Dan... Tiba-tiba abhi menyembunyikan mukanya di belakang punggungku.
"Abhi kenapa nak?"
"Tidak tidak.." ucapnya sambil menggelengkan kepalanya dari balik lenganku.
Tak lama ia menyembulkan kepalanya dari balik lenganku. Masih dengan sepuluh jari menutupi wajahnya. Ia tampak lucu sekali dengan mata dan bibirnya yang masih terlihat di sela-sela jarinya yang mungil, seakan tak kuasa menutupi sumringahnya wajah itu.
"Mama...."panggilnya.
"Abhi malu mama... abhi maluuu,"ujarnya sambil senyum. Gigi putihnya malu-malu tersembul menghiasi bibir mungil itu.
"Malu kenapa sayang?"
"Itu mama.. teteh itu.."telunjuknya mengarah pada perempuan beryukata itu. Jemari mungil abhi masih saja menutupi wajahnyayang merona kemerahan.
"Abhi malu mama sama dia.. dia kan anak puan, abhi anak waki-waki.. abhi malu deh ma"sambil terus ngumpet di balik punggung mama, sambil matanya tetep mencuri pandang di balik jemari mungilnya, memandang perempuan beryukata dengan wajah bersemu.
Hahahaha gubrak deh nak. Mama ga bisa menahan tawa malam itu melihat tingkahmu. Ya ampuun dear, usiamu baru akan menuju 4 tahun desember nanti, masa sih udah membeda-bedakan laki-laki dan perempuan sampe sebegitunya, pake malu segala menghadapi sang perempuan beryukata. Malam itu aku tertawa-tawa kecil sendiri dalam perjalanan pulang menuju saijo. Pun setelah perempuan beryukata turun lebih dulu di stasiun sebelum kami. Lambaian tangannya disambut abhi dengan keluar dari balik punggungku. Melambaikan tangannya dengan semangat pada perempuan itu.
"Daah.. nanti kapan-kapan kita main lagi ya,"ujar abhi pelan nyaris tak terdengar. Senyum lebar menghiasi wajahnya malam itu.
Hihihi lucunya. Kebayang deh nanti begitu Abhi menginjak ABG, apa yang akan terjadi ya. Respon kami sebagai orangtua nanti akan seperti apa ya. Hahaha entahlah, hanya saja malam itu di benakku tiba-tiba penuh dengan hal-hal konyol yang membuatku tersenyum-senyum geli. Saijo eki masih beberapa menit lagi dalam jangkauan. Malam terasa indah, dengan bulan semakin kokoh di peraduan. Rabu, 14 Agustus 2010.