Minggu ini aku mengucap syukur kepada Allah SWT, atas perkenanNya kandunganku genap melewati trimester pertama yang konon merupakan masa rawan kehamilan. Tiga bulan kami lalui tanpa kesulitan yang berarti baik bagiku, abhi maupun adik bayi. Tidak ada morning sick, ngidam ataupun keluhan-keluhan layaknya sebagian ibu hamil lainnya. Yang sempat kurasakan hanyalah penurunan tensi yang stabil di angka 90/60 selama bulan kedua kehamilanku, selebihnya alhamdulillah lancar.
Sebenarnya kehamilan kedua ini sudah aku nanti lama. Sempat mereda ketika semangatku untuk melanjutkan S2 sedang menggebu-gebu. Begitu rencana sekolah ini kandas (atau dikandaskan secara paksa yah :D), aku berharap bisa segera menimang bayi kecil lagi. Kebetulan suamiku mendapat rehat 1 bulan pulang ke Indonesia disaat Lebaran tiba. Momen ini kami gunakan juga untuk our second honeymoon :D Sebenarnya aku tidak banyak berharap, karena watu satu bulan rasanya terlalu sempit untuk program baby. Ternyata alhamdulillah Allah baik sekali padaku dan suamiku. Tepat 10 Oktober 2009, bersamaan dengan hari ketika suamiku harus kembali ke negeri Sakura, pagi hari aku mencoba tes pack. Senang dan bahagia rasanya melihat garis dua muncul di alat tes itu. Siang itu kami sempatkan ke rumah sakit, untuk memastikan kehamilanku. Yah hitung-hitung ini kali pertama dan entahlah apakah bisa terulang lagi untuk papa menemaniku kontrol ke dokter. Alhamdulillah dokter memastikan bahwa kini di rahimku tertanam benih cinta kami berdua, calon adik abhi. Di hari itu, aku sangat bahagia dan sekaligus sangat sedih. Ini kali kedua kami harus berpisah dengan papa. Perpisahan yang terasa lebih berat. Air mata meleleh tanpa henti dipelupuk mataku. Aku kalah tegar dibanding Abhi. Walaupun aku yakin, kehilangannya sama sepertiku bahkan mungkin lebih besar.
Sama seperti kehamilan pertamaku saat mengandung Abhi, kehamilan kedua ini ingin aku jalani dengan santai. Tanpa papa, tentu akan berbeda. Tapi toh aku sudah terbiasa mandiri. Dahulu aku mengandung abhi selama 9 bulan full dengan berjauhan dari suami. Seminggu atau dua minggu sekali kami bertemu. Saat itulah curahan cinta dan belaian kasih sayang papa pada abhi yang masih dalam perutku tersampaikan. Dikehamilanku kali kedua ini, adik bayi bahkan tidak bisa bertemu papanya untuk merasakan belaian sayang seperti abhi dulu. Papa juga tidak bisa menemaniku kontrol ke dokter kandungan setiap bulannya. Fasilitas messenger, VOIP dan jejaring social lah yang membantu kami berkomunikasi mengenai kondisi adik bayi waktu demi waktu. Namun adik bayi tidak akan kekurangan belaian sayang, karena kakak abhi selalu rajin menyapa, membelai dan mencium adik bayinya setiap malam sebelum kami beranjak tidur. Ya, abhi. Sekarang aku punya pengganti papa yang sangat care pada adik bayi di kandunganku Keberadaan adik bayi sepertinya mempunyai makna yang besar bagi diri abhi. Aku ingat ketika abhi sakit beberapa minggu yang lalu. Panas yang tinggi disebabkan virus membuatnya begitu lemas. Sore itu abhi sayu tenggelam dalam pelukanku. Dia kerap membenahi posisi duduknya karena khawatir sudah menduduki perutku, menduduki adik bayinya. “Nanti adik bayi sakit, kasihan.. Abhi duduk di kaki mama aja” begitu katanya. Abhi menatap perutku dan bertanya. Suaranya pelan sekali. “Ma, adik bayi sedang apa.” Aku menjawabnya sekadarnya, seperti apa yang aku rasakan saat itu. “Adik bayi sedang sedih kak.” ujarku. “Kenapa adik sedih, ma?” tanyanya. “Adik sedih karena kakaknya sakit. Adik sedih dan pengen kakak cepet sembuh biar bisa cium dan sayang adik bayi lagi.” Terus terang aku menjawab spontan saja. Tapi ternyata, pengaruhnya luar biasa bagi abhi. Tiba-tiba dia bangkit dari pangkuanku dan berkata,”Adik, ini kakak abhi sudah sembuh. Kakak tidak sakit lagi. Jangan sedih ya. Mmuah.mmuah..”bertubi-tubi ciuman dan usapan sayang mendarat di perutku. Dan tak lama setelah itu, abhi beneran sembuh. Demamnya turun dan abhi sehat kembali dalam waktu kurang dari 24 jam! Sore itu sungguh aku terharu. Betapa nikmatnya karunia menjadi seorang Ibu, terima kasih Tuhan.
