Catatan Lydia

Catatan Lydia
Blog ini didedikasikan untuk anak-anakku tercinta, Abhi Sachi dan Samy yang mewarnai hidupku dengan kebahagiaan. Tulisan-tulisan di blog ini menjadi saksi, betapa berartinya kalian untuk mama. Kelak ketika kalian besar nanti, memori indah yang tertulis di blog ini akan selalu kita kenang bersama. I love U Nak..


Jumat, Agustus 06, 2010

Jaundice, Bayi Kuning

Sharing kali ini terkait jaundice yang terjadi pada kedua anakku, Abhi dan Sachi selepas kelahirannya. Jaundice atau bayi kuning adalah lumrah terjadi pada hampir setiap bayi yang baru dilahirkan. Jaundice merupakan rona kekuningan yang muncul pada kulit mulai dari wajah, dada, perut hingga selaput mata akibat belum sempurnanya fungsi hati untuk membuang kelebihan bilirubin dalam darah. Definisi lengkapnya dapat dilihat pada situs-situs terpercaya sbb :

http://www.aap.org/family/jaundicefaq.htm
http://kidshealth.org/parent/pregnancy_newborn/common/jaundice.html#
http://www.sehatgroup.web.id/?p=640

Dulu ketika abhi baru dilahirkan, seperti halnya sebagian besar orang tua baru, kami masih terbawa euforia bahagia yang luar biasa sehingga pembelajaran mengenai jaundice sangat-sangat awam dan jarang kami lakukan. Dihari ke-3 kepulangan abhi dari rumah sakit, hasil cek bilirubinnya 7 sehingga kami lantas diperkenankan pulang. Pada saat kontrol selanjutnya di hari ke-7, bilirubin abhi meningkat menjadi 10. Dan disinilah kesalahan pengambilan keputusan kami sebagai orang tua dibuat. Abhi dinyatakan jaundice oleh dokter anak yang menanganinya. Dokter menyarankan, kalau boleh saya bilang cenderung memaksa, treatment fototerapi atau sinar. Kenapa saya bilang memaksa, karena saya masih ingat jelas disaat paniknya kami untuk memutuskan rawat atau tidaknya abhi, sang dokter anak berkata dengan santai, “Bu, harus fototerapi, kalau tidak kami tidak akan bertanggung jawab apabila terjadi hal-hal diluar yang diinginkan.” That’s it. Kata-kata yang tentunya menjadi skak-mat bagi setiap orang tua baru manapun. Yang tentunya mengiringnya dengan mudah untuk pasrah. Siapa sih yang tidak menginginkan yang terbaik bagi putra-putrinya. Alhasil abhi disinar selama tiga hari. Masih kuingat bagaimana si kecilku berada dalam ruang itu, dengan mata ditutup. Berpisah dengannya walau untuk semenit sedih sekali rasanya. Selama disinar supply ASI abhi juga harus mencukupi kebutuhannya saat itu. Pihak rumah sakit memintaku memsupply 8x100ml setiap harinya. Jumlah yang tentu sangat banyak bagi seorang ibu baru sepertiku, yang masih awam memeras, yang pikiran dan energinya tidak dalam kondisi terbaiknya. Namun demi bayiku, aku harus bisa memeras setetes demi setetes ASI agar anakku selalu mendapatkan ASI ibunya. KetikaPD belum terasa penuh, dan ASI masih jauh dari 100ml sementara sudah satu jam aku memeras, tak jarang air mataku tumpah di kamar laktasi. Menatap setiap ml botol-botol yang harus kupenuhi. Ah sungguh pengalaman yang tidak mengenakkan, semua karena kekurangtahuan kami sebagai orang tua baru.

Berbeda sekali dengan kelahiran sachi. Sachi ditangani oleh dokter-dokter di hiroshima. Secara klinis, sachi lebih potensial untuk memiliki bilirubin lebih tinggi karena ia berbeda golongan darah denganku. Apalagi kuning karena perbedaan golongan darah, termasuk golongan penyakit yang tentunya membahayakan. Di hari pemeriksaan yang ke-5, sachi mencapai bilirubin 15.3, wajah dan selaput matanya sudah tampak kuning. Di angka ini, mungkin sachi akan disinar apabila di indonesia. Sementara disini, dokter tidak meminta kami untuk sinar. Aku hanya diminta perbanyak memberinya ASI, minum minum dan minum. Itu saja. Dokter bilang tak mengapa dengan bilirubin setinggi itu. Kami bisa pulang dengan lega. Tanpa beban pikiran, ASI ku dengan mudah mengalir lancar. Berat sachi di usia satu bulan sudah mencapai 4.25kg. Oh ya.. jaundice pada sachi baru hilang sendiri setelah satu bulan lamanya. Hilangnya jaundice ini berbeda-beda pada setiap bayi. Umumnya hilang pada usia 2 minggu, namun ada pula yang baru hilang dengan sendirinya di usia satu bulan atau dua bulan, seperti sachi. Alhamdulillah.

Sebagai guidance, berikut ada table yang sangat membantu kita dalam membaca derajat jaundice, tabel ini diambil dari jurnal publikasi WHO (http://pediatrics.aappublications.org/cgi/reprint/114/1/297.pdf).


Dari tabel ini kita bisa mengetahui tingkat resiko jaundice terhadap bayi kita dengan melihat bilirubin pada setiap usia pengambilan darah. Dan ternyata.. dari tabel ini, abhi termasuk low risk zone atau zona terbawah. Dari garis, terlihat bahwa kuning akan mencapai puncak di usia 5-7 hari dan berangsur-angsur menurun. Dan benar bahwa kuning abhi memuncak di ahri ketujuh dan baru hilang di minggu kedua, yang saya yakini memang sudah saatnya hilang. Pengaruh sinar pasti ada namun rasanya tidak terlalu signifikan karena hasil sebelum dan sesudah sinar, tidak jauh berubah menurunkan bilirubinnya. Yang jelas-jelas berubah adalah kulit bibir abhi yang menghitam dan mengelupas sejak disinar hingga beberapa hari setelahnya :(

Sementara sachi, dari tabel ini termasuk low intermediate risk zone, yang mencapai puncak di hari ke-5, stabil di hingga hari ke-7 kemudian akan berangsur turun setelahnya. Jadi berdasarkan tabel ini, abhi dan sachi memang seharusnya tidak perlu disinar, apalagi treatment lain yang lebih berat. Mengingat berdasarkan gelaja jaundice patologis yang umumnya muncul dalam 1x24 jam tidak terjadi pada kedua anakku. Dengan kondisi fisik yang bagus atau tidak terlihat sakit, kemampuan minum tidak menurun, pipis bagus lebih dari 6x sehari, pub mulai kuning sejak hari ketiga pertanda kelebihan bilirubin sudah dibuang secara alami mekanisme dalam tubuhnya.

So, tanpa bermaksud mengkritisi pihak-pihak terkait, pembelajaran dari hal ini adalah perlunya bagi orang tua jauh sebelum kelahiran bayi untuk belajar banyak hal mengenai kesehatan anak hingga menjadi lebih siap, lebih aware dan kritis pada kesehatan buah hatinya. Bekal pengetahuan kesehatan ini akan selalu berguna dalam setiap pengambilan keputusan terhadap kondisi anak kita. Jangan sampai menunggu sakit, karena kala itu biasanya orang tua dalam kondisi panik, lelah, takut dan bingung hingga tidak sempat mencari tahu second opinion bagi putrinya. Belajar dari situs-situs medis terpercaya dapat menjadi langkah utama yang bisa kita lakukan. Benar bahwa sebagian kita adalah awam, namun tidak lantas kita dapat lepas tangan dan menyerahkan sepenuhnya pada tenaga medis. Untuk itu belajar belajar dan belajar akan kesehatan adalah menu wajib ketika anda menjadi orang tua, agar kita bisa menjadi partner bagi tenaga medis dalam menegakkan diagnosa dan mendiskusikan treatment terbaik bagi buah hati kita.

1 komentar:

  1. nice sharing... aku juga masih sebel ama dokter yang nyuruh anakku disinar n bikin stress diriku T_T

    BalasHapus