Selama kehamilanku kedua ini, aku bertekad untuk melibatkan abhi sejauh mungkin. Agar ketika adik lahir, abhi sudah sangat terbiasa dan menyayangi adiknya. Agar rasa cemburu seorang kakak dapat diminimalisir. Maka, termasuk untuk kontrol kehamilanku pun aku kerap mengajak abhi turut serta. Abhi sering bilang, “Maa… adik bayi sakit ya mau dipewikca dokteng. Mau dicuntik ya ma?”katanya.”Tidak dicuntik kak, adik diperiksa aja ama pak dokter.”Begitu di ruang usg dan melihatku naik ke meja periksa. Abhi mendampingi. Dia berdiri disampingku sambil berujar,”Tidak takut ya adik bayi, ini ada kakak abhi.”. Alhamdulillah abhi kakak yang baik. Namun dengan kedekatan kami begitu utuh, aku khawatir ia merasa cemburu dan dikesampingkan ketika adiknya lahir nanti. Bagaimanapun aku dan abhi sudah terbiasa melewati masa-masa berdua tanpa papa bersama.. Semoga saja ya hingga kelahiran adiknya nanti, abhi tidak cemburu berlebihan. Amin.
Satu hal lagi yang sangat-sangat aku syukuri di kehamilanku yang kedua ini. Aku dan bayiku diberikan kekuatan dan kesehatan oleh Allah. Masih ingat dibenakku, ketika kakakku hamil kedua dahulu, kakak sempat mengalami flek yang menyebabkannya harus mengurangi aktivitas fisik yang berlebihan. Pun beberapa temanku juga mengalami kasus serupa. Hingga masa-masa kehamilan dilewatkan tanpa boleh menggendong dan beraktivitas berlebihan bersama anak pertama mereka. Masa-masa yang cukup berat biasanya bagi ibu dan anak, karena kedekatan yang begitu utuh tiba-tiba berubah sejak keberadaan adik di kandungan. Sementara posisiku saat ini sebagai single mom mengharuskanku mampu berperan ganda bagi abhi. Memberikan porsi papa dan mama baginya. Aku berharap selalu diberikan kekuatan dan kesehatan agar dapat menemani abhi dalam masa pertumbuhannya. Masa-masa dimana abhi justru haus akan gerakan motorik yang luar biasa. Tuhan mengabulkannya, setidaknya dalam trimester pertama ini. Aku masih dapat beraktifitas seperti biasa. Aku masih menemani abhi bermain jumping di kasur, gulat ringan berdua, berenang, bersepeda sampai jalan-jalan setiap weekend menjadi menu rutin kami. Tentu saja porsinya dikurangi sesuai kadar bahaya bagi janinku. Jumping tidak bisa loncat asli seperti dulu, yah yang penting sekadar mantul deh hihihi. Gulat dihindari porsi tending-tendangannya, kasihan kan kalo adik bayi sampai ketendang :D Kadang naik turunnya emosiku kadang mengurangi kesabaranku menghadapi Abhi. Maafin mama ya Nak :( Juga kala kelelahan menghampiri, sepulang jalan-jalan, menggendong abhi menyebrangi jalan, membawa barang-barang bahkan membawa tas laptop pun rasanya semakin berat dipundakku. Ah, kata orang sunda mah wayahna kali ye So, enjoy sajalah. Jalani semampunya. When you feel you can do it, just do. Aku percaya kebahagiaan memberikan kekuatan tersendiri. Dan bahagiaku bersama Abhi dan adik bayi, semoga selalu menghadirkan kekuatan di antara kami, terus saling menyayangi. Terima kasih Tuhan.. Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar